Pergerakan politik yang cenderung ultranasionalis dan berbagai konflik yang menjauhkan dunia dari globalisasi menimbulkan kekhawatiran bahwa ketegangan global semakin memanas. Bahkan Fawaz Gerges, Profesor Ilmu Hubungan Internasional di London School of Economics, mengatakan bahwa saat ini kita berada pada momen-momen paling berbahaya semenjak era Perang Dunia II.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres bahkan menyebut saat ini kita hidup di masa 'Age of Chaos'. Pembahasan-pembahasan penting di Rapat Umum maupun Dewan Keamanan PBB sering mengalami deadlock.Â
Perang Rusia-Ukraina, genosida di Gaza, konflik di Sudan, Myanmar, dan Haiti membuat banyak warga menderita dan merusak kedamaian dunia. Berbagai konflik yang semakin banyak terjadi tidak mampu diatasi melalui kerjasama global, bahkan kekacauan justru semakin meningkat.Â
Banyak pihak yang khawatir bahwa ketegangan geopolitik ini dapat memicu perang dunia berskala global. Meskipun tentu kita tidak berharap perang besar terjadi, namun kita perlu belajar dari sejarah untuk mencegahnya terjadi.Â
Perang Dunia I, terjadi ketika dunia berada di masa 'Belle Epoque', periode kemajuan ilmu pengetahuan dan kesenian di Eropa. Namun ketegangan yang memang sudah ada antar blok-blok aliansi mengalami eskalasi dengan cepat ketika Franz Ferdinand dibunuh.Â
Lalu Perang Dunia II, terjadi ketika dunia tengah dalam masa perjanjian Versailles. Meskipun pada saat itu juga terjadi krisis ekonomi 'Great Depression' yang memicu konflik dengan solusi militeristik.Â
Meskipun saat ini perang secara militer tidak terjadi dan semoga tidak akan terjadi, namun konflik tidak langsung seperti era 'Cold War' sudah semakin terasa. Perang tarif antara AS dan China, konflik di Timur Tengah, hingga persaingan teknologi membuat relasi antar negara semakin kompleks.Â
Negara-negara maju kini semakin berhati-hati dalam menentukan langkah politik dan ekonominya. Terlebih bagi negara-negara berkembang yang semakin serba salah menentukan mana kawan dan mana lawan. Â Â
Globalisasi memang belum benar-benar berakhir, namun tidak dipungkiri sedang berada di persimpangan jalan. Jika negara-negara terus terjebak dalam ultranasionalisme dan persaingan elitis maka dunia akan semakin terfragmentasi. Dunia seharusnya belajar bahwa untuk mencegah krisis dan konflik global, semangat kerjasama antar negara secara setara harus dihidupkan kembali.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI