Ada jeda lama yang kurasakan seolah-olah waktu berhenti bergerak. Mata kami bertemu, berusaha bicara tanpa kata. Sungguh, ini seperti menggapai-gapai udara ketika kau tenggelam, seperti meraba dalam gelap. Aku bingung menerjemahkan tatapan mata Artemis. Aku begitu sibuk dengan pikiranku hingga tak menyadari Artemis sudah berada di hadapanku. Kami hanya terhalang satu piano portable.
Artemis tersenyum dan berkata, "Aku baru menyadari ada orang lain di sini."
Aku balas tersenyum karena sesungguhnya aku masih bingung dengan segalanya, termasuk makna dari ucapannya yang baru saja.
Artemis tetap seperti Dewi Hutan dalam bayanganku selama ini, kecuali tatapan matanya. Di balik mata cokelat tuanya yang selalu sempurna, aku melihat versi Artemis yang berbeda. Entah apa yang lain dari dirinya.
Sebuah tangan berkulit pucat terulur ke arahku. "Aku Artemis," katanya. "Boleh kutahu namamu?"
Oh, tidak!
--- moy ---
Artikel pertama tayang di blogspot.