Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terima Kasih, Mbue Bujur FPI

24 Juli 2016   13:40 Diperbarui: 24 Juli 2016   14:46 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Babi Panggang Karo, Kuliner khas masyarakat Karo Sumatera Utara. (Foto: Karo News)

Setelah dalam pekan ini sosial media khususnya dari daerah Medan dikagetkan dengan aksi demonstrasi FPI terhadap salah satu rumah makan khas Karo yang menawarkan menu Babi Panggang Karo (BPK), saya tertegun. Antara marah, muak dan bingung. Marah karena salah satu kuliner khas Karo yang merupakan masyarakat adat kami digugat kehadirannya di Deliserdang yang merupakan bagian dari tanah leluhur masyarakat Karo. Muak karena simbol agama lagi-lagi dipakai untuk menyingkirkan perbedaan. Bingung karena tumben warung makan BPK didemo. Apakah babi-babi yang dipanggang itu pernah punya salah atau membuat patah hati para pemrotes. 

Pertanyaan lain menyusul karena bagaimana bisa Deliserdang yang banyak penduduknya adalah masyarakat Karo yang dikenal toleran bisa berubah mengikuti trend di Jawa. Orang-orang yang katanya beriman tiba-tiba menjadi tampil mengherankan. Bagaimana tidak heran. Saya sudah lama punya daftar heran terhadap orang yang mengaku beriman tetapi takut pada salib, sampai tiang listrik pun barangkali dianggap salib. Mengaku beriman tapi patung kok diancam dan diajak berantam. Mengaku beriman tapi suka mengobrak abrik warung makan. Nah, kali ini adalah daftar heran yang kesekian dan agak mencengangkan. Bagaimana Babi Panggang Karo yang sudah terpanggang sebegitu menakutkan bagi orang-orang ini. Kadang saya berpikir ini pasti bukan soal iman. Ini tentu sakit kejiwaan. 

Sebab setahu saya tidak ada ajaran agama manapun yang menyuruh penganutnya  memerangi warung makan Babi Panggang Karo. Dilarang mengkonsumsi rasanya tidak sama dengan dianjurkan melakukan demonstrasi. Dilarang mengkonsumsi, ya jangan konsumsi. Disebut najis ya jangan mendekati. Sangat simpel dan demikian iman menjadi matang teruji.

Agak butuh sehari semalam dengan memutar sedikit kompas kewarasan saya. Sampai akhirnya saya mengaku harus berterima kasih pada FPI. Pada pendemo yang sangat simpatik dan sangat-sangat peduli pada kuliner Karo. Sebuah aksi yang bahkan masyarakat Karo sendiri pun sulit melampauinya.

Bagaimanapun harus diakui bahwa FPI Deliserdang, Sumatera Utara telah jadi The Best Brand Endorser Ever untuk Babi Panggang Karo (BPK). Asosiasi BPK seluruh dunia pantas menimbang award yang akan diberikan pada mereka. Pemahaman mereka terhadap perilaku konsumen serta pengalaman panjang Market Research selama ini berhasil mendongkrak image kuliner Karo yang masih tertinggal jauh dari Rendang dan Sate Madura.

Meme kocak Kang Hasanudin Abdurakhman di sosial media
Meme kocak Kang Hasanudin Abdurakhman di sosial media
Ucapan terima kasih yang tulus (Mbue bujur, dalam bahasa Karo) sekali lagi dan tentu saja ini bisa jadi tips berharga bagi pebisnis pemula. Punya masalah dengan promosi dan pemasaran produk bisnis anda, hubungi FPI terdekat di kota anda.

Khusus pertanyaan si Babi dalam meme di akun Kang Hasanudin Abdurakhman, tentang satir Babi yang mengeluh mempertanyakan alasan diciptakannnya Orang Karo, akan diselesaikan secara adat. Antara majikan si Babi dan pemilik Warung BPK tanpa mengabaikan Hak Azasi Babi versi Kandang Agreement 20.16 terbaru. 

Kalau jawaban kecil saya sebagai konsumen sih, orang Karo diciptakan untuk menyelesaikan kontroversi Babi secara beradab. Sebelum kelak Babi menjadi hewan langka dan menjadikannya BPK dianggap sebagai tindakan biadab.

 Hidup FPI, Front Pemasaran Indonesia!
 Mejuah-juah!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun