Intensitas menatap layar smartphone maupun laptop meningkat dari biasanya. Apabila dikalkulasikan, melansir pada Tempo.co pada 2017 survei yang dilakukan oleh ABC dengan melibatkan 1.400 partisipan di Australia mengatakan bahwa semakin muda usia, semakin sering juga menggunakan telepon genggam selama lebih dari tiga jam. Survey tersebut baru mengkalkulasikan penggunaan sosial media, belum pada jangka waktu yang otomatis bertambah selama kuliah daring.
Belajar secara online selain membuat mata perih, kepala bagian belakang tegang, terutama jenuh kian menjadi. Melihat kondisi tersebut, perlu untuk menentukan waktu merehatkan pikiran. Salah satunya dengan berpuasa sosial media.
Mengapa harus berpuasa sosmed? Sebab seringkali sosial media lah yang membuat pikiran menjadi kurang fokus, lelah secara mental dan emosi, dan bahkan sering merasa cemas.
Menerapkan langkah ini dapat menjadi langkah mengurangi stress dan letih pikiran. Selain itu, kuliah daring hanya memanfaatkan fitur aplikasi yang pro terhadap kebutuhan meeting class, seperti WhatsApp Group (WAG), Zoom Meet, Google Meet, Jitsi Meet, dan hanya sebagian kecil dosen menggunakan Facebook.
Apabila mencontoh pada apa yang dilakukan oleh Nadiem Makarim, ia telah lama menerapkan untuk mengurangi intensitas penggunaan sosial media. Ia merasa lebih santai, karena tidak terpengaruh dengan postingan kawan di beranda sosmed yang sebenarnya belum tentu sama dengan keadaan sebenarnya. Atau mengurusi komentar-komentar nettizen. Hal inilah yang disebut dengan detoks digital.
Berpuasa media sosial setidaknya mengurangi penggunaan smartphone setelah letih memantau kuliah online. Memilih untuk meng uninstall sejenak media sosial yang tidak terlalu penting memanfaatkan waktu luang yang biasanya diisi dengan bermain gadget bisa dioptimalkan untuk istirahat.
