Mohon tunggu...
Satrio Adji
Satrio Adji Mohon Tunggu...

Satrio Piningit telah berada di tengah-tengah kita. Melihat dan menyaksikan kita. Orang-orang tidak mungkin bisa tahu sosoknya, jika ditahu orang maka dia bukan Satrio Piningit. Orang-orang tidak akan mungkin bisa tahu keberadaannya karena Satrio Piningit berada diantara dua alam, yaitu alam nyata dan alam gaib. Imam Mahdi dan nabi Isa yang ditunggu oleh orang islam dan Yesus Kristus yang ditunggu-tunggu oleh orang kristen semuanya telah turun ke bumi sejak tahun 1996. Ketiganya terakumulasi menjadi satu kesatuan di dalam diri Satrio Piningit. Dalam ramalan Joyoboyo disebutkan bahwa Satrio Piningit bersenjatakan “tri sula” maknanya adalah Imam Mahdi, nabi Isa dan Yesus Kristus. Itulah senjata dan kekuatan Satrio Piningit. Satrio Piningit akan memimpin Indonesia dan dunia dengan gelar ratu adil. Pada waktu kemunculannya, Satrio Piningit menggunakan nama baru. Namanya terdiri atas satu kata dengan sembilan huruf zahaja (sahaja, saja). Pada masa itulah Indonesia akan memasuki masa keemasannya. Gemah ripah loh jinawi. Tahun ini umur Satrio Piningit telah genap setengah abad. Satrio Piningit berwujud seperti manusia sebagaimana manusia pada umumnya. Bedanya adalah karena Satrio Piningit anak dewa. Disebut anak dewa karena dia adalah anak atau titisan nabi Hidir. Nabi yang terkenal memiliki ilmu yang paling tinggi dan tetap misteri hingga saat ini. Satrio Piningit memiliki dua ibu kandung. Yang pertama; Ibu Rukmini (orang Jawa) adalah ibu yang melahirkan jasad raganya. Kedua; Ibu pertiwi (negara Indonesia) adalah ibu yang melahirkannya sebagai penguasa jagad raya. Satrio Piningit adalah keturunan Jawa yang berasal dari seberang (Makassar). Setelah Raja Prabuwijaya memeluk agama Islam, maka Sabdo Palon Nayo Genggong berpisah dengannya. Sabdo Pulon menuju Sulawesi Selatan tepatnya di kerajaan Gowa-Makassar. Dia membimbing raja Gowa, hingga raja Gowa memeluk agama Islam dan diberi nama Sultan Alauddin. Sabdo Palon juga membimbing Syekh Yusuf Al Makasssary, waliullah. Di Makasaar Sabdo Pulon meninggalkan jejak namanya sebagai “bawa karaeng” yang artinya sabda raja. Jika di Jawa Sabdo Pulon menunjuk letusan gunung merapi yang abunya ke barat daya sebagai tanda kemunculannya, maka di Makassar Sabdo Pulon menunjuk nama gunung “bawa karaeng” (sabdo raja) sebagai tanda saktinya semua perkataannya meski sudah ratusan tahun. Nama Makassar juga adalah nama yang diberikan oleh Sabdo Pulon. Makassar berasal dari kata makkasarak yang arti harfiahnya dari halus menjadi kasar. Sabdo adalah sabda yang disuarakan. Suara tidak dilihat oleh mata nyata hanya didenggar oleh telinga. Sabdo tentu ada pemiliknya. Pemiliknya yaang dahulunya gaib (halus) sekarang meng-kasar (makkasarak). Pemilik Sabdo Pulon adalaah Satrio Piningit. Satrio piningit akan berjalan kembali ke tanah Jawa. Sabdo pulon tidak memiliki wujud yang nyata. Sabdo Pulon adalah nabi Hidir alaihissalaam. Maha guru seluruh rajaa-raja dan wali-wali Allah. Dia ada dimana-mana. Umurnya 2000 tahun (angka 2 artinya digenapkan) lebih 3 tahun (angka 3 adalah senjata sakti trissula wedha). Di Makassar (meng-kasar, makkasarak) Sabdo Pulon (nabi Hidir) mempersiapkan titisannya yang memiliki jasad seperti manusiabiasa kemudian diberi nama Satrio Piningit. Salah satu tugas dari sekian banyak tugasnya adalah membuktikan kebenaran perkataan Sabdo Pulon. Satrio Piningit juga adalah Nayo Genggong. Satrio Piningit yang bersenjatakan “trisula” muncul di Indonesia oleh karena peradaban ummat manusia awalnya memang di Indonesia dan nanti akan diakhiri di Indonesia pula. Para ahli mengatakan, benua Atlantis yang hilang tenggelam adalah Indonesia. Satrio Piningit membenarkan perkataan para ahli itu. Satrio Piningit harus keturunan Jawa karena peradaban tertua ummat manusia adalah suku Jawa. Gunung Muriah adalah saksi bisu peradaban masa lampau. Teliti dan cermatilah maka kalian akan temukan simpul-simpul kebenarannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangkajoyoboyo "Trisula Wedha"

10 Mei 2013   04:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:49 1467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

TRISULA WEDHA

Oleh: Yaman Al Bughury



Prabu Jayabaya adalah orang yang pertama kali mempopulerkan istilah Trisula Wedha. Istilah ini disebutkan beberapa kali dalam ramalannya yang terkenal dengan ramalan Jayabaya. Banyak orang yang tidak mempercayai ramalan itu terutama masyarakat di luar pulau Jawa. Sebagian lagi bersikap apatis namun tidak sedikit juga yang meyakini kebenarannya. Sebagian masyarakat Jawa menjadikan ramalan Jayabaya sebagai rujukan dalam mengamati setiap era perubahan zaman.

Ramalan Jayabaya menggunakan bahasa Jawa yang sangat halus. Tata bahasanya sangat indah menyejukkan sukma. Bila membacanya serasa kita terbuai dalam ayunan. Kalimat yang digunakannya seperti bait-bait puisi mengalir lancar seperti air jernih dan bersih dari telaga suci. Bait-baitnya serasa hidup dan mengantar kita menembus lorong waktu ke masa silam ratusan tahun yang lampau. Banyak menggunakan kausa kata dan kalimat-kalimat simbolik, jenaka dan samar-samar sehingga menimbulkan multitafsir bagi pembacanya. Lebih dari semua itu ramalam Jayabaya seperti sebuah wahyu yang musti diterima oleh pembaca secara apa adanya tanpa koreksi ataupun catatan. Sungguh mengagumkan!.

Jayabaya meramalkan akan munculnya seorang dewa berbadan manusia yang bersenjatakan Trisula Wedha. “Dewa” memiliki konotasi pada tataran dimensi dunia gaib sedang “manusia” memiliki dimensi pada tataran dunia nyata. Itu berarti dewa yang diprediksi oleh Jayabaya akan muncul adalah seorang manusia yang hidup dan beraktifitas seperti manusia pada umumnya. Semua aktivitas yang dilakukan orang itu berdimensi ganda yaitu dimensi di dunia gaib dan dimensi di dunia nyata pada waktu yang bersamaan.

Orang itu adalah SATRIO PININGIT. Satrio (seorang ksatria) dan Piningit (yang menyembunyikan diri) memiliki aktivitas di dunia nyata dan gaib. Sifat dan karakter Satrio Piningit di dunia nyata berbeda dengan sifat dan karakter Satrio Piningit di dunia gaib. Sifat dan karakter itu dilakoni seorang diri. Jayabaya secara terang benderang sudah memisahkan mana sifat dan karakternya di dunia nyata dan mana sifat karakternya di dunia gaib. Identifikasi itu sangat jelas di dalam ramalan tersebut.

Dalam ramalannya, Jayabaya menyebut beberapakali kata Trisula Wedha namun hanya sekali saja Jayabaya memberi perincian makna Trisula Wedha yaitu “benar, lurus, jujur”. Oleh karena ramalan Jayabaya ini seperti sebuah wahyu yang suci maka kita semua, termasuk saya pribadi menerima apa adanya sebagaimana yang disajikan bahwa Trisula Wedha adalah benar, lurus, jujur.

Yang mencengangkan kita semua adalah ketika muncul sebuah tulisan di internet yang berjudul “SATRIO PININGIT TELAH MUNCUL”. Penulis artikel ini tidak mencantumkan namanya. Penulis artikel itu menafsirkan Trisula Wedha sangat jauh berbeda dengan apa yang kita yakini selama ini. Penulis artikel telah menghancurkan leburkan tata nilai dan meluluh lantakkan keyakinan yang selama ini kita bangun dan pelihara secara turun temurun. Dalam artikel SATRIO PININGIT TELAH MUNCUL hal. 2 penulis artikel itu mengatakan:
“Satrio Piningit telah muncul dengan membawa senjata “Trisula Wedha”. Senjata Trisula atau tiga sila atau tiga dasar adalah laku peran dia sebagai Imam Mahdi, Yesus Kristus dan Nabi Isa. Itulah yang dimaksud dengan Senjata Trisula”.

Artikel SATRIO PININGIT TELAH MUNCUL telah berhasil mengguncang dunia maya. Sontak para pembaca mulai ribut. Kebanyakan diantara mereka melontarkan fitnah keji, dengan menggunakan kata-kata kasar dan kotor yang ditujukan kepada penulis artikel. Sebagian pembaca memberi komentar sinis bernada menghasut. Yang membuat kita tercengang adalah banyak juga pembaca yang memberi komentar mendukung kebenaran artikel itu. Lebih mengherankan lagi penulis artikel tidak pernah memberi klarifikasi apalagi memberi pencerahan kepada pembacanya.

Artikel SATRIO PININGIT TELAH MUNCUL diposting pertama kali pada tanggal 2 Juni 2012 dan saya membacanya awal Nopember 2012. Saat pertama kali membaca artikel itu dada saya terasa sesak dan jantung saya berdenyut kencang. Entah saya tegang mungkin juga gugup. Tentu, tidak dengan serta merta saya menerima artikel SATRIO PININGIT TELAH MUNCUL sebagai sebuah kebenaran. Karena itu saya melakukan kajian secara husus dan mendalam dengan kekuatan logika saya sembari memohon bantuan “energi murni” Yang Maha Kuasa. Energi murni mutlak dibutuhkan mengingat ramalan Jayabaya memiliki nuansa wahyu yang suci dan terjaga. Konsentrasi kajian pada misteri “TRISULA WEDHA”. Hasil kajian saya tulis dengan harapan semoga membawa manfaat yang positif bagi kita semua. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun