Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mereka yang Tak Punya Cerita Soal Baju Baru Lebaran

12 Juni 2018   21:15 Diperbarui: 13 Juni 2018   10:41 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://i.pinimg.com/

Hari Raya Iedul Fitri, lebaran, adalah ruang yang menggembirakan bagi anak-anak di kampung-kampung. Kegembiraan itu mungkin karena beroleh banyak kelebihan, makanan dan jajanan, baju baru, hingga uang pemberian orang tua dan saudara. Di kampung kami, dulu, keriangan itu telah dirayakan anak-anak sejak selepas Ashar, mereka buru-buru mandi sore karena ingin mengenakan baju baru, lantas berkonvoi bersama mengampiri teman-teman yang lainnya. Membahagiakan bukan?  

Tapi tunggu dulu ! Apakah keriangan itu dirasakan setiap anak-anak kampung? Ternyata tidak. Aku salah satunya. Ketika itu, bapak bekerja di perantauan dan belum juga kasih kabar kepulangan hingga detik-detik menjelang lebaran. Teman-teman sepermainan sudah sejakk H-7 saling berbagi cerita ihwal baju baru pembelian orang tua.

"Aku sudah punya dua stel, besok katanya mau dibelikan satu stel lagi sama ibu," kata salah satunya. Demikian, yang lain menyahut, ada yang sudah beli empat stel, namun ada juga yang cuma beli satu stel kaos.

Akupun minder, dan perlahan meninggalkan teman-teman. Aku mungkin sedih, karena satu-satunya tumpuan kami berlebaran, bapak, belum juga pulang. Jangankan baju baru, kasih kabar kepulangannya saja belum kami tahu.

Aku memang tak berani merajuk pada ibuku, justru karena tahu beliau tak punya cukup uang untuk membeli baju baru. Bahkan untuk membeli beras zakat fitrah pun ibu masih harus menghitung sisa uangnya berulang-ulang. Aku sedih bukan semata karena belum bisa membeli baju baru, tetapi terutama karena tak punya cerita kala berkumpul dengan teman-teman.

Pengalaman itu masih membekas hingga saat ini. Bayangkan, obrolan ringan anak-anak kampung itu bisa menjelma menjadi parade kesenjangan sosial. Kini, aku telah dikaruniai dua anak kecil. Alhamdulillah, meski sekadarnya masih bisa membelikan sandang baru untuk anak-anak kami. Tetapi satu kode keras kusampaikan ke anak-anakku.

"Nak, kalau kamu senang bisa memiliki baju baru, jangan pernah ceritakan ke teman-temanmu. Jangan pernah ! Mungkin salah satu dari mereka ada yang tak mampu beli baju baru karena orang tuanya tak punya cukup uang,"

Pesan berikutnya giliran ibunya anak-anak. "Nah, banyak bajumu yang masih bagus, tapi jarang dipakai. Nanti dikumpulkan ya, biar mamah kasihkan ke anak-anak lain yang membutuhkan," pesannya.

Alhamdulillah, insya Allah kami masih bisa menikmati kegembiraan berhariraya. Tapi bagaimana dengan mereka yang tak punya cerita soal baju baru? ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun