Mohon tunggu...
Sayyidati Hajar
Sayyidati Hajar Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Timor

Perempuan Timor | Traveller Kampung | Teater | Short Story | Short Movie | Suka Budaya NTT | pos-el: sayyidati.hajar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merawat Tradisi "Tun Pena" Masyarakat Dawan

11 Februari 2019   21:59 Diperbarui: 12 Februari 2019   19:41 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jagung muda dengan latar ume kbubu (rumah bulat) | Dok. Pribadi

"Ada kesempatan kah? Nanti pulang kita doa"
Suara Bapak terdengar bersemangat meminta saya pulang kampung. Maka bergegaslah saya, membereskan segala urusan beberapa hari ke depan agar bisa pulang. Bukankah panggilan pulang ke rumah adalah panggilan yang indah dan romantis?

Suasana di pedalaman Timor pada bulan Februari | Dok. Pribadi
Suasana di pedalaman Timor pada bulan Februari | Dok. Pribadi
Kabut dan dingin menyatu dalam hujan bulan Februari. Pemandangan hijau terhampar sejauh mata memandang. Kebun-kebun dipenuhi tanaman jagung, ubi, labu, dan kacang-kacangan.

Pulir-pulir jagung berdesakan di antara daun-daun panjang yang menjuntai. Musim tun pena' akan segera tiba. orang-orang tua mulai menyusun rencana, anak-anak yang bekerja atau bersekolah di kota dihubungi untuk pulang, mereka akan berkumpul melangsungkan doa bersama. Anak-anak kecil sumringah menguntit orang tua ke kebun. Semua orang bergembira menyambut tun pena'.

Anak-anak antusias membantu | Dok. Pribadi
Anak-anak antusias membantu | Dok. Pribadi
Inti dari tun pena' adalah mengucap syukur. Meski berarti bakar jagung muda, tun pena memiliki makna yang luas. Tun Pena atau tun pen mate merupakan sebuah tradisi bakar jagung muda yang ditandai dengan berbagai ritual dan doa sebagai bentuk syukur atas nikmat Tuhan.

Frasa tun pena', terdiri atas dua kata dasar yaitu 'tun/tunu' yang berarti 'bakar' dan 'pena' yang berarti 'jagung'. Ada kalanya masyarakat Dawan di Amanuban menambahkan kata 'mate' yang berarti 'mentah'. Tradisi tun pena' masih terjaga hingga saat ini. Terutama di desa-desa yang masyarakatnya masih memiliki kebun untuk bertani.

Jagung siap panen | Dok. Pribadi
Jagung siap panen | Dok. Pribadi
Masyarakat Timor kaya tradisi dan membangun pranata sosial yang unik. Banyak aturan hadir sebagai pengendali invidu dalam kelompok masyarakat berdasarkan warisan tradisi leluhur yang masih terpelihara hingga kini.

Seperti tradisi menanam, menyemai, bakar jagung, patah jagung (panen), ikat jagung, sampai menyimpan jagung di lumbung. Itu baru urusan tanam-menanam sampai panen, masih ada tradisi buka lahan, minta hujan, tahan hujan, dan berbagai tradisi lain yang masih bertahan di era teknologi.

Jagung muda di pedalaman Timor | Dok. Pribadi
Jagung muda di pedalaman Timor | Dok. Pribadi
Nafek Nono: Memutus Pantangan
Ketika musim tanam tiba, masyarakat menurunkan benih dari ume kbubu atau rumah bulat, memilih benih terbaik untuk ditanam pada lahan yang telah disiapkan ketika musim panas.

Selama kurang lebih tiga bulan lamanya masyarakat melakukan 'puasa' untuk tidak memakan apapun dari kebun seperti, labu, pucuk labu, daun ubi, timun, poteka (semangka) dan kacang-kacangan.

Tak hanya manusia, binatang ternak pun ikut 'puasa' untuk tidak makan daun dan batang jagung. Semua harus menunggu sampai jagung mulai berisi dan pemilik kebun melaksanakan doa tun pena. Pantangan-pantangan masyarakat Dawan itu dikenal dengan nono.

Jagung muda di pedalaman Timor | Dok. Pribadi
Jagung muda di pedalaman Timor | Dok. Pribadi
Masyarakat percaya akan mendapat musibah bila melanggar nono. Musibah dapat berupa rusaknya hasil panen seperti dimakan hama, ladang dirusak binatang seperti sapi, kambing, dan babi yang dilepas bebas, atau bisa juga hasil panen tidak bertahan lama sehingga dilanda amnas (kehabisan bahan makanan).

Hal yang menarik dari nono adalah ketaatan masyarakat untuk tidak mengonsumsi jenis makanan apapun baik dari kebun sendiri maupun kebun orang lain yang dibeli di pasar. Proses nafek nono atau 'memutus pantangan' berlaku otomatis ketika tun pena dilaksanakan.

Para ustad sedang membaca doa tun pena | Dok. Pribadi
Para ustad sedang membaca doa tun pena | Dok. Pribadi
Biasanya doa tun pena akan dilakukan tokoh-tokoh agama tertentu. Meskipun belum melakukan doa tun pena di rumahnya, seorang tokoh agama yang diminta harus bertanggung jawab untuk memimpin doa.

Meski nanti pada saat ramah tamah, ia tidak akan makan jagung, karena berpegang teguh pada nono yang tengah dijalani.  Proses ini berlangsung alami. Masyarakat tetap saling menghargai dalam menjalankan tradisi leluhur.Pulang 

Kampung! Mari Sambut Tun Pena
Angin semilir menyisakan bunyi daun jagung bergesekan terdengar seperti musik yang mengalun alami. Sore itu bapak masuk ke kebun setelah lama mengasah pisau.

Saya dan adik mengikuti Bapak, membantu memilih jagung yang akan dipotong untuk doa. Bapak mengamati beberapa pohon jagung, setelah yakin jugung itu cocok untuk dimasak, lelaki paruh baya itu berdiri mantap sambil menutup mata merapelkan doa pada Tuhan Sang Pemberi Nikmat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun