Mohon tunggu...
Nurul Selen Azizah ASP
Nurul Selen Azizah ASP Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Planologi ITS 2015

Selanjutnya

Tutup

Money

Utang untuk LRT Palembang, Aku Sih "No"!

16 Desember 2017   09:07 Diperbarui: 16 Desember 2017   09:41 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membangun transportasi umum yang nyaman dan tentunya murah menjadi salah satu hal yang sedang populer dilakukan oleh negara-negara berkembang di Dunia. Indonesia tidak kalah untuk mengikuti trend yang ada. Dengan jumlah penduduk sebanyak 258.704.900 jiwa  (Statistical Yearbook of Indonesia 2017), transportasi umum menjadi salah satu concern pemerintah saat ini. Salah satu proyek pendukung yang dilakukan adalah pada pembangunan LRT Palembang. 

Penyelenggaraan Event Internasional Asean Games yang secara kebetulan singgah di Provinsi Sumatera Selatan menjadi salah satu sebab musabab percepatan penyelenggaraan Kereta Api Ringan pembangunan  light rail transit/LRT sebagai salah satu transportasi massal dengan kapasitas angkut menengah. Proyek ini dipegang langsung oleh Kementerian Perhubungan.

www.kompasiana.com
www.kompasiana.com
Sebelumnya Palembang merencanakan membangun monorel, namun rencana pembangunan monorel tersebut kemudian dibatalkan karena kesulitan mencari investor yang dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu serta proyek dianggap kurang menguntungkan kemudian diganti dengan LRT yang dianggap lebih efektif. Proyek senilai 7,2 trilyun rupiah ini pada tahun 2016 dibiayai oleh PT Waskita Karya. Selanjutnya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan mengalokasikan anggaran pembiayaan proyek tersebut pada APBN 2017 dan 2018. Sayangnya pada tahun 2017 ini terjadi pemangkasan dana alokasi anggaran pembangunan prasarana kereta ringan atau light rail transit Palembang, Sumatra Selatan, sebesar 50% menjadi Rp 2 triliun dari Rp 4 triliun.

Lalu bagaimana mengatasi hal seperti ini?

Apakah Indonesia harus meninjam kepada negara tetangga?

Atau Indonesia perlu mengemis bantuan demi memiliki LRT baru?

Sumber pembiayaan yang hanya mengandalkan APBN atau APBD menjadi salah satu penyebab proyek-proyek selalu mangkrak. Skema pembiayaan yang hanya mengandalkan APBD saja tidak akan membawa daerah-daerah di Indonesia ke tahap pembangunan lebih maju. Alokasi APBN dan APBD dengan jumlah banyak ternyata tidak menjamin keberlanjutan perputaran uang dalam suatu proyek, salah satu contohnya pada LRT Palembang ini. Mengandalkan dana konvensional, ternyata dana dipangkas hampir habis-habisan. Sekarang ini sudah tidak jaman! Skema pembiayaan baru yang inovatif tentunya bukan hutang atau menunggu belas kasih negara lain menjadi hal yang harus diasah kreatifitasnya.

Pilihan pembiayaan atau alternatif pembiayaan lain selain APBN dan APBD sangat banyak, namun apa yang paling dapat diaplikasikan?

Sejauh ini pembiayaan yang sering dilakukan oleh Indonesia adalah dengan menggandeng pihak swasta untuk melakukan kerjasama. Pada pembiayaan LRT ini Pemerintah cukup berhasil menggaet kerjasama salah satunya dengan Bank Sumsel Babel. Bank Sumsel Babel bersama kreditor sindikasi proyek prasarana Light Rail Transit Palembang telah mencairkan pinjaman tahap pertama sebesar Rp1,8 triliun kepada PT Waskita Karya (Persero) Tbk. 

Pemberi kredit sindikasi pembiayaan LRT Palembang terdiri dari PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk atau BNI sebagai original mandated lead arranger and book runner, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd (BTMU) sebagai mandated lead arranger. Selain itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI, PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk atau Bank BJB selaku arranger. Adapun, PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung atau Bank Sumsel Babel bertindak sebagai partisipan.

Lalu apa yang didapatkan oleh investor perbankan diatas?

Ternyata Selain kredit sindikasi, BNI dan Bank Sumsel Babel juga terus menjajaki berbagai sinergi untuk meningkatkan layanan kedua bank. Salah satunya adalah kolaborasi untuk membangun sistem interkoneksi layanan uang elektronik. Sinergi itu memungkinkan layanan uang elektronik BSB Cash milik Bank Sumsel Babel tersambung dengan mesin-mesin electronic data capture (EDC) BNI. Sebaliknya, pelanggan Tap Cash BNI juga dapat mengakses EDC milik Bank Sumsel Babel. 

Sehingga antara pihak swasta atau BUMN dan Pemerintah tetap untung. Saat ini Kementerian Keuangan memang menyediakan berbagai fasilitas bagi pihak swasta untuk membangun proyek infrastruktur, yaitu VGF, penjaminan infrastruktur, dan project development facility (PDF). Ada pula skema pengembalian investasi proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yakni availability payment (AP).  Merujuk ke pengalaman pemerintah daerah di negara maju pembiayaan pembangunan yang bisa dilakukan pemerintah daerah yaitu dengan Public Private Partnership (PPP) namun dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Skema PPP sudah tidak asing lagi, skema ini menjadi skema populer yang dilakukan di Indonesia. Namun sayangnya penerapan skema ini untuk program seperti transportasi massal atau infrastruktur daerah masih sulit dilakukan. Karena menimbang program sejenis ini menuntut adanya government guarantee atau viability gap fund yang perlu dialokasikan oleh pemerintah. Salah satu yang bisa dicontoh adalah pada studi kasus di Britania Raya yang akhirnya menemukan skema 'installment' setelah 20 tahun melakukan berbagai eksperimen pembiayaan pembangunan yaitu dengn swasta membangun sebuah proyek pada standar tertentu, lalu pemerintah daerah menyicil untuk kurun waktu tertentu.

 Logika yang serupa seperti seseorang menyicil rumah atau kendaraan. Dengan skema ini, pemerintah daerah bisa membangun lebih banyak pembangunan dalam waktu yang lebih singkat. Selain itu kebijakan di California, Amerika Serikat juga dapat dijadikan refrensi. Sebagai contoh, pemerintah membangun sebuah jalan/perbaikan jalan di jalur tertentu maka penerima manfaat (warga di sekitar jalan atau industri yang menggunakan jalan tersebut sebagai jalur logistik) akan dikenakan pajak tambahan untuk kurun waktu tertentu. Perkembangan PPP kini semakin dinamis dan patut di eksplorasi lebih jauh oleh pemerintah agar mampu menjadi alternatif solusi pembiayaan pembangunan.

Jadi masih berfikir untuk hutang dan mengemis bantuan ke negara lain?

Refrensi :

  • Dokumen PQ LRT Palembang
  • Media Keuangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
  • Kajian Awal Prastudi Kelayakan Proyek LRT Palembang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun