Romantisme ala Simeone

"Kami ingin mengucapkan terima kasih padanya. Seperti kepada orang-orang yang telah memberikan hatinya untuk klub ini. Hal terindah yang tersisa adalah kami bisa saling memeluk saat kami berjumpa, merayakan, dan mengingat lagi hal-hal yang telah kami lalui bersama." 

kalimat di atas diucapkan oleh seorang Pria Argentina bernama Diego Simeone. Mengomentari keputusan Diego Costa yang mengakhiri kontraknya dengan Atletico Madrid.

dari kalimat perpisahan yang manis itu, saya melihat romantisme. Perasaan yang dalam, koneksi yang kuat antar sesama manusia karena mencintai hal yang sama. Tidak hanya itu, Diego kembali memberikan sebuah kalimat puitis di kesempatan berikutnya.

"Saat kalian mulai bermain, yang paling penting adalah sepakbola, hanya sepakbola. Tiada matahari, angin, hujan, ataupun salju. Saat bola berjalan, ini hanya tentang sepakbola.

Saat kalian bermain sepakbola kalian melupakan segala hal, saat bola berjalan, itulah kebahagiaan sesungguhnya." Beginilah Diego Simeone mengomentari kondisi Kota Madrid yang bersalju dengan suhu minus 7 derajat.

Banyak tokoh sepakbola yang disebut romantik karena menampilkan tontonan sepakbola yang menawan. sebut saja Johan Cruyff, Guardiola, Arrigo Sacchi, dan Van Gaal. Mereka percaya, ada sebuah cara untuk memainkan sepakbola, yaitu dengan menyerang. 

Keempat nama di atas menampilkan sepakbola sebagai sebuah karya seni. Layaknya lukisan, sepakbola haruslah indah dan bermakna. Karenanya, keempat orang ini dikenal lebih seperti seorang filsuf daripada pelatih sepakbola. Sepakbola menyerang yang diusung bernilai, estetic, dan tentu saja memberikan kemenangan.

Diego Simeone di lain sisi, menampilkan sepakbola yang maskulin. Very defensive, dipenuhi duel-duel keras yang membuat bulu kuduk merinding karena ngeri. 

lantas, dimana letak romantismenya?

untuk menjawab pertanyaan di atas, lihatlah video di bawah ini

Bermain dengan formasi 4-4-2, Atletico seringkali memberikan bola pada lawan dan bermain dengan menjaga ruang. Namun, tidak jarang juga mereka bermain dominan menghadapi lawan yang di atas kertas lebih lemah. 

Seperti Video di atas, mereka dalam situasi menyerang dan bermain di area pertahanan lawan. Saat serangan mereka gagal, dengan penuh determinasi setiap pemain kecuali dua penyerang berlari untuk membantu pertahanan. That, my friend is very romantic.

Bagi Atleti, bertahan pun adalah sebuah karya seni. Bila sepakbola menyerang yang mendominasi adalah seni musik, maka bertahan dengan semangat dan kebersamaan adalah seni rupa. seni yang kalah populer, namun menawarkan nilai estetik yang berbeda.

Bagaimana Atleti bertahan sama seperti bagaimana Barcelona menyerang. Bergerak sebagai sebuah unit, menutup tiap celah, bergerak ke kanan dan kiri seirama mengikuti gerak bola.

 dilansir Whoscored.com, Atleti membuat 14,7 tekel sukses, 10,1 intersep sukses per pertandingan. Sedekade sudah Simeone dan Atleti bersama. Walau pemain datang dan pergi, kabinet tempat menyimpan trofi pun belum juga penuh terisi, hal itu tidak mengubah cara mereka melihat sepakbola. 

Mereka tetap Atleti yang sama, para pejuang yang siap berperang dengan bola sebagai harta karun yang berharga. Simeone tidak hanya datang dengan sebuah gagasan, lebih dari itu ia membuat setiap orang percaya. 

Kini, Atleti dalam perjalanan meraih trofi La Liga kedua di era Diego Simeone. melihat performa inkonsisten Barcelona dan Real Madrid, semakin besar peluang Atleti menduduki singgasana tertinggi di akhir musim nanti.

Seperti seni yang bukan hanya soal musik, Sepakbola pun bukan hanya soal menyerang. Seni berkembang dari imajinasi dan kebebasan para penciptanya, tidak semuanya mudah dicerna, lebih banyak lagi yang tidak bisa dimengerti.

yang manapun yang dipilih, penting untuk melakukannya dengan sepenuh hati

Seperti Simeone dan Atleti.