Mohon tunggu...
Selvi Anggrainy
Selvi Anggrainy Mohon Tunggu... Produser -

#IAMUNITED | a Writer who loves to Read and Watch | journalist as in passion| in love with Photography and Travelling | Chocoholic | Coffee and Tea Addict | Food Lover | great Thinker :) http://selvianggrainy.tumblr.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kearifan Budaya Lokal, Warga Kanekes, dalam 50.000 Langkah

3 April 2016   22:14 Diperbarui: 4 April 2016   15:31 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pak Yaldi, Kang Asmin, Yuli, Pak Ralim, dan si bocah kecil Darwan bahkan senang saat saya ajak berkelana melihat foto-foto liburan saya di berbagai tempat. Mereka senang diajak bercerita, mereka senang bertanya, mereka senang membagikan pengalaman mereka kepada kami. Darwan kecil bahkan mulai tertawa dan tersenyum sumringah, saat saya tunjukkan bagaimana saya menggunakan telepon pintar. 

Entah apa yang ada di pikiran Darwan kecil yang misterius, apakah terpesona dengan segala kemajuan yang bisa didapatkan di Baduy luar atau senang menjalani hari-harinya sebagai warga Baduy dalam, dengan segala keistimewaannya. Rombongan tiba di rumah mang Idong setelah berjalan kaki sekitar 3 – 4 jam, melewati sungai, lembah, jalan berbukit, curam, basah, dipenuhi ilalang dan sebagainya.

Beristirahat di rumah mang Idong memberi semuanya tambahan tenaga untuk kembali berjalan sekitar 45 menit, dan sampai tiba akhirnya di ujung perjalanan. Pak Yaldi masih setia mendampingi saya, Pak Yaldi yang mengkhawatirkan saya jatuh saat mulai turun hujan besar, dan jalanan menjadi licin. Pak Yaldi yang begitu gembira saat saya memberikannya cokelat favorit, dan Pak Yaldi yang berjanji untuk mengunjungi saya di Jakarta dan akhirnya berkata “neng, jangan lupa sama bapak ya, nanti bapak main ke Jakarta”.  

Juli, salah satu warga Baduy dalam yang menjadi local guide saat itu malah berkata “mba, catat nomor saya donk, nanti saya main ke Jakarta saya telp ya”. Seperti diceritakan di awal warga Baduy dalam memang diperkenankan menggunakan teknologi saat berada di luar kawasan Baduy dalam. Mereka yang sudah mempersiapkan buku telepon kecil bahkan dengan tidak ragu meminta alamat lengkap kediaman saya di Jakarta, tidak hanya Pak Yaldi tapi begitu juga kang Asmin, Yuli, dan Pak Ralim – yang bahkan sempat bilang bahwa tulisan saya jelek.

[caption caption="Pak Ralim beristirahat di Kampung Gajeboh"]

[/caption]

50 ribu langkah kaki saya akhir pekan itu memang berat, tapi apalah artinya itu semua dan ditukar dengan pelajaran banyak tentang apa yang namanya menghargai, berbagi, dan hidup damai seperti yang warga Baduy jalankan. Entah perasaan apa yang membuncah namun saya merasa bahagia, dan bersyukur bahwa masih bisa merasakan kearifan lokal masyarakat Baduy. Menjadi bagian dalam sebuah kebudayaan lokal, yang sungguh tak ternilai harganya. 

Waktu semalam dihabiskan di kawasan Baduy dalam memang terasa tidak cukup, tapi begitulah aturan yang sudah ditetapkan. Bahwa pengunjung atau pendatang tidak boleh menginap lebih dari satu malam di kawasan Baduy dalam. Tapi saya pastikan akan ada kunjungan untuk yang kedua kalinya. 

Gurauan saya kepada mereka-mereka saat mereka tanya kapok apa gak main ke Baduy, “nanti pak saya pasti balik lagi, saya ajak anak-anak saya ya kemari”. 50 ribu langkah kaki saya banyak mengajarkan saya nilai-nilai yang gak bisa saya dapat di sekolah formal atau hasil wawancara narasumber terkenal. Langkah-langkah kaki ini tak lagi mengeluh lelah, namun bersyukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun