Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jalan Terjal Prabowo atau Jokowi? (Bagian II)

28 April 2018   09:08 Diperbarui: 28 April 2018   11:16 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kembali pada kubu Jokowi, tingginya elektabilitas incumbent tidak serta merta menenangkan mereka.  Beberapa catatan berikut bisa menjadi indikatornya;

Pertama, setenang apapun kubu incumbent menanggapi gerakan #2019 ganti presiden, kekhawatiran itu tetap tak bisa disembunyikan. Apalagi kalau bukan pengalaman kekalahan pada Pilgub DKI, bagaimana Ahok-Djarot yang sejak awal memenangi berbagai hasil survei harus kalah cukup telak dari penantangnya, Anies-Sandi, yang justru muncul belakangan dengan modal survei yang pas-pasan.

Secara politik, pendukung Anies-Sandi adalah pendukung Prabowo plus. Petanya relatif sama dengan 2014, tetapi ada pergerakan cukup signifikan ke kubu pasangan calon yang diusung Prabowo dan sejawat politiknya itu. Tak heran, hasil perolehan Anies-Sandi unggul hingga 2 digit dari Ahokk-Djarot pada putaran kedua.

Kemenangan itu juga tak lepas dari dukungan politik yang massif dan efektif dari serangkaian aksi umat Islam yang 'marah' dengan gaya Ahok. Siapapun tahu, berbagai aksi tandingan untuk mendagradasi aksi 212 juga dilakukan kubu Ahok dengan mengangkat isu nasionalisme dan kebhinekaan. Sayangnya, bukan hanya kalah jumlah massa, opininya juga tak efektif.

Terkait Pilpres, jika konsolidasi umat Islam yang mampu memenangkan Anies-Sandi ini ini masih solid, maka di atas kertas Jokowi juga berpotensi dikalahkan. Gerakan #2019gantipresiden akan sama massifnya dengan aksi memenjarakan Ahok karena kasus penistaan agama.

Satu-satunya cara mencegah terulangnya konsolidasi umat Islam di Pilpres 2019 nanti adalah dengan memecahnya. Intinya, bagaimana Jokowi yang selama ini dipandang sepaket dengan Ahok dan relatif kurang mesra dengan tokoh-tokoh Islam, bisa melakukan manuver sebaliknya, yakni merangkul para tokoh-tokoh yang sejauh ini dipandang efektif menggerakan konsolidasi umat untuk melek politik.

Pertemuan Persaudaraan Alumni 212 dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor beberapa hari lalu, cukup menguatkakn spekulasi itu. Meski kubu PA 212 mengklaim inisiatif pertemuan itu telah lama diupayakan, tetapi bocornya foto pertemuan itu dan ramai diberitakan sudah cukup untuk membangun opini awal. Nyatanya, cara-cara persuasif semacam itu jauh lebih efektif ketimbang menggunakan pendekatan kekuasaan yang justru semakin melegitimasi tudingan kelompok 212 dan kalangan Islam lainnya soal kriminalisasi ulama.

Baca juga Bagian 1

Kedua, serendah apapun elektabilitas Prabowo dibandingkan Jokowi, tidaklah memberi jaminan apapun. Bagaimanapun, Prabowo adalah calon penantang terkuat Jokowi. Maka strategi yang dilakukan adalah mengaburkan kepastian pencapresan Prabowo. Manuver Luhut untuk bertemu Prabowo dan menawari kursi Cawapres Jokowi adalah bagian dari skema mendegradasi pamor Prabowo.

Cara ini cukup efektif mengingat Prabowo sendiri lebih banyak diam. Deklarasi pencapresannya pun terus diundur. Sebagian pihak lantas menilai sikap Prabowo masih gamang, dukungan tiket parpol pun belum di tangan. Opini tersebut juga dibumbui pemberitaan soal isu kesehatan hingga kesiapan logistik Prabowo yang dinilai meragukan. Belum lagi sejumlah elit parpol pendukung Jokowi ikut menggaraminya, lihat saja statemen-statemen Gus Romi yang memperkuat pernyataan Luhut.

Uniknya, Prabowo selalu diam menyikapi berbagai isu yang berpotensi mendegradasi pamornya selaku calon penantang terkuat Jokowi. Justru, dalam satu dua kesempatan, PKS lah yang lebih banyak berperan untuk menetralisir berbagai keraguan. Apakah itu menjadi bagian strategi atau bukan, yang jelas pertunjukkan itu kian menguatkan kedalaman Prabowo dengan PKS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun