Mohon tunggu...
Buyumski Barbara
Buyumski Barbara Mohon Tunggu... -

loveable

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

15 Menit bersama Anies Baswedan*

22 Maret 2015   11:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa kabar Indonesia sekarang? Apa kabar Indonesia 10 tahun atau 50 tahun ke depan? Jawabannya tentu saja bisa berdasarkan pada andai-andai. Namun bagi Anies Baswedan, jawaban atas pertanyaan itu justru ada pada saat ini. “Ini kesempatan mengubah wajah Indonesia. Bukan soal pemimpin. Ini soal otoritasnya mau diberikan kepada siapa,” katanya.

Selama ini, sosok Anies Baswedan dikenal sebagai tokoh intelektual muda dengan segudang prestasi akademis. Di usianya yang baru 38, Anies telah menjabat Rektor Universitas Paramadina menggantikan rektor sebelumnya yang juga seorang cendekiawan: Nurcholis Majid. Atas prestasi itu, Anies pun dinobatkan sebagai rektor termuda yang pernah dimiliki Indonesia hingga saat ini.

Lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969, Anies dibesarkan dalam lingkungan akademis. Ayah dan ibunya merupakan dosen di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Sementara, kakeknya, Abdul Rahman Baswedan (AR. Baswedan) merupakan tokoh penting dalam masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Maka tak heran jika Anies mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kondisi bangsa ini.

“Kita ini kalo diurut-urut, kakek-nenek kita urunan, mas, bikin Republik ini. Sekarang, karena pasar yang semakin dominan, semua dipandang sebagai proses komersial. Saya ingin ubah itu. Saya ingin kita punya perasaan tanggung jawab. Jadi kalau ada panggilan untuk mengurusi negeri, kita harus selalu siap,” tegas Anies.

Menerawang Indonesia

Berbicara tentang masa depan Indonesia, menurut doktor Ilmu Politik dari Northern Illinois University, Amerika Serikat, ini aset terbesar bangsa kita adalah manusianya. Namun sayangnya, Indonesia belum mampu mengkonversi kekayaan tersebut secara optimal. Berdasarkan sensus penduduk dunia, Indonesia secara kuantitatif berada di urutan keempat. Namun secara kualitatif, Indonesia ada di urutan ke-124.

“That’s a bad news. Kalau kita ingin menambah nilai aset, harus ada restrukturisasi. Kalau di perusahaan, bentuknya injeksi baru. Kalau negara, injeksi pengetahuan. Lewat pendidikan; lewat kesehatan,” terangnya.

Anies menambahkan, Indonesia punya peluang untuk jadi negara hebat yang bisa menyejahterakan bangsanya lewat penguatan kualitas manusia. Kebanyakan masyarakat kita, utamanya para pemimpin, lupa pada pembicaraan kualitas manusia.

“Selama ini, kita sudah terbiasa dengan yang namanya pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Memang, kelihatannya benar. Tapi, mana manusianya? Bagaimana bisa sejahtera kalau nggak sekolah. Bagaimana bisa sejahtera kalau sakit? Apa artinya?

Ini kita bicara soal infrastruktur manusia, lho. Kalau saya ditanya, Anies apa kabar? Saya akan jawab baik, sehat, istri juga sehat. Anak-anak sudah sekolah. Saya nggak mungkin jawab rumah saya satu, mobil saya dua, atau motor saya empat. Begitu pun jika ada pertanyaan, apa kabar Indonesia? Jawabannya harus sama: infrastruktur manusia; penopang manusia,” jelas inisiator gerakan Indonesia Mengajar ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun