Mohon tunggu...
Sekar Padma
Sekar Padma Mohon Tunggu... -

seorang perempuan biasa yang sedang belajar mendalami sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pembalasan Ternikmat

6 September 2011   06:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:12 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan deras mengguyur kota Pekanbaru sedari sore. Menjadikan kota yang biasanya sangat panas itu menjadi terasa dingin. Namun hawanya tak mampu meredam amarah yang meluap di dada Dina. Bau tanah basah yang pada kondisi normal sangat Dina sukai, saat itupun tak mempan memberikan efek penenang baginya.

Pertengkarannya dengan Donny dari pagi hingga petang tadi, telah mengubah udara yang awalnya kuyup berubah menjadi bara. Cekcok yang selalu disebabkan masalah yang sama, namun tak pernah tuntas penyelesaiannya. Bagai duri dalam tenggorok yang alot untuk dicabut hingga terus menerus menohok. Lantas terjadilah adu mulut hingga adu sikut, kala Donny berusaha menenangkan Dina dengan memeluk perempuan itu, di mana hal itu justru membuat Dina makin membumbung amarahnya dan meronta. Keributan itupun akhirnya berujung dengan diusirnya Donny dari rumah Dina. Lelaki itu kemudian mengalah, menyingkir dari arena perang. Dipikirnya, percuma juga meladeni hati seorang perempuan yang sedang meradang.

*****

Dina menghela nafasnya dalam-dalam, mencoba membuat emosinya sedikit teredam. Kepergian Donny tadi memang tidak segera melenyapkan kalapnya. Makiannya masih berlanjut lewat SMS yang dikirimnya, namun lelaki yang rencananya hendak ia nikahi bulan depan itu tak lagi menanggapinya. Dan api pun padam dengan sendirinya, seiring dengan kewarasan yang kembali menyeruak, sebelum akhirnya Dina memutuskan untuk menghibur diri dengan aromatherapy.

Gontai, Dina menuju kamar mandi yang menyatu dengan ruang tidurnya, tanpa sekat. Diisinya jacuzzi dengan air panas hingga hampir penuh, lalu dibubuhinya dengan lavender oil dan bath foam serta bath salt beraroma sama. Ditanggalkannya satu demi satu kain yang menempel di tubuhnya. Dibiarkannya terserak di lantai kamar mandi begitu saja. Segera setelah itu Dina tenggelam dalam kehangatan busa wangi yang menggoda indera penciumannya, karam dalam buaian rasa.

*****

Dari kejauhan, adzan subuh samar terdengar. Dina melirik ke arah jam dinding selintas. Sudah jam 04.30. Resah hatinya masih saja membuatnya sulit tidur hingga dini hari seperti ini. Dicobanya memejamkan matanya kembali, sembari mengatur aliran oksigen di dadanya yang masih menyisakan sesak. Menahan frustasi yang membludak. Benar-benar telah dikuburnya keinginan untuk melanjutkan angan-angan indahnya tentang perkawinan. Cukup sudah. Hampir satu tahun rencana itu disusun dan buyar satu demi satu, hanya gara-gara seorang perempuan jahanam dari masa lalu Donny kembali hadir mengganggu hubungan mereka. Seorang perempuan yang sebenarnya tak pernah Donny lupakan seumur hidupnya, walau banyak perempuan telah singgah di hatinya. Termasuk Dina, calon istrinya. Mala, nama perempuan itu.

Nama yang sangat sesuai untuk perempuan pembawa petaka seperti dia. Jika mau dibukukan mungkin sudah bisa menjadi novel semua sumpah serapah yang Dina ucap untuk perempuan itu. Perempuan munafik yang menyembunyikan kebusukannya di balik kerudung kealimannya, membuatnya seakan-akan perempuan paling suci di dunia. Padahal ia hanyalah seorang perempuan bersuami yang sakit jiwa dan tidak pernah puas hanya dengan satu laki-laki saja. Dan Donny, adalah salah satu laki-laki tolol yang masuk ke dalam perangkap muka malaikatnya.

Entah apa yang sudah dicekokkan Mala ke mulut Donny, sehingga bayangan perempuan itu melekat kuat di hati laki-laki yang sangat dicintainya itu. Mengakibatkan apapun yang dilakukan Dina seakan tak ada artinya, manakala nama Mala muncul dalam perdebatan mereka. Selalu akhirnya iayang dikalahkan dan dipersalahkan.

Lelah Dina menghadapi ketidakpedulian yang ditunjukkan oleh Donny akan masalah ini. Dianggapnya enteng saja sesuatu yang membuat Dina serasa mendekap bom atom dalam dadanya. Kali ini, tak ada ampun lagi bagi perempuan pembawa kesialan dalam hidupnya itu. Ada harga yang harus dibayar untuk kehormatannya di mata Donny yang sudah telanjur tercabik-cabik. Dan itu tidak murah.

*****

Sementara itu, di sudut lain kota, di sebuah klub malam yang berada di Grand Jatra Hotel.

Donny duduk seorang diri, hanya ditemani kepulan asap rokoknya yang entah sudah ke berapa puluh batang dan sebotol Red Label. Waitress sudah berkali-kali mengganti asbaknya yang penuh dengan puntung. Kencangnya alunan musik techno bergema di seluruh ruangan serta lalu lalang perempuan-perempuan cantik dengan dandanan sexy, yang beberapa di antaranya menggoda untuk mengajaknya turun ke lantai dansa, sama sekali tak digubrisnya. Seakan tak ingin diusik keasyikannya dengan pikirannya sendiri.

Donny terbayang kembali akan kejadian sepanjang hari itu. Menyesal, rasa itulah sebenarnya kini yang teronggok di hatinya. Bukan maksud Donny untuk menyakiti Dina dengan masih menggenggam nama Mala di hidupnya, yang sesekali tak sengaja tercetus dari mulutnya sehingga membuat Dina terbakar oleh cemburu. Ia sadar, Dina sangat mencintainya. Dan iapun tak mau kehilangan perempuan ini. Perempuan yang sudah sangat tulus memberikan hatinya untuk laki-laki bejat sepertinya, yang tak pernah menuntut apa-apa darinya kecuali sebuah kesetiaan. Tetap mau merawat dan memperhatikan segala keperluannya, walaupun yang ia beri kepada Dina hanyalah luka.

Bukan rasa cinta sebenarnya yang tersisa dalam kenangan Donny tentang Mala, tapi dendam. Dendam yang membuatnya terikat oleh pedih tak berkesudahan, menyiksa ingatannya selama ini. Bagaimana tidak, Mala meninggalkannya setelah enam tahun hubungan mereka, hanya karena ia belum memiliki pekerjaan tetap Cuma seorang pemusik yang menyambung hidupnya dengan mengamen dari café ke café. Mengkhianatinya untuk menikah dengan laki-laki yang ternyata tak lebih baik juga darinya, hanya seorang pengangguran yang menjadi benalu bagi perempuan yang dulu sangat dicintainya itu. Dengan seenaknya Mala kadang muncul dan menghilang lagi dari hidupnya, mempermainkan perasaannya. Datang hanya saat perempuan itu memerlukan dirinya sebagai pelepasan nafsu. Padahal ia setia menunggu Mala di kota ini selama bertahun-tahun, sejak tahun kedua hubungan mereka, saat Mala dibawa ibunya untuk pindah ke Jakarta. Berharap suatu hari ia akan mempunyai cukup uang untuk menyusul Mala, mewujudkan mimpi-mimpi yang pernah mereka renda bersama. Namun semua itu musnah, termutilasi oleh keputusan Mala menyanding lelaki lain dalam hidupnya, yang menggores sangat dalam di hati Donny, tak terobati hingga kini. Sebab itulah, Donny tak pernah bisa yakin lagi berhubungan dengan perempuan manapun. Tak ada lagi keinginannya untuk berkomitmen dengan siapapun, hingga akhirnya ia bertemu dengan Dina. Perempuan yang secara fisik mengingatkannya pada Mala.

“Aku harus bisa melupakan Mala. Memaafkan semua pengkhianatannya, agar perasaanku pun tak terikat lagi padanya. Dina tak pantas untuk kujadikan pelampiasan kekecewaanku terhadap Mala, seperti perempuan-perempuan lainnya. Dia sudah sangat baik padaku. Mulai hari ini aku harus mampu menghapus Mala dari ingatanku,” tekad Donny dalam hatinya, sebelum ia menghabiskan gelas terakhir minumannya dan meninggalkan kebisingan klub malam yang makin larut makin ramai itu.

*****

Ada satu hal yang Donny tidak ketahui tentang Dina. Donny hanya mengenal Dina sebagai seorang pengusaha salon yang sukses di kota minyak yang ada di provinsi kepulauan itu. Donny takkan pernah menduga, bahwa Dina adalah tangan kanan pimpinan sebuah sindikat women trafficking yang dikenal sangat kejam di dunia hitam ini. Mengeksekusi calon korban yang ia kehendaki terlaksana dalam waktu sekejap bukan hal yang sulit baginya. Tak seorangpun anak buah yang berani melawannya, jika tak ingin merasakan akibat dari kemurkaan perempuan berdarah dingin ini.

Dan perempuan bodoh bernama Mala itu telah berani menantang Dina. Mala memang tidak tahu siapa yang dihadapinya. Jika tahu, ia pasti akan berpikir ribuan kali berurusan dengan Dina. Siang harinya, begitu terbangun dari tidur,Dina langsung teringat kembali kepedihannya atas caci maki Donny semalam, hanya demi membela Mala. Di tengah kegalauannya, tanpa pikir panjang lagi Dina menghubungi salah seorang kaki tangannya yang selama ini dikenal paling gesit dan rapi pekerjaannya lewat telepon genggamnya, untuk menghadapkan Mala kepadanya. Randy. Laki-laki bertubuh tinggi besar dengan tattoo ular kobra yang terukir di lengannya. Laki-laki yang sangat setia pada semua titahnya, karena ia tahu diam-diam laki-laki itu menyimpan cinta untuknya.

Hanya selang sekitar satu jam sesudah itu, Randy segera menemuinya. Tak banyak yang Dina instruksikan kepada laki-laki itu. Ia hanya memberikan sebuah foto dan secarik kertas bertuliskan sebuah nama dan alamat, lalu berkata, “Angkat barang ini, lalu letakkan di tempat biasa,” Cuma itu saja kata-kata yang keluar dari bibir sensual perempuan cantik itu. Namun Randy sudah paham apa maksudnya.

*****

Tiga hari kemudian.

Dengan tenang Dina berjalan menuju ruang basement sebuah bangunan gudang di daerah Panam. Dilihatnya Mala sudah terduduk dalam keadaan terikat di suatu ruangan yang biasa dipakai untuk menyekap para korban, sebelum mereka dikirim untuk dijual ke luar negeri lewat Batam. Nampak kini perempuan yang dibencinya itu belum apa-apa sudah memamerkan raut wajah ketakutan. Ya, perempuan itu sudah sadar apa kesalahannya, sehingga Dina tak perlu lagi menguraikannya satu per satu.

Tanpa banyak bicara, Dina mencabut samurai yang terselip di pinggang Randy. Hanya dalam hitungan detik, ia tuntaskan segala kegeraman di hatinya. Teriakan kecil dari mulut Mala sempat terdengar, sebelum suasana kembali sunyi dan yang ada hanya suara tebasan senjata tajam beberapa kali. Tersenyum puas Dina setelah itu, dengan baju terkena percikan noda darah di sana-sini. “Bereskan,” perintahnya pendek kepada Randy, seraya menyerahkan kembali samurai berlumur cairan merah kental yang baru saja ia pergunakan kepada pemiliknya. Bergegas Dina ke toilet untuk mengganti bajunya, lalu beberapa menit kemudianmeninggalkan gudang itu menuju pusat kota, di mana salon yang menjadi bisnis halalnya berada.

*****

Seminggu sejak kejadian itu, di meja makan hampir tiap hari terhidang aneka olahan daging yang lezat. Dina memandangi wajah Donny yang hari itu kelihatan begitu lahap menyantap semur bikinannya. “Tambah lagi lauknya, sayang..” tawar Dina kepada Donny. Lelaki itupun mengangguk, tanpa kata, hanya melempar senyum sebagai tanda terima kasihnya. Kemarin, Dina membuatkan rendang hitam kesukaannya, dengan sedikit cabai, karena perut Donny memang tidak bisa melahap makanan yang terlalu pedas. Dan besok, rencananya Dina ingin memasak rawon yang biasanya akan lebih sedap bila dibuat dengan daging shankle yang gurih karena berotot namun sedikit lemak.

Memang, Donny sangat menggemari apapun santapan yang Dina sajikan untuknya. Salah satu hal yang membuat Dina tersanjung karenanya, selain perlakuan Donny yang begitu memanjakannya. Tak pernah didapatnya perlakuan semanis itu dari laki-laki lain yang pernah ada dalam hidupnya. Andai saja Mala tak pernah ada dalam kehidupan Donny, mungkin ia akan jadi laki-laki paling sempurna di dunia bagi Dina..

Esok harinya, pagi-pagi Dina pun mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak rawon. Sebelum memasukkan bumbu-bumbunya ke dalam food processor untuk dihaluskan, diambilnya sebongkah daging dari freezer besar tempat ia biasa menyimpan persediaan makanannya, untuk di-thawing ke dalam microwave. Sepotong betis putih mulus yang masih beku. Milik Mala. Dan di dalam lemari pembeku itu, masih tersisa beberapa bongkah daging dan organ-organ tubuh Mala lainnya, untuk dimasaknya beberapa hari ke depan. Yang belum terpikirkan oleh Dina hendak diolah menjadi apa selanjutnya.

Sindanglaya, 30 Juni 2011

Keterangan :

shankle : daging bagian betis pada sapi

thawing : proses panas dimana perubahan dari sesuatu yang solid ke cair

Gambar diambil dari SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun