Mohon tunggu...
Harun Al Rasyid Selano
Harun Al Rasyid Selano Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sorong, Komisariat UNIMUDA.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengapa Manusia Beragama? (Bagian 3)

29 Mei 2020   07:38 Diperbarui: 29 Mei 2020   11:19 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah, karena manusia itu lebih cenderung untuk menggunakan rasio dan daya intrlektual atau dimensi kognitifnya, maka sebagai konsekuensi logis dari semua itu adalah, manusia akan mencita-citakan sebuah tatanan kehidupan yang berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan-keseimbangan kosmos (alam semesta) agar terdapat sebuah keteraturan dalam tatanan kehidupan baik secara individu maupun secara kolektif. 

Namun kadang kala, karena nafsu kebinatangan yang juga merupakan bagian dari potensi manusia yang ada dalam dirinya, manusia seringkali bersinggungan dengan sesamanya atau bersinggungan dengan alam raya ini dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut sehingga melahirkan tatanan kehidupan yang kacau (Chaos). 

Oleh karena semua hal semacam itu, sebagaimana yang telah kami nyatakan sebelumnya, bahwa keterbatasan dan ketidak-mampuan manusia dalam mengetahui segala macam bentuk dari gejala-gejala alam, baik yang berjalan secara harmonis dan teratur, dan yang terjadi secara tidak harmonis atau kacau (chaos) yang senantiasa terjadi di atas jagat ini, hal itu semua menyebabkan seseorang menjadi bertanya-tanya dengan penuh keheranan pada dirinya sendiri, mengapa semua bisa terjadi seperti ini, mengapa ada gempa bumi, mengapa ada tanah longsor, mengapa ada gunung bisa meletus, dan bagaimana cara memperbaiki kerusakan atau kekacauan kosmos yang ada. 

Nah, pertanyaan-pertanyaan yang kemudian muncul sebagai respon dari situasi dan kondisi yang ada seperti itu menyebabkan manusia memiliki kepekaan intelektual atau rasa ingin tahu (sense of cariousity). Rasa ingin tahu atau dimensi intelektual yang ada pada diri manusia seperti inilah kemudian membawanya kepada suatu alam fantasi atau khayalan berupa imajinasi-imajinasi yang positif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. 

Oleh karena adanya pandangan yang imajinatif seperti itu, sehingga seseorang akan membayangkan berdasarkan kemampuan intelektualnya bahwa harus ada suatu kekuatan besar yang berada di luar dimensi manusia untuk mengatur semua alam raya ini agar tetap berjalan sebaimana kedaannya dalam sebuah keteraturan. 

Nah, kekuatan besar yang bisa mengatur alam raya ini sebgaimana yang terlintas dalam benak manusia sebagai hasil dari imajinasi dengan menggunakan dimensi kognitifnya, itulah yang kemudian disebut atau dinamakan sebagai tuhan, dewa, sang hyang widi, dan dan istilah-istilah lain sebagainya tergantung pada konsep kepercayaan agama masing-masing. 

Lebih jauh, dimensi intelektual atau rasa ingin tahu (sense of cariousity) yang melekat dalam diri manusia itu juga yang kemudian membuatnya berpikir dan bertanya-tanya, mengapa saya bisa ada di dunia ini, dari mana saya berasal, apa tujuan hidup saya disini, kemana setelah ini saya akan pergi, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul kemudian sebagai respon dari kegelisahan seseorang dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dalam koamos ini. 

Bersambung... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun