Mohon tunggu...
Nurul Fauziah
Nurul Fauziah Mohon Tunggu... Mencintai tulis-menulis

Mencintai Literasi dan Musik. Menggemari Film dan Anime. Menulis untuk Bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Nostalgia "Final Destination 2" (2003) dan Seberapa Besar Pengaruhnya pada Saya saat Berkendara

17 Mei 2025   17:28 Diperbarui: 18 Mei 2025   08:51 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan Opening Kecelakaan Besar Final Destination 2 | Sumber: https://belgianfilmfreak.wordpress.com/

Film ini diciptakan untuk menstimulasi rasa takut dan cemas dari penonton sehingga fokus dari filmnya adalah menampilkan hal-hal kecil yang nantinya menjadi penyebab bagaimana kematian menghampiri para karakter.

Contohnya bagaimana rantai-rantai di gelondongan kayu bisa terlepas atau bagaimana seorang polisi tidak bisa menghindari kecelakaan hanya karena kopi panas yang tumpah di pahanya sehingga perhatiannya teralihkan beberapa detik saja dari jalan raya.

Bukankah hal tersebut begitu sederhana dan sering kita alami?

Terkadang kita berpikir rantai, kunci, atau alat perekat yang kita pakai sudah terpasang dengan baik, rupanya tidak. Terkadang kita mengalihkan perhatian dari jalan raya hanya beberapa detik, mungkin untuk melihat orang-orang yang berjualan di tepi jalan atau sekedar melihat burung-burung. 

Lantas di detik berikutnya, kendaraan di depan kita mengerem mendadak dan kita terlalu terkejut untuk bereaksi. Kecelakaan pun tidak terhindarkan.

Hal ini membuat saya menjadi waspada luar biasa saat berkendara. Kadang-kadang saat mengendarai motor, berbagai ragam imajinasi lakalantas bisa muncul dan menakut-nakuti sehingga yang bisa saya lakukan hanya berdoa dan ekstra hati-hati.

Namun Yang Namanya Takdir Tidak Ada yang Tahu

Bahkan walaupun kita sudah ekstra waspada. Berkendara dengan kecepatan normal atau bahkan dibawah rata-rata sambil mematuhi rambu lalu lintas, musibah tidak ada yang tahu.

Itulah yang saya alami. Seluruh warga di keramaian pada sore hari itu sepakat mengatakan bahwa saya berkendara lambat. Pihak lainlah yang muncul mendadak.

Mungkin karena terkejut, kaki yang seharusnya mengerem malah menginjak gas. Akan tetapi syukurnya, urusan yang panjang itu bisa diselesaikan dengan mufakat dan penuh pertanggungjawaban.

Bagi saya, semuanya hanya tinggal dijalani. Belajar untuk mengikhlaskan situasi dan bersabar untuk kondisi tubuh yang tidak lagi sama seperti dulu sebetulnya adalah perjuangan besar.

Anehnya, saya merasa bersyukur pernah menonton FD2. Bukan karena trauma yang disebabkan oleh visualisasi film yang realistis, tetapi karena saya merasa film tersebut membentuk kebiasaan berkendara saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun