Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan yang Aku Kenang

12 Mei 2020   11:24 Diperbarui: 12 Mei 2020   11:40 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ini adalah kisah Ramadhanku bersama bapak. Sudah lebih 40 tahun yang lalu kenangan itu selalu terusik kala melihat anak dan bapak menghabiskan waktu bersama di bulan Ramadhan. Seandainya bapak masih ada mungkin banyak komentarnya seputar Ramadhan 1441 H yang tidak lagi sama. Kenangan baiknya ditorehkan dalam bentuk tulisan agar tidak hilang oleh ingatan dan waktu. Sebenarnya terlambat ikut kompetisi ini karena baru bergabung dengan Kompasiana tanggal 5 Mei 2020. Tak apalah yang penting kisah ini dibaca orang dan mungkin menjadi inspirasi bagi bapak-bapak milenial untuk bersama putra=putrinya di rumah agar tidak diabaikan karena GAWAI.

Kisahku Bersama Bapak

Semua orang pasti punya bapak. setiap orang pasti punya cerita tentang bapak. Setiap cerita tentang bapak pastilah bermakna. Bapak untuk kami, anak-anaknya adalah sosok inspiratif yang selalu ada dengan segala ide dan candanya. Ajaran bapak pada kami anak-anaknya agar kami berani, jujur, dan disiplin baik dalam waktu maupun kebiasaan. Disiplin yang diterapkan di rumah, menjadikan kami pribadi yang tangguh. Bapak mendidik kami seperti yang diterimanya di tempat kerja bapak sebagai penjaga negara itu yang selalu didengungkan bapak. Kenangan bersama bapak pasti akan selalu menjadi kisah yang teramat indah. Untuk anak-anaknya tak ada yang terlewat dari sosok bapak.

Waktu itu bulan Ramadhan cuaca panas terik. Bapak baru pulang dari dinasnya, masih dua jam lagi waktu berbuka. Waktu itu aku dan adikku  masih berusia 9 dan 8 tahun, kami berbaring saja di sofa depan. Lapar dan haus yang melanda karena sudah seharian berpuasa membuat kami malas untuk bergerak, bahkan bermain saja kami enggan. Seperti anak-anak lain, hanya jam di dinding yang selalu kami tengok.

"Anak bapak, puasa semua nih?" tanya bapak pada kami yang lemas tanpa tulang. Aku mengangguk dan melanjutkan dengan mengambil bantal sofa. "Puasa kok lemas terus, yuk kita cari kerang di pantai Cilincing." Kata bapak pada kami yang langsung melompat kegirangan. Bapak selalu tahu menyenangkan kami. Tinggalllah kami yang tak tahu diri padahal bapak pastinya lelah sepulang dari bekerja. yang terpikir hanya dapat bermain bersama bapak. Setelah aku dewasa kenangan ini selalu melekat di hatiku. Rasa terimakasih atas pedulinya bapak pada kami, anak-anaknya.

Bapak baru pulang dari dinas harusnya bapak istrahat, tapi melihat buah hatinya lemas karena puasa, bapak mengajak kami 'ngabuburit' alias jalan-jalan menunggu waktu berbuka di pantai dekat rumah kami. Pantai ini tidak begitu jauh dari rumah dan selalu ramai oleh pengunjung apalagi kalau bulan Ramadhan. Kadang bapak mengajak kakakku sehingga motor bapak penuh dengan anak-anak bapak. Motor bapak akan memuat empat orang penumpang. Aku, adikku, dan kakakku juga bapak, akan memenuhi sadel motor dengan tubuh kami yang sudah mulai besar. Di rumah amsih ada kakakku laki-laki dan adik bungsuku laki-laki, mereka selalu tinggal kata bapak laki-laki pastilah kuat berpuasa.

Kegiatan di pantai Cilincing kalau sore apalagi di bulan puasa menjadi kegiatan yang mengasyikan. Banyak masyarakat di seputar daerah kami untuk menunggu waktu berbuka puasa. Biasanya aku dan adikku yang selalu diajak bapak, kata bapak karena kami berdua yang muat di boncengan motor. Kali ini bapak mengajak kakakku ikut.

"Ajak kakakmu, Nuri.!" Perintah bapak.

Mulanya aku enggan, biasalah kakakku itu selalu membawa situasi yang rasa ga enak hihihihihi jahat yah aku. Aku ketuk pintu kamar kakakku.

"Mau ikut ga ke pantai Cilincing? Kalau mau ikut cepat ganti baju bapak sudah nunggu tuh." Aku berkata seperti itu supaya kakakku yang selalu rapi tidak akan ikut karena terburu-buru.

"Ikutttttt.....!" terdengar terikan kakakku dan suara sandal yang diseretnya. Alamak bakal runyam deh kalau tuan putri itu ikut. Kakak permpuanku ini adalah anak pertama di keluarga. kulitnya putih nyaris seperti orang bule dengan bulu-bulu halus di kaki yang terlihat pirang. Semua anak bapak yang perempuan memang berkulit putih hanya kakak perempuanku ini yang nyaris seperti bule. Bahkan tetangga kerap memanggilnya 'Belanda Depok'.

Sambil menunggu waktu berbuka aku dan adikku akan diajak bapak mencari kerang yang banyak bertebaran di pantai. Kakakku sibuk mengukir nama di pantai. Sesekali bapak mengangkat adikku yang memang badannya kecil ke udara dan memutar seolah-olah akan melempar. Kenangan itu terekam jelas olehku karena permainan itu membuat aku berebut untuk ikut diangkat. Sesekali bapak mengangkatku, tapi adikku pasti akan berteriak untuk diangkat juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun