Membangun Toleransi melalui Pendidikan Multikultural: Pelajaran dari Sekolah di Jawa Barat
SMK Karya Parigi menjadi contoh bagi sekolah sekolah yang ada di jawabarat, khususnya dalam menerapkan pendidikan multikultural ditengah dinamika keberagaman Indonesia . Mengutip dari KEMENDIKDASMEN, Wakil Menteri Pendidikan Fajar menekankan bahwa sekolah ini tidak hanya berfokus pada keterampilan teknis, tetapi juga membangun karakter inklusif di tengah keragaman budaya Sunda dan migran. Sama hal nya dengan kebijakan pendidikan Jawa Barat 2025 yang dibahas oleh Dedi Mulyadi dan Abdul Mu'ti pada bulan Juni, hal ini menyoroti pentingnya menyatukan nilai-nilai multikultural untuk mengatasi ketidaksetaraan akses terhadap budaya lokal dalam kurikulum sekolah. Saya rasa, tanpa pendidikan multikultural potensi konflik sosial di wilayah dengan berbagai etnis akan rentan terjadi, maka dari itu sekolah-sekolah di Jawa Barat perlu menjadikan Pendidikan multicultural sebagai pokus utama dalam upaya menumbuhkan nilai -- nilai keberagaman budaya.
Dari perspektif sosiologis, pendidikan multikultural di sekolah-sekolah Jawa Barat menunjukkan adanya perbedaan status sosial di provinsi ini. Jawa Barat, yang memiliki populasi lebih dari 50 juta jiwa dan terdiri dari berbagai etnis seperti Sunda, Jawa, serta para migran, sering kali mengalami perbedaan antara daerah perkotaan seperti Bandung dan daerah pedesaan seperti Pangandaran. Mengutip dari jurnal Universitas katolik Parahyangan Pendidikan formal di sekolah-sekolah pedesaan sering kali memperkuat dominasi nilai-nilai mayoritas, di mana kurikulum nasional cenderung menekan identitas lokal, yang mengakibatkan pemisahan bagi siswa-siswa yang berasal dari latar belakang minoritas
Lebih jauh, polarisasi sosial di Jawa Barat, seperti masalah intoleransi beragama, memperburuk keadaan. Di zaman digital ini, stereotip etnis menyebar dengan cepat, terutama di sekolah-sekolah yang memiliki akses informasi terbatas. Kurikulum multikultural yang kurang kuat tidak mampu membekali siswa dengan keterampilan kritis untuk melawan prasangka ini. Mengutip dari jurnal SD NEGRI 006 SUNGAI PINANG bahwa Ketimpangan ekonomi juga berkontribusi: sekolah-sekolah di daerah pinggiran kekurangan sumber daya, sehingga integrasi nilai toleransi terabaikan dan memperburuk siklus kemiskinan bagi kelompok minoritas. Dinamika kekuasaan lokal, seperti pengaruh tokoh masyarakat, sering kali menghalangi reformasi, karena adanya resistensi terhadap kurikulum yang dianggap "terlalu progresif". Saya percaya, tanpa pendekatan sosiologis dalam pendidikan di sekolah, ketidaksetaraan akses budaya di Jawa Barat akan terus menjadi penghalang bagi mobilitas sosial.
Dari sudut pandang antropologis, isu ini menekankan pentingnya mengakomodasi tradisi di sekolah-sekolah Jawa Barat. Daerah ini kaya akan budaya Sunda, yang mencakup nilai-nilai dalam menjaga serta melestarikan alam dan gotong royong, tapi akulturasi budaya sedikit -- sedikit mengiris identitas ini. Pendidikan multikultural seharusnya mengintegrasikan adat sebagai pondasi pembelajaran, bukan sekadar tambahan. Sayangnya pada realitasnya tradisi  dari minoritas seperti ritual migran, sering tidak di perhatikan yang mana menyebabkan siswa merasa tidak diterima atau di kucilkan.
dari perspektif antropologis, isu ini menyoroti pentingnya menerapkan adat istiadat di sekolah Jawa Barat. Wilayah  jawa barat ini kaya akan budaya Sunda yang menjaga ke aslian alam dan gotong royong, tapi akulturasi budaya sedikit -- sedikit mengiris identitas ini. Pendidikan multikultural seharusnya mengintegrasikan adat sebagai pondasi pembelajaran, bukan sekadar tambahan. Sayangnya pada realitasnya tradisi  dari minoritas seperti ritual migran, sering tidak di perhatikan yang mana menyebabkan siswa merasa tidak diterima atau di kucilkan.
Mengutip dari jurnal islam Darussalam ciamis tantangan dalam menerapkan kurikulum multikultural di sekolah-sekolah Jawa Barat bisa dikatakan rumit. Pertama, ada masalah dengan kinerja guru: banyak pengajar yang belum mendapatkan pelatihan untuk mengajarkan nilai-nilai keberagaman secara objektif, terutama di daerah pedesaan. Kedua, minimnya sumber daya: fasilitas yang buruk dan anggaran yang minim menghalangi pengembangan materi ajar yang relevan dan berbasis lokal. Ketiga, ada pertentangan dari komunitas: keyakinan dalam nilai nilai  budaya membuat orang tua menolak adanya perubahan, seperti yang terjadi di Pangandaran di mana norma-norma tradisional masih sangat kuat. Semua tantangan ini membuat pendidikan multikultural sering kali hanya sebuah teori saja, tidak dijadikan sikap dalam sehari-hari di sekolah.
Namun, ada harapan melalui inisiatif seperti yang dilakukan di SMK Bakti Karya Parigi, yang menjadi contoh dengan pembelajaran karakter multikultural. Sekolah ini menyediakan wada untuk diskusi dan kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa toleransi. Saran saya: bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk program berbasis komunitas dan pengembangan kurikulum lokal. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan 2025 dengan alokasi dana khusus untuk pelatihan guru. Selain itu, penting untuk melibatkan antropolog dan sosiolog dalam penyusunan materi, agar pendidikan dapat berakar pada kearifan Sunda.
Pada akhirnya, pendidikan multikultural di sekolah Jawa Barat merupakan strategi  membangun toleransi di tengah keberagaman. Saya mengajak pemerintah, pendidik, dan masyarakat untuk melakukan sedikit perubahan sistem sekolah. Hanya dengan cara itu, generasi muda kita dapat tumbuh dengan menghargai perbedaan sebagai kekayaan. Mari kita jadikan sekolah sebagai jembatan persatuan, bukan pemisah.
Sumber Referensi
- Lestari, E. (2025, 4 Februari). Pendidikan multikultural di SMK Bakti Karya Parigi jadi teladan. Direktorat SMK, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Diakses dari https://smk.kemendikdasmen.go.id/berita/pendidikan-multikultural-di-smk-bakti-karya-parigi-jadi-teladan
- Admin. (2025, 17 Februari). Pendidikan multikultural: Merayakan keragaman Indonesia. SD Negeri 006 Sungai Pinang. Diakses dari https://sdn006sungaipinang.com/2025/02/pendidikan-multikultural-merayakan-keragaman-indonesia/
- Rena, E., Neviyarni, & Murni, I. (2023). Implikasi antropologi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Didaktik: Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri, 9(2), 1715--1723. ISSN 2477-5673. Diakses dari https://journal.stkipsubang.ac.id/index.php/didaktik/article/download/892/718
- Aldi Nur Fadillah. (2024, 28 September). Mengenalkan keberagaman Indonesia lewat pendidikan di Pangandaran. Detik Jabar. Diakses dari https://www.detik.com/jabar/berita/d-7560547/mengenalkan-keberagaman-indonesia-lewat-pendidikan-di-pangandaran
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI