Bayangkan sebuah debat, apakah gelar sarjana harus jadi syarat mutlak untuk memimpin negeri? Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja menutup pintu itu lagi. Dalam putusan terakhir, MK menolak permohonan yang meminta syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden diubah dari minimal tamat SMA menjadi minimal S1. Putusan ini dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 154/PUU-XXIII/2025 pada 29 September 2025.
Mengapa MK menolak?
MK menegaskan bahwa penetapan syarat pendidikan termasuk ke ranah kebijakan hukum terbuka yang menjadi wewenang pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah). MK berpendirian bahwa menaikkan ambang pendidikan menjadi S1 berpotensi mempersempit hak politik warga negara dan tidak ada pelanggaran konstitusi yang cukup kuat untuk membatalkan ketentuan saat ini. Pernyataan putusan "Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya" secara resmi menutup upaya uji materi ini.
Sebenarnya ini bukan pertama kali. Pada putusan sebelumnya MK juga menolak gagasan yang sama (Putusan Nomor 87/PUU-XXIII/2025 pada Juli 2025), sehingga putusan kini menguatkan lini argumentasi pengadilan tentang relevansi dan dampak sosial-konstitusional dari perubahan syarat pendidikan.
Intisari putusan:
MK menolak seluruh permohonan uji materi terkait syarat pendidikan capres/cawapres.
Alasan utama menaikkan syarat pendidikan bisa membatasi hak politik warga.
Syarat minimal tetap tamat SMA atau sederajat sesuai UU Pemilu.
Validasi tetap Diperlukan!
Keputusan MK ini punya beberapa implikasi nyata yang perlu dicermati: