Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Dua Daun Jendela

13 Juni 2019   07:55 Diperbarui: 13 Juni 2019   07:59 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sambil memelukku putriku berkata dalam tangisnya bahwa ia sangat mencintai Lakman. Namun ratapan iba putriku tak menyuruti amarah suamiku, ia malah menjadi-jadi. Malam itu suasana hangat di rumah kami pudar tanpa jejak. Inilah hidup, ketika kehangatan cinta itu pergi, nyawa mendadak tak berjasad dan jasad mendadak tak bernyawa. Semuanya pergi, lepas mengitari kehidupan tanpa kebersamaan. Dan aku kehilangan.

 

***

 

Daun jendela muda.

 

            Dari daun jendela ini aku masih mengeja daun-daun rindu yang masih tersisa di ujung kamarku. Masih sering kubaca wajah ama dan ena       lewat daun jendela tua itu. Setiap kali kutemukan mereka dalam bacaanku aku selalu mengucapkan kata maaf atas kelakuanku sepuluh tahun silam. Wajah ena selalu penuh air mata seakan ingin memelukku, namun wajah ama selalu dalam dua kawah. Terkadang kawah wajahnya putih dingin, dan kadang kawahnya menjadi merah padam. Meski nyawaku masih setia menemani jasadku yang kini telah lelah dengan air mata dan nestapa, namun bagi ama aku sudah mati. Sejak sepuluh tahun silam aku memang sudah mati terkubur kemarahan ama saat aku memutuskan untuk dibawa kawin lari oleh lelakiku, Lakman.

 

Malam itu lakman datang berbisik di bawah jendela kamarku dan mengajakku untuk kawin lari. Ia meyakinkan aku bahwa ama pasti akan mencariku dan semua akan baik-baik saja. Dan aku percaya pada Lakman bahwa ia akan berhasil melunakkan hati ama dengan caranya. Dengan segera aku membungkus mau[9] yang sudah lama kutenunkan untuk Lakman, dan beberapa barang lainnya. Malam itu dibawah sinar purnama yang terang Lakman membantukku keluar melalui jendela kamarku dan aku dibawanya pergi. Di bawah sinar purnama aku menyerahkan hidupku pada lelaki yang kucintai. 

 

Satu minggu telah berlalu namun pintu rumah Lakman sama sekali tak terketuk oleh siapapun. Keluarganya acuh saja meski mereka tahu anak bujangnya telah membawa lari seorang gadis kerumahnya. Begitu juga dengan keluargaku yang tak terdengar mereka berusaha mencariku, ama dan ena seperti tidak kehilangan anak gadis satu-satunya. Semuanya sepi, diam, dan menciptakan kesunyian tanpa akhir hingga kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun