Sebelum tahun 1907, struktur masyarakat Lio terdiri dari tiga kelompok hirarkis yakni Pertama, Mosalaki (pemangku adat), Kedua, kelompok Ajiana, Faiwalu, Anahalo (warga kebanyakan) dan Ketiga, kelompok Ataho'o rowa (para hamba dan budak). Para Mosalaki sebagai pemangku adat juga merupakan pemilik tanah ulayat (memiliki Ura Aje).  Para Ajiana, Faiwalu dan Anahalo  hanya merupakan penggarap. Setelah tahun 1907, Belanda berhasil meredusir struktur kekuasaan pemimpin tradisional/Mosalaki dengan mulai mengembangkan sistem kepemimpinan politis kerajaan dan swapraja melalui kebijakan/policy zelfbestuur. Selanjutnya pada tahun 1912 Belanda membagi wilayah  Tanah Ata Aku   (sebutan  bagi kawasan yang kemudian dikenal dengan Lio) ke dalam 7 wilayah swapraja yakni Pu, Lise, Mbuli, Ndori,  Wolojita, Nggela dan Ndona. Untuk menguasai wilayah persekutuhan Tana Ata Aku, sejak tahun 1912 Kepala Administrator Belanda atau Gezaghebber yang berkedudukan di Jopu mengangkat Reu Wahdi seorang dari Wakuleu menjadi penguasa/raja. Mengingat Belanda berkepentingan menaklukan struktur kepemimpinan tradisional/Mosalaki sekaligus menguasai wilayah Ata Aku maka Kepala Administrator Belanda, (Gezaghebber) pada tahun 1917 berkenan membagi wilayah Tanah Ata Aku menjadi dua kerajaan yakni Ndona (di bagian Barat) yang berpusat di Wolowona dengan rajanya Baki Bani dan Tanah Kunu Lima (di bagian Timur) yang berpusat di Wolowaru dengan rajanya Pius Rasi Wangge. Tanah Kunu Lima  terdiri dari Lise, Mbuli, Ndori, Nggela dan Wolojita. Reu Wadhi yang semula dipilih menjadi  penguasa/raja di Tana Kunu Lima digantikan oleh Pius Rasi Wangge. Pius Rasi Wangge resmi diangkat menjadi raja  pada 21 Oktober  1917. Tapi kemudian pada tahun 1924 pada masa kepemimpinan Pius Rasi Wangge atas upaya Belanda pula Kerajaan Ndona dan Tanah Kunu Lima disatukan. Dua wilayah yang telah disatukan itu disebut  Lio. (Sumber: Emanuel Yosep Embu,SVD, dalam Paul Arndt, SVD: Du'a Nggae Wujud Tertinggi dan Upacara Keagamaan di Wilayah Lio, Pengantar, hal. 17-19)
Â
Struktur pemerintahan kerajaan masa  Kolonial Belanda
Â
Paling tinggi adalah raja. Di bawah raja adalah punggawa dan Kapitan. Kapitan pada hakekatnya menggantikan kedudukan mosalaki. Di bawah kapitan ialah Kepala Kampung dan akhirnya rakyat.Perbatasan budaya LIO diungkapkan dalam bahasa klasik "Ulu Kowe Jawa, Eko Loka Lambo". Di Timur berbatasan dengan Kowe Jawa/Tanah Sikka-Kowe, di Barat berbatasan dengan Loka Lambo/Tanah Ende.
 Di Lio terdapat sejumlah tanah persekutuhan.Â
Wilayah Timur berbatasan dengan Sikka  terdapat dua tanah persekutuhan yakni Mbengu/Bu dan Mego.Wilayah tanah ata aku  (tengah dan Selatan) mencakup tanah persekutuhan Lise, Mbuli, Ndori, Mole, Nggela, Wolojita, Tenda, Jopu, dan Moni-Koanara. Di Lise terbagi lagi menjadi tanah persekutuhan Lisedetu, Liselowobora, Lise Kuru, Lise Lande dan Lise Nggonderia.Â
Wilayah Barat mencakup tanah persekutuhan Ndona persekutuhan Lika Mboko Telu di Wilayah Utara Lio yang meliputi Numba, Tendaleo, Ratewati, Anaranda dan Paupanda. Mosalaki Riabewanya yakni Simon Seko (hingga 2003) Tanah Persekutuhan Unggu di wilayah Utara Lio yang mencakup Nida, Watunggere, Kanganara, Detukeli, Pisa, Tana Au, Lasugolo, Aedari dan Fungapanda Tanah Persekutuhan Nuangenda di wilayah Utara Lio mencakup Welamosa, Nuangenda ke arah perbatasan dengan Unggu Tanah Persekutuhan Daumboi di wilayah Utara Lio mencakup daerah Ranakolo Tanah Persekutuhan Keliwumbu Tanah persekutuhan Ndondo Naka Taka
Â
PROFIL NAMA LIO