Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Abad Pertengahan (Bagian 3): Thomas Aquinos

20 Desember 2019   21:01 Diperbarui: 20 Desember 2019   22:03 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkas:Benozzo Gozzoli 004a.jpg (Directmedia)

Kedua; hukum kodrat menunjuk pada kodrat ciptaan. Kodrat adalah apa yang secara hakiki merupakan ralitas dan kekhasan suatu ciptaan. Cara ciptaan itu berada, bergerak, hidup, berkembang, bereaksi, berkembang biak ditentukan oleh kodratnya. 

Kodrat dapat disebut sebagai 'hukum' bagi ciptaan. "Ciptaan dalam segala apa dengan sendirinya mengikuti kodratnya. Dan karena kodrat sendiri mencerminkan hukum abadi, kebijaksanaan Yang Mengadakannya, maka hukum kodrat adalah hukum Ilahi dilihat dari sudut ciptaan.

Manusia, selain terikat pada hukum alam yang melekat padanya, ia juga memiliki kebebasan. Dengan kebebasan ia tidak secara buta dan niscaya mengikuti ikatan-ikatan alamiah yang melingkupnya, melainkan dapat mengambil jarak dan bersikap terhadap faktor-faktor tersebut. Bahkan dapat dikatakan, bahwa manusia dapat bertindak melawan kodratnya. 

Atau dirumuskan secara lain, kodrat manusia itu terbuka dan tidak pasti. Manusia dapat terasing dari dirinya sendiri. Jadi, berkaitan dengan manusia, hukum kodrat tidak bekerja secara niscaya, tetapi merupakan hukum dalam arti seruan normatif yang di satu pihak wajib dilakukan, tetapi juga dapat diabaikan. 

Sebagai teori etis, hukum kodrat menunjuk pada dasar kewajiban moral dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana manusia harus bertindak. Hukum kodrat adalah dasar dari segala kewajiban manusia. Hidup sesuai dengan kodrat berarti hidup sesuai dengan martabat manusia.

Paham hukum kodrat dari Thomas berimplikasi pada digabungkannya dua teori etika yang bertentangan, yaitu etika teonom dan eudemonisme.  Etika teonom menegaskan, bahwa manusia harus hidup sesuai dengan perintah-perintah Tuhan, tetapi tidak menjelaskan alasan mengapa perintah-perintah itu harus dilakukan, kecuali bahwa itu adalah perintah Tuhan.  Sementara, etika eudemonisme mengajarkan bahwa orang sebaiknya hidup sesuai dengan kodratnya karena paling bijaksana dan akan membahagiakan.

Hukum ketiga yaitu hukum positif.  Dalam hal ini hukum positif harus sesuai dengan hukum kodrat. Apabila hukum positif bertentangan dengan hukum kodrat maka ia tidak perlu ditaati.

Prinsip hukum kodrat diterapkan pada teor tentang negara. Hukum dan aturan-aturan negara harus sesuai dengan kodrat manusia. Jika bertentangan maka hukum positif buatan negara tidak memiliki daya ikat.  Menurut Thomas eksistensi negara bersumber dari kodrat manusia. Artinya, negara merupakan pelembagaan fimensi sosial manusia untuk menjamin teraktualisasinya kodrat manusia.

Thomas menghubungkan tujuan adanya negara dengan tujuan hidup manusia.  Menurutnya terdapat tiga tujuan hidup manusia, yaitu pertama; hidup dalam arti tidak mati (vivere). Kedua;  hidup dengan baik (bene vivere), yaitu hidup sesuai dengan kebutuhan manusia yang beragam. Ketiga; tujuan hidup terakhir adalah kebahagiaan abadi (beate vivere). Dalam hal ini tujuan negara mestinya mendukung tercapainya ketiga tujuan manusia tersebut. Apabila negara memerintahkan sesuatu yang berlawanan dengan kewajiban untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah maka negara harus dilawan.

Ajaran tentang ONTOLOGI

Ontologi Thomas merujuk Aristoteles, yaitu bahwa realitas terdiri dari materi dan bentuk (hylemorfisme). Baginya, segala sesutau (realitas) terdiri dari materi/substansi dan bentuk / forma).  Materi sebagai bakal atau potensi yang darinya muncul sesuatu. Dengan kata lain substansi atau materi bersifat keserbamungkinan (potentia) yang 'bergerak' menuju kenyataan sejatinya (actus-nya). Bentuk merupakan prinsip yang memberikan 'cara berada' pada materi, sehingga materi bisa menjadi sesuatu sebagaimana adanya. Bentuk (forma)lah yang membuat sesuatu yang bersifat potensi menjadi aktual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun