Mohon tunggu...
Sefian Wisnu
Sefian Wisnu Mohon Tunggu... Ada

Saya senang berimajinasi

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Liga Tidak Berkualitas dan Timnas Sulit Berprestasi Akibat 4 Faktor Ini

18 November 2020   23:00 Diperbarui: 19 November 2020   16:23 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Profesionalisme manajemen Bali United misalnya, menyewa dan mengelola stadion Kapten I Wayan Dipta untuk jangka panjang. Stadion tersebut  disulap menjadi stadion dengan fasilitas mewah dan menarik serta dimanfaatkan untuk area komersial yang menghasilkan ketika tidak ada pertandingan sepak bola.Tidak hanya itu, profesionalisme manajemen Bali United juga dapat dilihat dari keseriusan manajemen memenuhi fasilitas pendukung bagi klub, seperti penyediaan lapangan latihan pribadi, penyediaan transportasi berupa bis pribadi, dan penyediaan mess bagi skuad Serdadu Tridatu. Selain itu, Bali united juga menjalin banyak kerja sama dengan investor besar sehingga banyak sponsor ternama yang tertarik berinvestasi di klub ini. Bali United dapat menjadi salah satu contoh klub yang berorientasi pada pengembangan sepak bola modern dengan manajemen yang sehat dan profesional.

Faktor yang ketiga, mental pemain yang cepat puas, penyakit star syndrome, serta tidak berani keluar dari zona nyaman. Sudah tidak asing bagi pecinta sepak bola dengan pemain yang diberitakan di berbagai media massa karena menolak tawaran bermain di luar negeri dengan alasan tidak ingin jauh dari keluarga, takut tidak bisa beradaptasi dengan bahasa dan budaya di negara lain, khawatir hanya akan menjadi pemain cadangan, dan banyak hal lainnya yang membuat pemain-pemain Indonesia enggan berkarir di luar negeri.Banyak pemain sepak bola di Indonesia memiliki skill yang bagus tetapi tidak memiliki mental untuk keluar dari zona nyaman sehingga pengalamanya hanya akan berkutat di level yang sama dan tidak berkembang dengan baik. Sepak bola saat ini tidak hanya mengandalkan skill individu saja melainkan perlu adanya pemahaman teknik bermain yang baik dan kerja sama antar tim yang solid.

Pemain harus sadar dengan kapastias dan kemampuanya, begitu juga dengan pola latihan yang dibutuhkan serta bagaimana cara menjaga kondisi kebugaran layaknya pemain sepak bola profesional di negara maju. Ketika pemain sepak bola memiliki mindset yang tidak disiplin atau tidak profesional baik dalam menjaga pola makan yang sehat, mengatur pola istirahat yang cukup, dan mengatur pola latihan yang baik maka sudah sewajarnya sebagai pemain sepak bola profesional siap untuk menerima kritikan atau bahkan sanksi dari pelatih. Banyak pemain di Indonesia mulai dari pemain usia muda hingga pemain senior belum mampu menerima secara lapang dada kritikan pedas dari warganet di sosial media dan para suporter di stadion. Terkadang kritikan tersebut dianggap sebagai hujatan dan cacian yang tidak dipedulikan oleh pemain. Hal semacam inilah yang membuat kualitas dan mental pemain sepak bola Indonesia hanya berkutat di level yang sama.  

Saat ini hanya beberapa pemain Indonesia yang mampu keluar dari zona nyaman dan mencari tantangan dengan bergabung di klub luar negeri. Pemain yang dapat menjadi contoh yang baik bagi generasi muda sepak bola Indonesia yaitu Yanto Basna yang merantau ke Thailand dan bermain untuk PT Prachuap di liga utama Thailand, Egy Maulana Vikri yang merantau ke Polandia dan bermain di liga utama Polandia bersama Lechia Gdańsk, dan Witan Sulaeman yang merantau ke Serbia dan bermain di liga utama Serbia bersama FK Radnik Surdulica.

Faktor yang keempat, birokrasi pemerintahan yang terlalu rumit. Tidak sedikit klub sepak bola di Indonesia yang hendak menjadi profesional namun terhambat karena rumitnya birokrasi di Indonesia. Mahfud M.D.  penah menyinggung tentang kondisi birokrasi di Indonesia yang dianggap rumit dalam kegiatan Launching Aplikasi Umum SPBE; Bidang Kearsipan Dinamis dan Bidang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik pada hari Selasa, 27 Oktober 2020. Pernyataan tersebut menjadi bukti bahwa birokrasi Indonesia memang rumit.

Manajemen yang ingin mengembangkan fasilitas untuk klub dengan membangun tempat latihan atau mengelola dan menyewa stadion milik pemerintah untuk jangka panjang terkadang masih terhambat oleh kerumitan birokrasi dan kebijakan-kebijakan yang menyulitkan manajemen klub untuk menjadi profesional. Sudah sepatutnya manajemen klub dan pemerintah terkait dapat bersinergi dan berkolaborasi sehingga tercipta kerja sama yang menguntungkan dan bermanfaat bagi kedua belah pihak.  Apabila manajemen klub hendak menyewa stadion jangka panjang pemerintah akan mendapat pemasukan dari hasil sewa jangka panjang tanpa harus banyak mengeluarkan biaya untuk merawat stadion karena manajemen klub akan bertanggungjawab dalam merawat dan mengelola stadion berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dalam kalusul kontrak kerja sama.

Kerja sama dan sinergitas antara pemerintah dan manajemen klub dapat menciptakan hasil yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. pemerintah juga memiliki peran aktif dalam mendukung perkembangan sepak bola di regionnya. Sepak bola yang maju dan berkualitas juga tidak luput dari andil pemerintah dalam menyediakan fasilitas seperti stadion dan lapangan. Oleh karena itu manajemen klub dan pemerintah bersinergi dalam membangun klub sepak bola menuju profesional.

Sepak bola Indonesia tidak pernah kehabisan talenta-talenta muda yang bersinar di setiap generasi. Alangkah baiknya jika talenta-talenta muda ini dibina dan dipersiapkan dengan baik untuk sepak bola Indonesia di masa depan. Harapanya talenta-talenta muda dapat sukses berkarir di liga-liga top Asia atau Eropa. Melatih mental dan karakter, keluar dari zona nyaman, dan tidak cepat puas dapat menjadikan talenta-talenta muda menjadi calon pemain Timnas Indonesia di masa depan yang berkarir di liga-liga ternama dan berkualitas. Selain itu, dengan pengelolaan liga yang tertata dengan baik dan didukung dengan profesionalisme klub bukan suatu kemustahilan bagi Liga 1 Indonesia untuk kembali menjadi salah satu liga Top di Asia dan liga terbaik Asia Tenggara seperti era Galatama 1994 dan era Liga Super Indonesia 2008. Jadi apabila liga tidak berkualitas dan Timnas tidak berprestasi jangan langsun menyalahkan federasi (PSSI), tetapi melakukan evaluasi terlebih dahulu pada diri sendiri, evaluasi perilaku dan mindset suporter, evaluasi profesionalisme manajemen klub, evaluasi mental pemain, dan evaluasi peran pemerintah atau lembaga pemerintahan yang berkaitan dengan bidang olah raga dalam perkembangan olah raga sepak bola di wilayah pemerintahannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun