Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bukan Pilihan

19 April 2017   00:28 Diperbarui: 19 April 2017   00:40 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://soundcloud.com/rathu_rachman/iwan-fals-aku-bukan-pilhan-cover

--- satu ---

Sebuah batu nisan terbangun megah, dengan rumahan atap tinggi berdiri pongah menaunginya. Terbuat dari marmer  granit istimewa, ia terlihat menonjol di antara nisan lainnya yang kusam. Usianya baru enam bulanan. Milik seorang pengusaha tambang yang didalamnya tertanam  jenazah putri tunggalnya.

Nisan dan rumahnya. Bak istana anak raja. Putri namanya. Ia bangga dipanggil putri. Menjadi favorit, tempat anak-anak bersendagurau. Bermain congklak, bernyanyi dengan gitar, atau tempat para kaula memadu cinta. Putri tidak pernah kesepian. Sebab, selalu dikunjungi. Baik oleh keluarga, kerabat dan sahabat, maupun anak-anak kampung yang betah menemani.

Batu nisan lainnya iri. Sebab, sebelum pusara putri pengusaha ini ada merekalah yang jadi pilihan. Sebagai tempat bermain dan bercanda.

Puih, pasti tuannya tukang pungli

Bukan, ia pengusaha jahat,” sambung tetangganya.   

Ia merampok mentor sekaligus bapak angkatnya,“ imbuh batu nisan lainnya.

Angin bertiup membawa dedaunan kering, bangkai serangga, debu.  Melemparkannya tanpa ampun ke permukaan batu-batu nisan yang sedang sibuk bergosip. Mereka berteriak, marah, memaki, “dasar angin, kentut syetan, jahanam!” Sudah jarang dikungjungi. Jablay, lai,lai,lai. Abai dari perawatan.  Sampah daunan berserakan, debu menempel di sekujurnya. Sungguh menjengkelkan.

Sementara batu nisan sang putri kontras. Bila diterpa kilatan sinar pagi atau condong matahari barat, ia memantulkan cahaya menyilaukan. Batu nisan lainnya merasa ada kesengajaan. “Itu pasti ejekan,” begitu mereka kerap menggerutu. Pun, setiap pengunjung yang datang, terlebih dahulu membersihkannya. Bila hendak pergi dibersihkan lagi.  Ia sungguh terawat dan dikasihi. Seakan dimanja. Tak adil, bahkan di dunia pekuburan bin pernisanan.

Beberapa anak gadis sedang bermain congklak dan bekel di atas nisan putri. Sambil duduk nyaman di atas ubin marmer yang sejuk, dan terlindung dari terik panas.

--- dua ---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun