Mohon tunggu...
Selvi Anggrainy
Selvi Anggrainy Mohon Tunggu... Produser -

#IAMUNITED | a Writer who loves to Read and Watch | journalist as in passion| in love with Photography and Travelling | Chocoholic | Coffee and Tea Addict | Food Lover | great Thinker :) http://selvianggrainy.tumblr.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kearifan Budaya Lokal, Warga Kanekes, dalam 50.000 Langkah

3 April 2016   22:14 Diperbarui: 4 April 2016   15:31 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Well, tidak benar sama sekali. Apa yang kita ketahui tentang peradaban warga Baduy dalam atau Baduy luar, harus dilengkapi dengan perjalanan seperti ini terlebih dahulu. Warga Baduy menekankan kearifan budaya lokal, kearifan masyarakat setempat. Bahkan saya tak menghiraukan gurauan rekan-rekan saya yang mengatakan, “bisa tambah primitif donk kalau ke Baduy, ngapain juga capek-capek ke sana cuma buat jadi orang primitif”. Saya hanya tidak perlu repot menjelaskan, untuk mencoba “meluruskan” pikiran mereka yang tidak sepaham.

Warga Baduy tidak primitif, mereka juga tidak bodoh, apalagi terbelakang. Warga Baduy mengenal apa yang namanya teknologi seperti smartphone, televisi, pemutar musik, atau bahkan sebagian dari mereka malah tahu perkembangan berita terkini yang beredar di masyarakat. Baduy dalam dan Baduy luar memang berbeda. Warga Baduy dalam mengenakan ikat kepala berwarna putih, dengan baju yang hanya boleh berwarna hitam atau putih. 

Di perkampungan mereka, tidak boleh ada alat elektronik, tidak ada toilet di dalam rumah, dan rumah yang ditempati juga tidak boleh menggunakan paku atau hanya dari anyam-anyaman akar-akaran atau rumput, dan bahan tradisional lainnya. Kegiatan mencuci baju, mandi, buang air, yang tanpa bahan kimia, dilakukan di sungai yang terletak di sekitar rumah mereka. Mereka tidak mau merusak alam, itu salah satu cara mereka menghargai alam dan apa yang alam telah berikan kepada mereka. Bahkan penerangan yang mereka gunakan hanya dari lampu minyak, dengan minyak yang dibeli dari luar kawasan Baduy Dalam. Mereka juga tidak diijinkan naik mobil, motor, dan segala bentuk perkembangan teknologi lainnya.

“Pak Ralim, kangen gak mau ke Taman Lawang (Jakata) lagi”, tanya salah satu anggota rombongan kepada pak Ralim, yang memang sudah beberapa kali ke Jakarta. Warga Baduy dalam tahu kok Jakarta itu kayak apa, bahkan Pak Sardi (pemilik rumah tempat kami menginap) sudah pernah menjamah kota Bandung. “Bapak cuma mau tahu Bandung kayak apa, jadi bapak sama temen-teman ke Bandung jalan kaki, 5 hari, jauh pokoknya Bandung mah”, saat ditanya selain Jakarta, kota besar apa lagi yang pernah mereka lihat. 

Mereka mengetahui kok perkembangan teknologi, berita terkini, atau kasus apa yang sedang ramai. Mereka mengakses itu semua saat tidak berada di kawasan Baduy dalam, atau dalam kunjungan mereka ke Jakarta (yang katanya hanya memakan waktu cukup singkat, yakni 4 hari perjalanan pulang – pergi, dengan jalan kaki). Bahkan kang Asmin tahu kok adanya kasus ledakan Bom di Sarinah yang menyebabkan korban jiwa, pembangunan MRT yang digalakkan oleh Gubernur DKI Jakarta, teroris ISIS yang lagi “ngetrend”, dan sederetan berita lainnya.

Masih ada sejumlah hal lainnya yang bisa dipelajari dari warga Baduy, yang memang mengedepankan Tatanan Adat serta asas sama rata. Tidak ada yang pernah merasa lebih kaya dari yang lainnya, lebih pintar dari yang lainnya, lebih berkuasa satu sama lain, semua hanya untuk satu tujuan yakni hidup dalam keselarasan antar sesama warga Baduy. Bukannkah itu yang jarang kita terapkan sebagai anggota masyarakat yang selalu mengklaim kita lebih maju dan modern dibanding mereka-mereka yang tinggal di pedalaman tanpa sentuhan dunia luar? Tertulis di papan, sebelum memasuki kawasan Baduy sejumlah pesan atau disebut dengan “Amanat Buyut”. 


Di antaranya buyut yang dititipkan kepada puun (pimpinan adat), lembah tak boleh dirusak, gunung tak boleh dihancurkan, larangan tak boleh dilanggar, buyut tak boleh diubah, panjang tak boleh dipotong, yang bukan harus ditiadakan, dan masih banyak lainnya. Apa istimewanya? Luar biasa istimewa, lantaran mereka masih menjungjung tinggi nilai-nilai keseragaman yang diamanatkan. Bukankah kita belajar jauh lebih banyak dari mereka, dibanding mereka belajar dari kita yang mengaku ‘anak kota’? Kalau begitu masih mau mengaku kita lebih maju dari mereka, atau mengklaim mereka masyarakat terbelakang dan primitif?

Berbeda dengan warga Baduy dalam, warga Baduy luar sedikit lebih longgar aturannya namun mereka tetap menjungjung asas tatanan adat dan keselarasan yang sama. Warga Baduy luar sudah boleh menggunakan baju bebas (kaos berwarna-warni, celana panjang, celana pendek), penerangan dengan menggunakan solar cell, lampu portable dengan solar cell (yang merupakan hasil CSR sejumlah perusahaan), serta menaiki kendaraan (tapi kendaraan bermotor tetap tidak boleh memasuki kawasan Baduy luar). Keramahan mang Idong, tuan rumah kami di Baduy luar juga memberi kesan manis. 

Mang Idong sudah mempunyai toilet dalam rumahnya, pintu rumah juga lebih dari satu, memakai kaos dan celana, dan tampak senang memainkan handphonenya untuk mengambil gambar kami semua yang sedang menikmati makan siang hasil masakan istrinya. Tanpa mengenal batasan mana kaya atau miskin, mana cantik atau jelek, mana lebih pintar atau tidak; wisatawan, warga Baduy luar dan Baduy dalam bersatu dalam irama kebersamaan. Tanpa canggung, tanpa kesan meremehkan, suasana siang itu terasa hangat seperti keluarga.

 

[caption caption="rombongan bersama warga Baduy Dalam"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun