Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaligrafi Doa Bapa Kami

13 Desember 2014   08:41 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 36516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wujud Kaligrafi Doa Bapa Kami di Kaos yang sempat beredar di Twitter

[caption id="" align="alignright" width="336" caption="Wujud Kaligrafi Doa Bapa Kami di Kaos yang sempat beredar di Twitter"][/caption] Pernahkah anda melihat karya kaligrafi arab khas muncul di kaos-kaos kasual dan beberapa diantaranya tampak mencolok karena pemakai kaos juga memakai simbol Kristen seperti kalung salib? Atau seperti dalam gambar yang ditautkan dalam tulisan ini?

Bagi sebagian orang, melihat gambar tersebut akan merasakan keanehan dan perasaan janggal. Atau sebagian lain seperti merasakan adanya ancaman terhadap salah satu bagian identitasnya. Bagi yang memahaminya, ada pula menyambutnya sebagai sebuah ajakan tuk meresapi pesan dari kaligrafi tersebut.

Kaligrafi arab dengan tulisan “Abana” di bagian tengahnya yang biasanya marak di Jogja tersebut merupakan kaligrafi doa BAPA KAMI dalam versi arab. Ketika kaligrafi tersebut muncul di beberapa atribut seperti kaos dan souvenir, ada berbagai reaksi yang muncul. Banyak pula yang tidak paham sehingga beragam pula reaksinya.

Bagi yang merasa KRISTEN dan tidak tahu arti tulisan ini, reaksinya langsung panas dan merasa tersinggung karena dikira sedang promosi agama ISLAM.

Bagi yang merasa ISLAM tapi tidak bisa bahasa arab, reaksinya barangkali merasa takjub dan menduga ini berkaitan dengan ISLAM. Bagi yang merasa ISLAM dan tahu artinya barangkali akan mengatakan ini penyesatan dan propaganda.

Sesuai dengan permintaan dari penanggap tulisan ini, saya tambahkan lafaz maupun arti dari kaligrafi Doa Bapa Kami tersebut:

… Abānā

ابانا الذي في السموات Abānā alladhī fī s-samāwāti ليتقدس اسمك li-yataqaddasi ’smuka ليات ملكوتك li-ya’ti malakūtuka لتكن مشيئتك li-takun mashī`atuka كما في السماء كذلك على الارض kamā fī s-samā`i, kadhālika ´alā l-ardi خبزنا كفافنا اعطنا اليوم khubzanā kafāfanā a´tinā l-yawma واغفر لنا ذنوبنا wa-ghfir lanā dhunūbanā كما نغفر نحن ايضا للمذنبين الينا kamā naghfiru nahnu aydan li-l-mudhnibīna ilaynā ولا تدخلنا في تجربة wa-lā tudkhilnā fī tajribatin لكن نجنا من الشرير lākin najjinā mina sh-shirrīri. آمين āmīn.

Dalam versi bahasa Indonesia doa tersebut dapat dipahami sebagai berikut:

Bapa Kami

BAPA kami: yang ada di-surga :

dimuliakanlah nama-Mu ;

datanglah: kerajaan-Mu;

jadilah kehendak-Mu diatas bumi: seperti di dalam surga,

berilah kami rezeki pada hari ini.

dan Ampunilah kesalahan kami,

seperti kami pun mengampuni orang yang bersalah kepada kami ;

dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan,

tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.

Amin.

Sama seperti keyakinan beberapa tafsir soal superioritas bahasa Arab, pada masanya umat Kristen pun oleh kebijakan gereja menggunakan bahasa Latin yang dinilai lebih pantas dan agung untuk dijadikan sebagai bahasa dalam ritus keagamaannya. Hal ini juga dilakukan demi menjaga penyelewengan makna dari pesan-pesan kitab suci (sebagaimana pandangan sebagian kaum muslim saat ini).

Mengenai hal ini Paus Pius XII, pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang bertahta sejak tanggal 2 Maret 1939 hingga 9 Oktober 1958 sebagai paus ke-260, pernah mengungkapkan pandangannya sebagai berikut:

“Penggunaan bahasa Latin mengakibatkan kedua hal ini sekaligus: tanda yang jelas akan kesatuan dan penjaga yang efektif melawan menyimpangan dari doktrin yang benar.” (Mediator Dei)

Berikut doa Bapa Kami dalam bahasa latin tersebut:

PATER NOSTER (Oratio Dominica)

Pater noster, qui es in caelis, sanctificetur nomen tuum; Adveniat regnum tuum; fiat voluntas tua, sicut in caelo et in terra. Panem nostrum quotidianum da nobis hodie, et dimitte nobis debita nostra, sicut et nos dimittimus debitoribus nostris. Et ne nos inducas in tentationem, sed libera nos a malo. Amen

Demikianlah dalam perkembangan kekristenan khususnya Gereja Katolik mulai menggunakan cara pandang baru terhadap hal tersebut. Perkembangan tersebut tidak muncul dengan begitu mudah namun juga disertai kontroversi maupun konsekuensi.  Khusus hal ini sila mencari literatur yang banyak tersedia di jejaring internet.

Hingga saat ini Doa Bapa Kami seperti halnya Kitab Suci sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa suku bangsa untuk dapat dipahami dan dihayati personal sesuai dengan bahasa ibu mereka. Misalnya penulis sertakan doa Bapa Kami dalam bahasa ibu penulis, Bahasa Karo.

Bapa Kami

Bapa Kami si ni Surga

Ipebadiakenlah gelar-Ndu

Rehlah kinirajan-Ndu

Sehlah peranten-Ndu i doni bagi i Surga

Berekenlah man kami sada wari enda

Nakan kami si tep-tep wari

Janah alemilah min salah kami

Bagi kami ngalemi salah kalak kempak kami

Janah ula min babai kami ku bas percuban

Tapi pulahilah kami idur si bene nari

Amin.

Poin penting dari pesan ini adalah bahwa bahasa dan aksara ARAB bukanlah melulu dominan milik ISLAM. Meskipun harus diakui satu-satunya kitab yang menempatkan bahasa Arab sebagai bahasa superior/surgawi hanyalah Al-Quran. Bahkan beberapa tafsir menganggap inilah bahasa yang dipakai di surga. Hal ini berpulang pada keyakinan sesama saudara yang berkeyakinan ISLAM. Sama seperti halnya penulis pada titik tertentu merasa ada kekhasan penggunaan setiap bahasa dalam berdoa menurut keyakinan penulis.

Lepas dari keyakinan KRISTEN dan ISLAM, kebudayaan adalah milik kemanusiaan. Jauh sebelum ISLAM lahir pun, para penganut KRISTEN ritus timur di semenanjung arab sudah menggunakan bahasa dan aksara Arab sebagai bahasa dalam ritus keagamaannya. Bergantung pada wilayahnya, menyesuaikan pula bahasanya. Sehingga dengan ini kita mesti belajar menghargai satu sama lain dan tidak terjebak dengan simbol-simbol yang kita tidak pahami. Tidak pula berdebat dan mengeluarkan kata kasar tanpa terlebih dahulu memahami konteks persoalan.

“Belajarlah membedakan akal sehat dan iman, membedakan produk kebudayaan dan ajaran keagamaan, membedakan bahasa dan ayat suci. Sebab demikianlah kita diberi hidup untuk belajar menjadi satu dalam kemanusiaan”

Selamat berefleksi dengan berbagai fenomena simbol di sekitar kita dan bangunlah keberanian untuk berdialog tentang perbedaan, bukan menyebarkan kebencian. Belajarlah merawat dan menghargai produk kebudayaan yang merupakan milik universal bagi kemanusiaan.

Doa Bapa Kami barangkali merupakan SALAH SATU doa termasyhur yang pernah ada dalam sejarah agama-agama. Dengan paduan dalam kaligrafi arab, ia menjadi sebuah pesan tentang kebaikan universal yang terkandung dalam kebudayaan maupun secara spesifik dalam keagamaan. Semoga bagi yang memahami kaligrafi ini dapat meresapkan maknanya tak sebatas lewat kata, tetapi juga melalui tindakan.Pada akhirnya dengan saling memahami, semoga kita dapat belajar saling menghargai dan pada satu titik mencintai setiap produk kebudayaan yang memperkaya kemanusiaan. Hal ini menjadi penting sebab di kalangan pemeluk agama, hal kecil yang sesungguhnya dapat menjadi benang merah perekat kerap kali berubah menjadi sekat. Sebab masih banyak diantara para pemeluk agama belum menyadari aspek universal dalam setiap pesan keagamaan, yakni penciptaan manusia oleh Sang Illahi. Banyak yang melupakan akar dan aspek iman dalam kemanusiaan. Mari merayakan kekayaan perbedaan serta luar biasanya karya penciptaan Sang Illahi. Salam satu Kemanusiaan!

.. pulahilah kami idur si bene nari. Amin!

Mejuah-juah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun