Lelaki Peniup Seruling
"Kali ini aku tidak menyangka libur awal puasa ini menjumpai kisah yang membuatku tahu betapa kehidupan bisa jadi jungkir balik ibu menyuruh membantunya berjualan di warung ada seorang lelaki yang datang dengan serulingnya ke warung ibu setiap hari"
Kemana sehat dan sakit syukuri saja yang ada di badan kita kaya dan miskin adalah juga karena sebab kita yang menjalaninya.
"Kamu harus ikut mamak liburan puasa besok" kata mama kepadaku
"Males ma" jawabku singkat
"Malas, tahu siapa yang beliin pulsa itu?"dan siapa yang beliin baju?"Tanya mama kepadaku membuatku mati kutu dan sadar selama ini mama bekerja keras membantu bapak untuk memenuhi kehidupan kami dengan membuka warung di mbulak sawah pinggir utara desa kami.
"Ya siap bu " jawabku
"Siap, insyaallah begitu, janji adalah hutang yo nduk" kata mama sambil menyiapkan sayuran yang barusan dibeli pagi subuh di pasar desa kami.
Aku diam harus mengcancel semua rencana ku dolan bersama Retno berat memang ingin jalan-jalan di toko swalayan perbatasan desa jalan propinsi itu juga merubah jadwal setelah sholat subuh untuk sekedar motoran keliling desa.
"Jadi kita batal Rin?" tanya Retno teman karibku
"Terpaksa nieh aku harus membantu mama berjualan, untuk bisa beli baju lebaran besok" jawabnya sedikit menerangkan kepada Retno.
"Yah sudah kamu kehilangan keseruan bersama teman-teman pink kita"jawab Retno setengah membujuknya.
"Aku ingin bermanfaat di bulan ramadan ini" jawab balasan Rin kepada Retno
"Terserah" jawab Retno lagi
Susah memang anak seusia Ririn yang masih kelas satu sekolah menengah pertama belum bisa membantu orang tuanya untuk kehidupan sehari-hari apalagi  mencari uang bersama ibunya rasa hatinya masih gelo namun semua ini harus dilakukannya.
Kedua kakaknya sudah merantau satu di kalimantan dan satu di Sulawesi setelah lulus STM bagian mesin dan teknik bangunan, inilah yang sebenarnya mensubsidi kuota Hp Ririn dan juga membelikan baju kekinian yang Rin minta dari kakak.
Namun Rin tahu jauh dirantau sana kakaknya juga berjuang untuk hidup dan mereka berdua mengirim uang kepada orang tuanya untuk bisa berjualan memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Ini sebab pekerjaan bapak Ririn tidak tentu menjadi buruh gilingan padi kepunyaan pak Lurah di desanya sehingga kadang dapat uang banyak juga kadang tidak dapat apa-apa sebab gilingan sepi. Apalagi  bulan Maret ini adalah bulan tanam sehingga menunggu panen gilingan padi sepi bapak ikut buruh tani mencangkul dan menanam padi sebagai pekerjaan sampingannya selama ini.
PAgi  itu ada kehebohan di warung tempat mama Riri berjualan sebab dia baru tahu ada seorang pengamen aneh yang tentu membuatnya bertanya-tanya kepada mamanya walau suara sulingnya merdu namun penampilan itu yang membuatnya takut.
'Mama ada pengamen" teriak ku kepada mama di dapur warung kami
"Bilang belum buka" jawab mama setengah berteriak
"Dia tidak mau pergi" jawabku
Mama mendengar seruling yang ditiup bergegas menarik tangan Ririn kebelakang setengah berbisik.
"Nduk biarkan saja lelaki peniup seruling itu"Â
"Biarkan tidak kita beri uang receh mama?'
"Jangan biarkan saja.."
Aku takut sebenarnya dengan bapak peniup seruling ini badanya kumuh dengan tas cangklong yang sedikit robek sana-sini dan lusuh adanya namun tiupan suara  serulingnya nampak merdu sepertinya  seorang pemusik di televisi.
"Jangan takut ini makanan dan minuman untuk bapak tadi"
"Mama aku takut.." jawabku
"Tidak usah takut bilang saja saya  kamu anak mama"
"Nggih" aku beringsut membawa piring penuh nasi dan juga satu gelas minuman teh panas kepada bapak tersebut.
"Maaf mama sedang sibuk di belakang pak"
"Ya, kamu siapa?' tanya pria tersebut
'Saya putrinya" jawabku setengah takut
"Tahu kamu ini bulan puasa?" tanya bapak tua tersebut
"Ya pak"
"Aku puasa, namun karena lapar aku mau makan maaf ya nak " jawab bapak tersebut membuat Ririn sedikit tahu kewarasan bapak tua yang lusuh tersebut.
"Mengapa menatapku?" tanya pria lusuh tersebut
"Maaf bapak tidak puasa?'
"Aku puasa tidak puasa yang tahu Gusti Allah' jawabnya sambil tertawa terkekeh dan Ririn lari kepada mamanya sedikit takut.
"Dia siapa mama?'
"Kamu mau tahu?'
"Mau mama tetapi aku takut.."
"Jangan takut di dulu juragan kaya raya, tahu rumah rusak di ujung desa itu rumah mewah yang sekarang rusak itu dulu adalah rumahnya dan"
"Kenapa jadi orang gila?"
"Jangan bilang gila..kehilangan kewarasannya "
"Sama mama"
"Tidak dulu sehat dan dulu kaya seperti kita mencari uang dan juga bisa bergaul dengan siapa saja"
"Sekarang jadi begitu mama?"
"Kekayaan habis, buat judi  dan anak serta  istrinya entah kemana sekarang" jawab mamanya
"Kasihan mama" kata Ririn
"Ya"
Lelaki peniup seruling itu senang aku lihat lahap makan pagi itu dan kau baru menyadari betapa beratnya bapak harus mencari nafkah untuk anak dan istrinya di rumah namun bisa  seorang bapak dan lelaki itu bisa begitu kehilangan kewarasan  karena harta dunia dan juga  kehilangan anak istrinya juga kekayaan sebagai  penyebabnya.
"Kamu tahu kan Rin betapa bapakmu bekerja keras untuk bahagiakan kita, maka mama juga bekerja juga untuk memenuhi kehidupan kita"
"Ya mama"
Lelaki peniup seruling semakin lahap makan pagi ini dan aku tahu betapa beratnya beban seorang yang pernah kehilangan di masa emasnya dan kehilangan adalah nestapa yang hanya diri serta Tuhan yang tahu rasanya sebab ini adalah juga ujianNya di dunia ini.
Lelaki itu pergi setelah kenyang berjalan menuju kemana aku tidak tahu kemana langkahnya sekarang berjalan, namun aku tahu ada di sekeliling rumahku, rumahmu dan juga pojok-pojok  pasar gang kumuh juga pos ronda tempat bersemayam dan tidurnya.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI