Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belajar Investasi Saham dari Budidaya Jahe? Kenapa Tidak?

10 Agustus 2020   08:00 Diperbarui: 10 Agustus 2020   08:11 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Bursa Efek Indonesia | Sumber Gambar: money.kompas.com

Anomali di pasar saham Indonesia masih terus berlanjut. Pengumuman kinerja keuangan sejumlah emiten di semester pertama tahun 2020 telah dirilis, sebagian menunjukkan outlook yang mengecewakan namun sesuai dengan dugaan awal para pelaku pasar di mana akan terjadi penurunan dari sisi revenue dan profit sebagai imbas dari diberlakukannya PSBB dan lesunya kegiatan ekonomi di Indonesia akibat pandemi Covid-19.

Sementara itu, pemerintah sendiri mulai mengambil ancang-ancang terkait kemungkinan terjadinya resesi sebagai konsekuensi dari kontraksi pertumbuhan ekonomi. Kendati pernyataan optimis dan sejumlah kebijakan perlindungan sosial telah dilemparkan ke publik sejak berbulan-bulan lamanya, tidak sulit untuk membaca kekhawatiran yang secara implisit terkandung di dalam narasi panjang ini.

Akan tetapi di tengah bayang-bayang situasi suram ke depannya, pasar saham belum juga mentranslasikannya ke dalam koreksi harga saham sebagian besar emiten. IHSG, alih-alih beranjak turun dari level Rp. 5.000, justru merangkak naik ke level Rp. 5.143 pada penutupan perdagangan Jumat, 8 Agustus 2020, kendati pada perdagangan hari itu terjadi koreksi minor sebesar 0.66% dibanding harga penutupan di hari sebelumnya. (Sumber: RTI Business)

Kita dapat berspekulasi mengenai sejumlah penyebab yang membuat kondisi menjadi demikian adanya. Boleh jadi institusi besar sedang menggoreng saham untuk kemudian dijual kepada investor ritel. Boleh jadi juga para investor tetap optimis dengan outlook ekonomi kita, sebagaimana ditunjukkan oleh survei kepuasan masyarakat yang dihimpun Cyrus Network terkait penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah. (Sumber ) Namun apapun alasan di baliknya, penjelasan pastinya baru dapat kita tahu secara pasti setelah semua berlalu.

Penulis sudah pernah mendemonstrasikan mengapa fenomena semacam ini kerap terjadi di pasar saham, yakni mengapa harga saham terkadang bergerak berlawanan arah dengan prospek serta kondisi terkini ekonomi. Singkatnya, secara jangka pendek opini para pelaku cenderung mendominasi arah pergerakan harga saham, namun dalam jangka panjang performa emitenlah yang menentukan harga sebenarnya. (Baca: ini)

Di akhir tulisan tersebut serta beberapa tulisan lainnya, penulis merasa perlu untuk mendemonstrasikan lebih lanjut konsep investasi menggunakan contoh ilustrasi yang lebih nyata ketimbang hanya sekadar menjabarkan pemahaman yang penulis peroleh dari para investor besar yang penulis kutip seperti misalnya Benjamin Graham. 

Penulis menyadari bahwa kendati analisis dapat disampaikan menggunakan bahasa yang ringan, belum tentu pengalaman dari para investor ini dapat dikaitkan dengan kehidupan sebagian besar dari kita yang jelas tidak seberhasil mereka dalam berinvestasi.

Kesulitan untuk memberi demonstrasi dalam bentuk lain ini akhirnya terpecahkan, anehnya, seiring dengan keberhasilan penulis dalam menjalani hobi baru di rumah selama masa pandemi, yakni berkebun. Persisnya adalah ketika jahe yang penulis budidayakan di dalam pot gantung berhasil tumbuh subur dan menghasilkan umbi yang besar dengan banyak sekali batang dan daun yang menjulang tinggi sampai-sampai menutupi permukaan pot.

Belajar Investasi dari Budidaya Jahe? Kenapa tidak? | Sumber Gambar: www.hipwee.com
Belajar Investasi dari Budidaya Jahe? Kenapa tidak? | Sumber Gambar: www.hipwee.com

Bagi Anda yang kurang familiar dengan budidaya jahe, tanaman yang memiliki banyak khasiat kesehatan dan sering digunakan dalam berbagai resep makanan dan minuman ini dapat Anda budidayakan menggunakan potongan kecil umbinya yang Anda kubur 1 - 2 inci di bawah permukaan tanah dan Anda biarkan untuk terus menumbuhkan tunas baru sembari tumbuh secara horizontal selama berbulan-bulan. Hasil panennya adalah jahe dengan ukuran yang lebih besar dan berbuku-buku yang dapat Anda potong dan tanam kembali berulang kali.

Jahe tumbuh subur di iklim tropis seperti di Indonesia dan selama ia memperoleh nutrisi serta paparan matahari yang cukup, Anda hampir-hampir tidak perlu repot-repot merawatnya. Harga jual per kilonya cukup mahal, sekitar puluhan hingga ratusan ribu tergantung jenisnya, dan harganya hanya menjadi semakin mahal di tengah pandemi karena permintaan yang merangkak naik (sedikit peluang usaha bagi yang berminat, mungkin).

Lantas, apa hubungannya budidaya jahe dengan berinvestasi saham? Mari kita dalami satu per satu kesamaannya dengan cara melakukan perbandingan dari awal hingga akhir prosesnya.

Pertama, kita mulai dengan proses persiapan. Dalam kegiatan budidaya tanaman apapun, mempersiapkan lahan selalu menjadi tugas pertama yang harus Anda kerjakan dengan sungguh-sungguh. Dimulai dari menyiapkan media tanam yang kaya akan unsur hara, memastikan lokasi tanam minim predator dan hama, memastikan posisi tanam mendapat cukup banyak sinar matahari, hingga memastikan tidak terdapat limbah anorganik dan beracun yang berpotensi menjadi kontaminan selama proses penanaman. 

Artinya, Anda perlu memastikan ekosistem sudah cukup baik untuk mendukung kesehatan dan tumbuh-kembang tanaman, dalam hal ini jahe.

Dalam konteks berinvestasi saham, Anda juga perlu mempersiapkan beberapa hal terlebih dahulu sebelum membeli saham apapun. 

Dimulai dari melakukan riset terhadap ekosistem pasar saham tempat Anda berinvestasi, termasuk mengenai siapa saja pemain pentingnya, mempelajari beberapa teknik analisis penting (baik fundamental maupun teknikal) dalam menilai kelayakan suatu saham, memastikan regulator dan regulasi telah diformulasikan sedemikian rupa hingga menjadi cukup aman bagi Anda untuk berinvestasi, dan tidak ketinggalan melakukan riset terhadap sekuritas pilihan Anda.

Setelah memastikan bahwa lahan tanam (pasar) sudah cukup sesuai dengan apa yang Anda harapkan, langkah selanjutnya adalah memilih jahe (saham) yang hendak ditanam (diinvestasikan). Dalam konteks budidaya jahe, Anda ingin memastikan bahwa jahe yang Anda pilih bukan saja berasal dari varietas unggul dengan harga jual tinggi, melainkan juga bahwa umbinya sendiri dalam kondisi segar dan sehat. 

Anda tentu tidak mau menanam jahe yang umbinya mengandung bibit penyakit atau dalam keadaan busuk. Bisa-bisa usaha Anda menjadi sia-sia dan ketika dijual jahenya Anda mendapat banyak komplain dari pembeli.

Sama halnya dengan pemilihan jahe tersebut, Anda juga harus melakukan riset yang sungguh-sungguh terhadap saham mana yang hendak Anda beli untuk keperluan investasi. Pastikan bahwa bukan hanya perusahaannya dalam keadaan sehat dan memiliki performa solid, melainkan juga bahwa Anda memiliki optimisme dan justifikasi terkait imbal hasilnya di masa depan bagi Anda. 

Tentu akan menjadi sia-sia apabila performa perusahaan bagus, namun saham Anda tidak terapresiasi harganya dan Anda juga tidak kunjung memperoleh dividen. Pilihan saham akan sangat berpengaruh terhadap masa depan investasi Anda, termasuk seberapa keras Anda perlu bekerja selama prosesnya.

Selanjutnya setelah memilih jahe, Anda perlu memilih waktu yang tepat untuk menanam. Jahe menyukai tanah yang memiliki kandungan air yang cukup, namun jika terlalu basah umbinya malah akan busuk sebelum sempat tumbuh. Oleh karena itu, idealnya jahe ditanam di awal musim kemarau dan dipanen saat memasuki musim penghujan (kecuali jika Anda punya rumah kaca yang mampu melindungi dan memberikan iklim yang senantiasa ideal bagi pertumbuhan jahe Anda).

Sejalan dengan itu, berinvestasi saham juga perlu mempertimbangkan momentum yang tepat untuk masuk. Trader biasanya menggunakan analisis teknikal dengan cara membaca grafik pergerakan harga jangka pendek untuk mengetahui momentum tersebut. Sebagai investor, penulis pribadi lebih suka melihat kondisi ekonomi secara garis besar dan dengan horizon waktu yang lebih panjang. 

Waktu terbaik untuk masuk biasanya ketika terjadi koreksi akibat suatu krisis, misalnya saja pada saat krisis ekonomi 2008 atau pada awal tahun ini ketika berita tentang pandemi memberikan sentimen negatif yang kuat bagi terjadinya koreksi harga secara mendalam. Ini adalah "kemarau" yang dapat Anda manfaatkan untuk "bertanam" sebelum masuk "musim hujan" di mana Anda idealnya melakukan "panen".

Setelah menanam jahe, jangan lupa untuk rutin menyiramnya paling tidak sehari sekali untuk menjaga kelembaban tanah, sembari juga sesekali memberikan asupan organik, entah menggunakan remahan daun dan dahan kering, sampah dapur, hingga buah yang jatuh di pekarangan. 

Penulis sendiri telah terlebih dahulu mengubur sebagian benda ini di dalam pot sebelum menanam jahe sehingga sejalan dengan proses pertumbuhan jahe, sampah organik ikut terurai dan nutrisinya dapat langsung digunakan oleh tanaman jahe. Alhasil, penulis hanya perlu menyiram tanaman hingga panen tiba.

Mirip dengan proses ini, investasi pada saham juga sebaiknya diberikan waktu untuk bertumbuh. Kecuali jika Anda trader, Anda harus menyadari bahwa value dari investasi Anda ini sejatinya berasal dari kinerja bisnis perusahaan itu sendiri. Nilainya tumbuh sejalan dengan pertumbuhan aset, ekuitas, penjualan, keuntungan, dan sebagainya. 

Anda dapat secara aktif berpartisipasi dalam merawat saham Anda, misalnya dengan berpartisipasi di RUPS untuk memberikan input dalam penentuan arah kebijakan dan jajaran di manajemen yang mengelola perusahaan untuk Anda. Lagi-lagi, sebagus apapun emiten yang Anda pilih di awal, sebagaimana umbi jahe yang berkualitas, apabila tidak diberi perawatan yang baik, pertumbuhan dan imbal hasil yang diberikan tidak akan optimal. Ini termasuk juga dengan cara mengendalikan "hama" yang mungkin menjangkit perusahaan.

Setelah semua kerja keras sejauh ini, tentu Anda berhak memperoleh hasil panen yang sepadan. Di sinilah kebijaksanaan dan kematangan Anda dalam menanam jahe diuji. Jika Anda mengalami gagal panen, tentu langkah selanjutnya yang logis adalah kembali menanam (tentunya setelah Anda merevisi dan menemukan apa yang salah). 

Namun jika Anda ternyata sukses, tantangannya justru lebih berat. Apakah Anda lebih memilih untuk langsung memanen semua jahenya dan mengkonsumsinya sampai habis? Atau Anda tanam sebagian atau bahkan seluruhnya kembali supaya di musim panen selanjutnya jahe Anda semakin melimpah? Atau bagaimana jika daunnya saja yang dipanen untuk dimasak menjadi makanan dan minuman, sementara jahenya ditanam kembali?

Seperti yang Anda lihat di sini, banyak opsi yang dapat Anda ambil sehubungan dengan hasil panen jahe Anda. Yang membedakan antara pembudidaya yang hebat dan yang biasa-biasa saja justru terletak pada sikap yang mereka ambil terhadap hasil panen yang sukses. 

Sama halnya dengan ketika investasi saham Anda terbukti sukses dan mendatangkan imbal hasil. Apakah Anda akan memanen semuanya dalam bentuk capital gain untuk Anda konsumsi sampai habis? Ataukah Anda akan menanam seluruh atau sebagian hasil penjualan dan profit Anda ke saham yang sama dan/atau saham lain yang juga berkualitas? Ataukah Anda menahan sejenak hasil tersebut dalam bentuk uang tunai untuk diinvestasikan ketika momentumnya sudah tepat? Ataukah Anda memutuskan hanya akan menikmati dividennya saja seumur hidup?

Kita tentu mengharapkan khasiat dari imbal hasil investasi saham yang sepadan dengan semua perjuangan yang selama ini dicurahkan. Kendati demikian, kita juga tidak boleh lupa bahwa terdapat hal-hal tidak terduga yang dapat terjadi kapan pun dan mempengaruhi keseluruhan investasi saham kita. 

Jika di dalam budidaya jahe bisa saja terjadi cuaca ekstrem atau serangan hama yang berpotensi merusak tanaman jahe, maka dalam investasi saham krisis ekonomi, resesi, situasi politik, dan sebagainya yang terjadi secara ekstrem dan tiba-tiba juga dapat meninggalkan kerusakan permanen pada portfolio.

Analogi jahe dalam konteks investasi saham sengaja penulis pilih karena seperti yang penulis demonstrasikan di sini, terdapat banyak sekali kemiripan karakteristik yang dapat diperbandingkan antara keduanya. Secara umum juga, bercocok tanam mengajarkan penulis esensi dari berinvestasi yang lebih baik, demikian juga sebaliknya bahwa berinvestasi turut membentuk pola bercocok tanam yang lebih baik bagi penulis. 

Penulis mengajak para pembaca yang aktif berinvestasi saham untuk turut memiliki hobi atau kegiatan tertentu di luar pasar saham. Selain kegiatan tersebut dapat menjadi pengalih perhatian yang bagus dalam rangka mencegah Anda menjadi terlalu terpaku dan sempit pandangannya dalam menilai kondisi dan iklim investasi Anda, ia juga dapat mengajarkan kebijaksanaan dalam berinvestasi dari tempat yang tidak terduga. Efek yang sama juga dapat terjadi sebaliknya dalam hubungan komplementer.

Penulis melihat bahwa seringkali pembelajaran mengenai investasi dilakukan dalam ekosistem yang terlampau kaku dan terisolir, seolah para pengajar melihat bahwa tidak mungkin kita dapat paham dan sukses berinvestasi dengan cara belajar dari bidang lain di luar pasar modal. 

Dengan berkembangnya pendekatan multidisipliner dan keharusan bagi generasi saat ini untuk memiliki mental model yang mencakup kombinasi pengetahuan dan metodologi dari berbagai bidang keilmuan, maka sudah seharusnya pembelajaran mengenai investasi saham juga membuka diri terhadap masukan dari bidang lain.

Semoga ke depannya para pembaca juga dapat menemukan inspirasi lain yang dapat dibagikan kepada sesama terkait investasi saham sehingga kita bukan hanya berkontribusi dalam penumbuhan jumlah investor ritel lokal yang aktif di pasar saham, melainkan juga dalam peningkatan kualitas investor yang berpartisipasi di pasar saham itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun