Mohon tunggu...
Sausan Nazwa Nabilla
Sausan Nazwa Nabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi

hobi saya membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Anxiety dan Perubahan Kepribadian akibat Covid-19

30 November 2022   06:50 Diperbarui: 30 November 2022   07:14 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada saat pandemi covid-19 sedang menjamur secara ganas di Indonesia beberapa waktu lalu, penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) juga turut menimbulkan efek samping yang serius bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan transisi yang harus diikuti secepat itu, dalam arti kata lain, masyarakat harus bisa beradaptasi dengan perubahan kebiasaan guna langkah preventif agar tidak terjangkit virus Covid-19. Beberapa kebiasaan yang juga harus diubah saat pelaksanaan PSBB adalah sebagai berikut:

 

  • Bekerja dan belajar dari rumah
  • Mencuci tangan menggunakan sabun secara sering
  • Tidak boleh keluar rumah jika tidak kepentingan mendadak dan mendesar
  • Selalu menggunakan masker
  • Menjaga jarak dengan orang lain walaupun berada di rumah

 

Kebiasaan tersebut juga tidak langsung memudahkan seluruh warga negara Indonesia. karena tidak semua orang memiliki privilege untuk diam di rumah dan bisa tenang dari ancaman luar. Namun batas kritis tiap orang pastinya berbeda-beda. Ada yang memang masih membutuhkan pekerjaan yang mengharuskan keluar rumah (Nasir, Andul, Muhith : 2011). Atau dari sisi psikologis, ada yang merasakan energi saat bertemu orang lain atau dengan kata lain ekstrovert. 

 

(Dani & Mediantara : 2020) juga menjelaskan bahwa kondisi PSBB juga berpengaruh terhadap emosi remaja yang rawan terguncang, dan akhirnya istilah anxiety ramai diperbincangkan kembali. Hal ini juga didukung oleh hasil riset yang menjelaskan bahwa tingkat kecemasan, depresi, dan stress yang berujung pada kemampuan pembelajaran terbilang jauh lebih tinggi dibandingkan para remaja di masa normal sebelum pandemi.

 

Pandemi covid-19 juga telah mengubah banyak hal termasuk cara bersosialisasi sehingga secara tidak sadar, kepribadian seseorang juga akan ikut berubah. Kurangnya interaksi sosial juga pada akhirnya membuat para ahli membuat penelitian. Salah satu hasil ditemukan terdapat seorang remaja yang pada akhirnya merasa aneh dengan interaksi di kehidupan nyata setelah dua tahun lamanya berinteraksi secara daring. Selain merasa aneh, remaja tersebut juga merasakan ketidaknyamanan karena dirinya dipaksa untuk mengisolasi diri di rumah di usia 20an selama bertahun-tahun.

 

Covid-19 juga mengharuskan tiap individu untuk membentuk kembali cara bekerjasama, dan terhubung satu sama lain, serta mengerti cara pandang dewasa dan anak muda. Menurut riset, covid-19 juga pada akhirnya dapat mengubah kepribadian utama seseorang dengan ciri-ciri rasa kreatif mereka telah redup dan menjadi kurang ekstrovert, tidak menyenangkan, dan kurang teliti. Selain bagi remaja dan dewasa, covid-19 juga berpengaruh cukup signifikan terhadap perkembangan anak. Dikarenakan mereka di usia yang seharusnya banyak eksplor hal baru harus menahan energi dan emosi mereka karena pandemi, serta tidak adanya interaksi dengan teman sebayanya. Permainan atau aktivitas fisikpun juga dibatasi dengan sangat ketat karena kekebalan atau metabolisme tubuh mereka yang juga masih terbilang rawan. Kondisi psikologis orang tua juga pastinya akan berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam menangkap suatu hal.

 

Ekstrovert merupakan kepribadian yang cenderung suka berkembang dalam situasi sosial. Orang-orang ekstrovert mendapatkan energi melalui interaksi yang dilakukan dengan orang-orang yang ditemui. Hadirnya pandemi membuat orang-orang menjaga jarak untuk melakukan kontak dengan orang lain, hal tersebut sangat membebani orang ekstrovert untuk berkembang dalam situasi sosial. Setelah dua tahun berlalu, pandemi mulai berangsur menghilang membuat orang ekstrovert merasa lega karena dapat kembali ke rutinitas pra pandemi yang membuat mereka dapat bersosialisasi dengan banyak orang.

 

Seseorang yang memang memiliki kepribadian ekstrovert, dimana mereka terbiasa mendapatkan energi dari orang sekitar dan sosialisasi juga pada akhirnya akan sangat rentan menjadi agresif atau bisa jadi sangat tertutup karena kecemasan yang berlebihan akibat takut terkena virus. Solusi mempertahankan kenormalan juga sepertinya hanya wacana belaka tanpa tahu betapa sulit dalam praktiknya. Apalagi ketika di rumah saja, akan lebih banyak individu yang tidak dapat lepas dari perangkat gadget dan hal tersebut juga tidak sepenuhnya baik bagi pertumbuhan anak atau orang dewasa.

 

Newscientist.com juga pernah melakukan penelitian dan menghasilkan temuan bahwasannya ada orang menjadi introvert, tertutup, jauh lebih berhati-hati karena adanya pandemi covid-19 ini walaupun dulunya termasuk dalam kategori ekstrovert.

 

Para peneliti membandingkan perubahan kepribadian yang terjadi selama tahun pertama dan kedua pandemi melalui perubahan tersebut kepribadian normal yang diharapkan selama periode itu. Dari penelitian tersebut ditemukan adanya perubahan angka kepribadian dalam penilaian yang dilakukan sebelum dan pertengahan bulan Maret 2022

 

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutin menemukan data bahwa rata-rata, keramahan orang menurun hampir 1,5 kali lipat dari tingkat biasanya. Kepribadian seseorang yang sebelumnya ekstrovert pun menurun menjadi 2,5 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu yang singkat kepribadian orang dapat berubah dari biasanya karena hadirnya pandemi. Kecemasan yang timbul bagi seluruh individu, termasuk golongan ekstrovert sekalipun hadir karena kita terlalu takut akan situasi yang belum tentu terjadi. Ibaratnya sesuatu tersebut sudah memenuhi otak dan pikiran sehingga sangat mengganggu aktivitas dan kondisi mental. Sekalipun hal tersebut bisa dimaklumi saat covid terjadi, namun ada beberapa hal yang bisa dilakukan di masa saat ini untuk mengembalikan kepercayaan diri bertemu orang lain dengan melakukan berbagai cara. Diantaranya adalah :

 

  • Mulailah bertemu dengan orang terdekat atau circle nyaman kita yang membuat kita bisa menjadi diri sendiri
  • Berusaha memvalidasi perasaan bahwa ketakutan itu wajar. Namun jangan menjadi penghalang untuk terus berinterkasi dengan orang
  • Sayangi diri sendiri. Kecemasan hadir karena kita terlalu takut virus menyerang tubuh. Namun biar bagaimanapun, bertingkah menutup diri juga bukan solusi yang tepat untuk alasan menyayangi diri sendiri.
  •  Meminta bantuan profesional seperti psikolog, psikiater, atau konselor
  • Tetap menjaga kebersihan sekalipun kondisi tidak separah dulu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun