"Kamu keliru. Tuan harimau ituukan begitu wataknya."
"Menurut ibu?!"
"Tunggulah sebentar lagi!"
Si anak kelinci pun setuju. Dari rerimbunan semak, ibu dan anak kelinci itu mengamati gerak-gerik harimau-harimau itu. Semua ada tiga ekor harimau. Satu ekor harimau sedang makan. Sedang yang dua ekor lagi, mondar-mandir tidak jauh dari tempat itu. Tampaknya, dua ekor harimau itu tidak ingin pergi dari tempat itu.
"Mengapa begitu?" tanya anak kelinci dalam hati.
Tidak berapa lama, harimau yang sedang makan pun pergi. Padahal makanan masih banyak. Mungkin hanya sepertiga saja yang telah dimakannya. Sisa makanan itu ditinggalkan begitu saja. Karena ada makanan yang ditinggalkan oleh pemiliknya, dua ekor harimau yang lain pun datang berebut. Ramailah jadinya. Kedua harimau itu saling cakar, saling gigit. Ternyata harimau besar yang menang.
Dan dialah yang memakan makanan itu. Harimau yang kalah terpaksa menunggu lagi beberapa saat. Ia tidak mau pergi sebelum makanan itu habis. Seperti harimau sebelumnya, harimau itu pun pergi begitu saja. Makanan belum habis. Sekalipun yang enak sudah habis, tetapi ada sisa makanan yang masih bisa dimakan. Dan, harimau yang kalah yang makan sisa makanan itu.
Tiba di rumah, si anak kelinci bertanya pada ibunya. Peristiwa yang dilihatnya ketika pulang mencari sayuran membuat hatinya penasaran.
"Tingkah para harimau itu aneh ya, bu," kata anak kelinci.
"Menurut ibu itu bukan hal yang aneh. Coba ingat. Harimau itu mencari mangsa dengan bersusah payah. Setelah berhasil tentu ingin menikmatinya. Setelah kenyang, ia tidak ingin menyimpannya. Makanan yang tidak habis itu ditinggalkan begitu saja. Sebelum perutnya merasa kenyang, tak seorangpun boleh mengganggunya. Dipertahankan mati-matian makanan itu," tututr sang ibu kelinci.
"Lalu mengapa dua ekor harimau yang lain harus bertarung lebih dulu? Kok tidak memakannya bersama-sama?"