Elvis melongo. Di hadapannya, ayahnya yang selama ini tampak gagah, terlihat lemah. Berbaring di tempat tidur, tak sadarkan diri. Sebuah potongan kaca melesak ke dalam dahinya. Darah mengucur dari hampir seluruh wajahnya.
Ibu Elden, berbaring dengan kondisi mengenaskan. Rambutnya yang tadi terlihat rapi dan anggun, kini acak-acakan. Dress putih selututnya juga bersimbah darah. Kondisi wajahnya, kurang lebih seperti suaminya. Eglantine hanya memegang erat tangan Elden. "Kak, apa ibu minggu depan bisa menghadiri pertemuan orangtua? Ibu nanti bisa bertemu wali kelas Elie, Mister Otzie. Orangnya seru dan ramah. Apa ibu bisa datang?"
Elden menatap Eglantine, tak menggeleng, ataupun mengangguk. Ia hanya mengucapkan satu kalimat, "Nanti kakak saja yang datang, ya?"
Lalu seorang dokter dan beberapa suster datang ke ruangan itu, dan terus memberikan pertolongan, dengan alat-alat yang tidak Elden ketahui fungsinya untuk apa.
"Defibrilator! Defirbrilator! Suster Mila!" seru dr. Dirga. Sejumlah suster tampak sibuk, itu menguras peluh mereka, dan pada akhirnya, terdengar bunyi mesin memanjang, konstan. Tiada henti, tiada jeda. Dokter dan 4 suster yang ada di ruangan itu menunduk, dan menatap kami. Maaf, ayah ibu kalian sudah tak bisa diselamatkan.
"AYAH! IBU! JANGAN PERGI!" Eglantine histeris. Bulir-bulir air matanya yang sejak tadi ia tahan, akhirnya tumpah juga. Elden mengelus rambut adiknya itu, sementara dia yang lebih besar sudah sadar, bahwa ia harus lebih tegar dari adiknya. Eglantine menatap kakaknya, lalu memukulnya beberapa kali, "Elie gak mau kak Elden yang datang! Elie mau ibu! ELIE MAU IBU!"
Dan Elden berusaha menenangkan adiknya itu. Mau tidak mau, kehidupan mereka akan berubah selepas orangtuanya tiada.
Demi melihat wajah dr. Dirga dan 4 suster itu saja, sebenarnya Elden sudah tahu. Tidak ada yang bisa dilakukannya, ini semua kehendak Tuhan. Tak lama kemudian Elden menghubungi keluarga besarnya dengan ponselnya.
Tante Lasvee dan keluarganya yang pertama datang. Ia histeris melihat kondisi kakak perempuan dan kakak iparnya itu. Tante Lasvee paling dekat dengan ibu. Maka dari itu beliau terlihat begitu terpuruk.
Elden menghela napas, sesekali mengusap air mata di pelupuk matanya. Ia bingung, kepada siapakah nanti ia menceritakan masalahnya, dan mendapat ketenangan setelahnya? Siapa nanti yang akan mengantarnya ke sekolah? Jawabannya: ia sendiri.
***