Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Underprivileged Millennial, Muda yang Tak Selalu Mudah

20 Oktober 2020   22:26 Diperbarui: 22 Oktober 2020   02:01 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: pixy.org

Milenial, kaum muda yang identik dengan gadget canggih, media sosial, dan highly educated. Tidak banyak yang menyadari bahwa di Indonesia, milenial tidak seindah yang kita bayangkan.

Menurut penelitian Wittgenstein Center for Demography and Global Human Capital, hanya 14,4 persen generasi milenial di Indonesia yang memiliki pendidikan hingga perguruan tinggi.

Lalu data dari BPS tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata penghasilan milenial di Indonesia sekitar Rp2 s.d. 2,3 juta. Dari kondisi tersebut, kita bisa berkaca bahwa milenial di Indonesia masih dalam kondisi yang bisa dibilang pas-pasan.

Mungkin hanya sebagian kecil dari kita yang bisa menikmati gaya hidup latte sipping dan tech savvy.

Di sekitar kita, nyatanya banyak milenial yang tidak memiliki privileged untuk mengakses pendidikan yang layak, meningkatkan keterampilan, hingga mendapatkan pekerjaan. Sebagian besar generasi muda ini hidup dengan kondisi "yang penting bisa beli pulsa dan makan".

Industrialisasi
Selama ini milenial selalu menarik perhatian media dengan inovasi yang menarik dan gaya hidup eksentrik. Namun realitanya masih banyak generasi milenial yang harus ekstra keras dalam bekerja.

Berdasarkan data BPS, sekitar 20% milenial merupakan blue collar workers, seperti pekerja (kuli) konstruksi, buruh pabrik, petugas kebersihan. Sedangkan 25% lainnya bekerja di sektor pemasaran dan jasa.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu, negara-negara industrialis seperti Korea Selatan, misalnya, sangat menikmati bonus demografi di era 1980-an.

Banyaknya angkatan muda dengan cepat diserap oleh industrialisasi dan penyerapan teknologi. Hasilnya seperti yang kita lihat sekarang, Korea Selatan mampu menjadi salah satu raksasa industri di dunia.

Di Indonesia, sayangnya gelombang milenial ini tidak memiliki iklim industri yang sama. Beberapa ekonom bahkan menyebut Indonesia terancam memasuki premature deindustrialization, dimana dunia industri memasuki titik stagnan sehingga pemuda-pemuda produktif tidak memiliki kesempatan untuk berkembang.

Pemerintah, di sisi lain, sepertinya melihat kondisi ini lalu mati-matian berusaha menggenjot industri dengan proyek-proyek infrastruktur dan menggalang pabrik manufaktur. Ditambah upaya meningkatkan skill milenial melalui program kartu pra-kerja, bahkan hingga mengangkat staf khusus milenial.

Menyambut dunia kerja industri 4.0, begitu jargonnya.

Namun berbagai jurus pemerintah itu terbentur tembok yang tebal. Terutama pandemi Covid-19, yang membuyarkan semua strategi ekonomi, tidak hanya Indonesia, tapi seluruh dunia.

Akses Tak Terbatas
Dengan penghasilan yang bisa dibilang pas-pasan dan pekerjaan yang menguras tenaga, underprevileged milenial di Indonesia ternyata masih memiliki eksistensi yang tinggi.

Indonesia Milennial Report 2019 menunjukkan bahwa sekitar 90% generasi milenial di Indonesia memiliki ponsel. Bahkan muncul anekdot kebutuhan pokok saat ini adalah sandang, pangan, dan colokan.

Ponsel bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi membuat kecanduan belanja online, game, dan main medsos. Tapi disisi lain ponsel adalah jendela dunia yang tak terbatas.

Tak terhitung jumlah pemuda pemudi yang kini mampu sukses menjadi content creator, fotografer, bahkan programmer, hanya dengan belajar otodidak dari ponsel.

Sadar atau tidak, ponsel dan internet adalah salah satu jalan agar milenial bisa naik kelas. Dari sana, generasi muda bisa mendapatkan privileged yang tak terbatas, belajar berbagai skill, mengasah kreativitas, dan meningkatkan literasi manajemen keuangan.

Harapannya tentu saja setelah milenial ini naik kelas, akan bisa menjadi manusia yang memiliki growth-mindset. Tenaga dan penghasilan tidak habis hanya untuk sandang, pangan, dan colokan, tapi juga meningkatkan skill, bahkan menumbuhkan kekayaan melalui investasi.

Semoga saja, milenial Indonesia bisa menjadi generasi yang membawa Indonesia terbang tinggi.

"You are the hybrids of golden worlds and ages splendidly conceived"
Aberjhani, dalam buku Journey through the Power of Rainbow

Septian Ananggadipa
Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun