Mohon tunggu...
sedya pangasih
sedya pangasih Mohon Tunggu... Lainnya - Ekaprasetya Pancakarsa

Berisi tulisan yang masih sangat membutuhkan kritik dan saran. 📌🙏 Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Walisongo Semarang 🪐

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara dalam Perspektif Filsafat Akhlak Mulla Shadra

1 Februari 2022   08:30 Diperbarui: 1 Februari 2022   08:36 2843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

AKTUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT AKHLAK MULLA SHADRA


Oleh :
Sedya Pangasih

Seiring perkembangan globalisasi yang terus berkembang, nampak nya nilai -nilai pancasila sebagai dasar negara mulai dilupakan. Masyarakat sangat terpaku dengan arus perkembangan nya, tidak sadar jiwa-jiwa mereka mulai terbentuk sebagaimana pengaruh globalisasi. Perilaku degradasi moral sebagai hasil buruknya globalisasi. Pakaian, cara bicara dan sopan santun mulai pudar dari masyarakat Indonesia.  Dalam pandangan Mulla Sadra, jiwa adalah substansi imateri yang transenden, namun  menggunakan perangkat jasmani dalam melayani dirinya memenuhi keinginan-keinginannya. Kesempurnaan jiwa manusia menjadi persoalan yang penting untuk mencapai Tuhan. Pengetahuan yang paling mulia adalah pengetahuan tentang Tuhan, karena kesempurnaan jiwa bergantung kepada tercapainya makrifat kepada Tuhan, bukan pada makan, minum dan aktivitas-aktivitas lainnya.


Mulla Sadra meyakini bahwa parameter akhlak adalah akal. Maka dari itu, fakultas intelek harus mendominasi fakultas -fakultas lainnya agar jiwa memiliki jiwa muthma'innah. Majelis Permusyawaratan Rakyat (2013, hal.103) yang terlah menidentifikasikan dalam ketetapan MPR bahwa Ketetapan MPR No/ V /MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan dan Kondisi Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai berikut : Nilai-nilai agamadan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat hal itu akhirnya melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia dan kurangnya pemahaman, penghayatan, dan kepercayaan akan keutamaan nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila pancasila dan keterkaitannya satu sama lain, untuk kemudian diamalkan secara konsisten disegala lapis dan bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.


Tanpa perhatian terhadap dimensi somatik entitas manusia dan tanpa adanya interaksi sosial maka kesempurnaan hakiki dalam filsafat Hikmah/Sandrian merupakan sesuatu yang mustahil.  Filsafat hikmah tidak hanya merupakan sebuah madrasah filsafat dengan teori-teorinya, namun juga merupakan pandangan dunia yang harus dibumikan dalam lakon sehari-hari. Untuk itu, melalui aktualisasi nilai-nilai pancasila sebagai dasar negara dari sila kesatu hingga sila kelima bisa menggambarkan sedikit mengenai pemikiran filsafat akhlak dari Mulla Sadra.


PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA



Sebagai dasar negara, pancasila memiliki kedudukan yang mengikat secara hukum. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Perlu diingat, bahwa pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran yaitu, pokok pikiran persatuan, pokok pikiran keadilan sosial, pokok pikiran kedaulatan rakyat, dan pokok pikiran Ketuhanan. Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini, menjadi penting untuk diterapkan oleh kita bersama baik perilaku para penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, harus sesuai dengan perundangundangan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

FILSAFAT AKHLAK MULLA SHADRA


Mulla Sadra meyakini bahwa parameter akhlak adalah akal. Kesempurnaan jiwa manusia menjadi jalan agar mencapai pengetahuan tentang Tuhan. Menurut Mulla Sadra, Jiwa dibagi menjadi empat fakultas yaitu fakultas intelek falakiyah, fakultas amarah sab'iyyah, fakultas hasrat kebinatangan dan fakultas imaji satamik. Dominasi fakultas intelek atas fakultas lain inilah yang akan disebut jiwa muthma'innah. Substansi manusia terletak pada intelek nya dan kebahagiaan manusia terletak pada kebahagiaan intelektual nya.  Ada tiga akar (kejahatan) yang dapat merusak jiwa, dari ketiga tersebut muncul akar-akar kejahatan yang lain. Akar yang pertama adalah kebodohan tentang pengetahuan diri yang merupakan realitas manusia. Yang kedua adalah keinginan terhadap kedudukan, uang serta kecenderungan kepada hawa nafsu. Dan yang ketiga adalah godaan jiwa yang memerintah (nafs alammarah) yang menunjukkan keburukan sebagai kebaikan dan kebaikan sebagai keburukan.


Berkaitan dengan pengetahuan manusia, Mulla Sadra membedakan menjadi dua yaitu pertama, kesatuan intelek dengan inteligible bahwa pada saat tindakan inteleksi berlangsung maka terjadilah kesatuan antara bentuk inteligible (ma'qul), pemilik intelek ('aqil) dan intelek ('aql). Kedua, kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui pada akhirnya mempunyai implikasi kestuan pengetahuan dengan wujud. Dengan demikian pandangan metafisika ini mengandung pemahaman bahwa ada hubungan yang signifikan antara menahami pengetahuan dengan tingkat kesempurnaan manusia yang disebut insan kamil.

AKTUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA


Pancasila merupakan konstruksi pikir yang merupakan suatu keharusan untuk mengarahkan hukum dan perilaku masyarakat kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, integritas Pancasila sebagai system filsafat menjadi asas kerohanian bangsa harus dijadikan basis dan inti dalam membangun karakter bangsa (nation and haracter building) yang sinergi dengan sistem pembangunan nasional. Dalam pemikiran Mulla Sadra untuk menjadi insan kamil, filsafat hikmah tidak hanya merupakan sebuah madrasah filsafat dengan teori-teorinya, namun juga merupakan pandangan dunia yang harus dibumikan dalam lakon sehari-hari.Mulla Shadra menuturkan, tujuan eksistensi manusia adalah menjadi penghuni (bumi) dan dalam pergerakan makrifatullah serta menanjak menuju kepada-Nya. Proses menanjak dari kondisi tidak sempurna kepada kondisi sempurna, tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan gerakan (harakat)/ aktualisasi, zaman dan materi penerima yang merupakan tipologi-tipologi kosmos alam empirik.


Sila ketuhanan Yang Maha  Esa, dapat dioperasionalkan seperti: setiap orang Indonesia seharusnya beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, yang wujud perilakunya adalah menjalankan perintah ajaran agamanya masing, bertoleransi terhadap orang lain yang menjalani ajarannya agamanya. Kemudian mengamalkaan ajaran agama betul memberi manfaat baagi kepentingan orang lain/banyak.


Sila kemanusian yang adil dan beradab, diwujudkan dalam bentuk perilaku yang saling menghargai harkat dan martabat manusia, kesamaan dalam kemasyarakatan dan hukum, saling mengasihi, dan menyayangi satu sama lain hingga mewujudkan kondisi yang serasi selaras dalam masyarakat
Sila persatuan Indonesia, diwujudkan tiadanya diskriminasi individu dan antar golongan, kesedian bekerjsasama untuk kepentingan bersama, bergotong royong, rela berkorban, senantiasa sama berupaya menciptakan kerukunan, mencitai tanah air dengan cara mencintai karya bangsa sendiri, dan lain-lain.  


Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan. Sila itu diwujud ke dalam menyelesaikan masalah dengan musyawarah, demokrasi substansial, dan tidak memaksakan kehendak, dan seterusnya.  
Sila kelima, kekeayaan bangsa akan tetap tersalur untuk semua penduduk desa melalui koperasi.  Keadilan sosial persamaan (equlity) dan (equity).  Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diwujudkan dalam bentuk perilaku menghargai hak orang lain, karya cipta orang lain, mengedepankan kewajiban kemudian hak yang dilaksanakan secara seimbang.


HUBUNGAN PANCASILA DENGAN FILSAFAT AKHLAK MULLA SHADRA


Menurut Mulla Shadra, bahwa berfilsafat sama maknanya dengan hikmah. Ia mendefinisikan filsafat sebagai kesempurnaan jiwa manusia melalui pengetahuan terhadap realitas segala sesuatu yang ada sebagaimana adanya, dan pembenaran terhadap keberadaan mereka yang dibangun berdasarkan bukti-bukti yang jelas, bukan atas dasar persangkaan dan sekedar mengikuti pendapat orang lain, sebatas kemampuan yang ada pada manusia dalam rangka mencapai keserupaan dengan Tuhan.


Mulla Shadra memandang hikmah ada dua aspek, yaitu teoritis dan praktis atau pengetahuan dan tindakan. Secara teoritis, tujuan hikmah atau pengetahuan adalah mewarnai jiwa dengan gambaran realitas sebagai dunia yang bisa dimengerti, yang menyerupai dunia objektif. Buah dari pengetahuan (hikmah) menurut Mulla Shadra adalah perbuatan baik, dengan tujuan agar tercapai superioritas jiwa terhadap badan dan badan tunduk kepada jiwa, sebagaimana diisyaratkan Nabi Saw bahwa berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah.

 Dengan pengetahuan bisa menjadi sarana yang membebaskan manusia dari keterikatan terhadap hal-hal yang bersifat material dan duniawi, dan mengantarkannya kembali kepada asal usul penciptaannya yaitu alam ketuhanan. Hikmah adalah kebijaksanaan (wisdom) yang diperoleh lewat pencerahan ruhaniyah atau intuisi intelektual dan disajikan dalam bentuk yang rasional dengan menggunakan argumen-argumen yang rasional. Begitu pula pancasila, ia bukan hanya memberikan pencerahan kognitif, tetapi juga realisasi, yang mengubah wujud penerima pencerahan itu merealisasikan pengetahuan sehingga terjadinya transformasi wujud hanya dapat dicapai dengan mengikuti syariat.
Tanpa perhatian terhadap dimensi somatik entitas manusia dan tanpa adanya interaksi sosial maka kesempurnaan hakiki dalam filsafat Shadrian merupakan sesuatu yang mustahil. Untuk itu, perlu ada aktualisasi nilai-nilai pancasila sebagai dasar agar mencapai pada kesempurnaan hakiki sebagai warga Negara Indonesia yang kemudian dekat dengan makrifatullah.

 Praktek kehidupan dalam segala bidang tercerminkan dalam etika setiap orang dan kelompok. Misal nilai kejujuran adalah selaras dengan nilai pancasila. Oleh karena itu dalam bidang politik, maka etika politik melahirkan perilaku politik yang jujur. Dalam bidang ekonomi, jujur dalam berbisnis, dalam sosial jujur sehingga dapat dipercai oleh sesama, dalam bidang hukum, jujur dalam penegaakan hukum, maka tercegah mafia hukum, dalam bidang hankam, bahwa jujur melahirkan kepercayaan masyarakat pada penegak hukum, dan seterusnya.
Secara teoritis, tujuan hikmah atau pengetahuan adalah mewarnai jiwa dengan gambaran realitas sebagai dunia yang bisa dimengerti, yang menyerupai dunia objektif. Buah dari pengetahuan (hikmah) menurut Mulla Shadra adalah perbuatan baik, dengan tujuan agar tercapai superioritas jiwa terhadap badan dan badan tunduk kepada jiwa. Sila-sila pancasila yaitu sila Ketuhanan Yang Maha  Esa, sila kemanusian yang adil dan beradab, sila persatuan Indonesia, sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Hikmah adalah kebijaksanaan (wisdom) yang diperoleh lewat pencerahan ruhaniyah atau intuisi intelektual dan disajikan dalam bentuk yang rasional dengan menggunakan argumen-argumen yang rasional. Untuk itu sebagai manusia dan warga masyarakat Indonesia sudah sepantasnya mengamalkan nilai-nilai dalam setiap sila dalam pancasila sebagai sarana untuk menanjak menuju Tuhan. Karena pancasila bukan hanya diketahui atau dihafalkan. Tetapi harus dilakoni dalam kehidupan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun