Mohon tunggu...
selamat martua
selamat martua Mohon Tunggu... Penulis - Marketer dan Penulis

Hobby: Menulis, membaca dan diskusi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Sekardus Mangga

30 Oktober 2020   09:22 Diperbarui: 30 Oktober 2020   09:31 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Emang kenapa, enggak boleh punya Eyang Kakung?" Aku balik bertanya.

"Bah, macam mana pulak Kau ini. Yang ada itu Opung!" jawab mas Gatot sambil bercanda.

"Adaptasilaaaah!" Jawabku pendek.

Eyang kakung ini adalah orang yang Aku anggap orang tua sendiri, ketika Aku berada di rantau. Bagiku menghormati setiap orang tua adalah bahagian dari pengabdian terhadap orangtuaku yang telah tiada. Banyak para orang tua yang Kami anggap sebagai Aki, Embah, Opa, Kakek dari anak-anaku. Eyang Kakung dan Eyang Uti adalah orang tua Kami yang paling istimewa.

Kami bersua tatkala Bersama-sama satu rombongan umroh. Mereka berangkat dengan Kelurga besar dan Kami juga Bersama rombongan keluarga kecil serta kawan-kawan lainnya. 

Pertemuan pertama berkesan biasa saja seperti rombongan lain dan Kami ngobrol tentang asal muasal dan kehidupan sehari-hari. Aku mulai tertarik dengan Eyang kakung, ketika mendengar kisah perjalanan hidup dan obsesi-obsesinya. Beliau sangat bersemangat dan ada kemiripan dengan kisah orangtuaku disaat memutuskan untuk merantau ke Kota.


Seperti biasa, kebanyakan rombongan Umroh akan berkumpul dengan masing-masing kelompok atau berkumpul menyesuaikan gender. Bersamaan dengan kegiatan Umroh, Putra Beliau ditunjuk menjadi pimpinan rombongan, sehingga tidak punya banyak waktu untuk berkumpul dengan Keluarganya. Aku melihat Eyang kakung sering tertinggal rombongan, karena memang berjalan perlahan dan sering membelok ke rombongan lain.

Aku berdiskusi dengan keluarga dan kawan-kawan untuk menyusun rencana yang lebih matang dan agar bisa saling menjaga agar tiap kelompok bisa berkumpul dan menyelesaikan aktifitas tepat waktu. Melihat situasi ini, Aku menawarkan diri untuk beraktifitas Bersama-sama Eyang Kakung, sehingga Putra Beliau bisa fokus mengelola aktifitas sebagai Ketua rombongan.

Hari demi hari, Kami lalui Bersama-sama, baik dengan keluargaku atau terkadang Kami berjalan berdua sambil melihat beragam aktifitas yang ada di Mekkah maupun Medinah. Aku mendapatkan trik jitu untuk meningkatkan semangat Eyang kakung, ketika Ia terlihat mulai lelah. Memancing cerita tentang masa lalu mampu mengembalikan energinya kembali dan ini menjadi satu instropeksi bagiku, mungkin disaat aku seusia Beliau bisa jadi akan punya prilaku yang sama.

Persahabatan Kami terus berlanjut dan akhirnya timbul benih persaudaraan dalam Keluargaku dan keluarga Eyang Kakung. Kalau biasanya kami mudik berlebaran ke Sumatera, sekarang kami punya tujuan mudik yang baru dan mendapatkan suasana kekeluargaan yang berbeda. Putriku juga merasa memiliki Eyang kakung setelah Aki dan Nini Mereka semua telah tiada.

Memang Eyang kakung tidak tinggal sekota dengan kami. Beliau berdomisili di jawa Timur, sehingga momen bersua tidak bisa dilakukan setiap saat. Namun komunikasi yang kami lakukan sangat intens dan membuat persaudaraan kami semakin erat. Namanya orang tua, selalu ingin mengungkapkan rasa sayangnya dengan mengirimkan beragam oleh-oleh untuk Kami. Terkadang oleh-oleh itu hanya dirikimkan ke Keluarga Kami, sedangkan ke Putra-putri Beliau dikirim setelah ada komplain dari Mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun