Perikanan elasmobranch, yang di Indonesia dikenal dengan ikan hiu atau cucut, memegang peranan penting dalam ekosistem laut (Lack dan Sant 2009; Techera dan Klein 2010), karena hiu berfungsi sebagai predator puncak yang menjaga keseimbangan ekosistem tersebut (Roff et al. 2016). Selain itu, elasmobranch juga merupakan kelompok ikan dengan nilai ekonomi yang tinggi sebagai sumber daya perikanan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keberlanjutan populasi predator puncak seperti hiu dan cucut dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut yang sehat. Namun, populasi ikan hiu saat ini diperkirakan mengalami penurunan signifikan secara global akibat penangkapan berlebihan, terutama untuk diambil siripnya dan untuk konsumsi. Pada tahun 2012, sekitar 100 juta ikan hiu diperkirakan ditangkap, sebagian besar hanya untuk diambil siripnya (Dulvy et al. 2014). Setiap tahunnya, Indonesia diperkirakan mengekspor sekitar 100 ribu ton sirip hiu, yang berkontribusi sekitar 15% dari total permintaan pasar dunia (Clarke et al. 2006). Selain overfishing, perubahan iklim dan kehilangan habitat juga menjadi ancaman utama bagi keberlangsungan spesies ini. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas faktor-faktor yang menyebabkan penurunan populasi elasmobranch serta langkah-langkah konservasi yang dapat dilakukan untuk melindungi perikanan hiu.
Overfishing: Ancaman Utama bagi Elasmobranch
1. Penangkapan Berlebihan dan Perdagangan Sirip Hiu
Hiu sering kali menjadi sasaran utama dalam perikanan karena tingginya permintaan terhadap siripnya, yang digunakan dalam pembuatan sup sirip hiu. Praktik finning, yaitu pemotongan sirip hiu dan pembuangan tubuhnya kembali ke laut, telah mengakibatkan penurunan signifikan dalam populasi berbagai spesies hiu. Dampak dari praktik ini sangat besar, karena selain merusak keseimbangan ekosistem laut, juga mengancam kelangsungan hidup spesies hiu yang telah mengalami penurunan populasi yang drastis di banyak wilayah perairan dunia (Clarke et al. 2006; Dulvy et al. 2014).
2. Perikanan Bycatch
Banyak spesies elasmobranch tertangkap secara tidak sengaja (bycatch) dalam alat tangkap seperti pukat harimau dan jaring insang yang digunakan dalam perikanan skala besar. Penangkapan yang tidak sengaja ini sering terjadi karena elasmobranch tidak menjadi target utama dalam perikanan komersial, sehingga mereka terperangkap bersama dengan ikan-ikan lain yang lebih bernilai ekonomi. Karena elasmobranch tidak memiliki nilai ekonomi setinggi ikan komersial lainnya, mereka sering kali dibuang kembali ke laut, dalam kondisi yang sering kali sudah mati atau sekarat. Praktik ini semakin memperburuk kondisi populasi elasmobranch, mengingat tingginya tingkat kematian yang terjadi akibat penangkapan yang tidak disengaja ini. Penurunan populasi yang terjadi secara terus-menerus mengancam kelangsungan hidup spesies-spesies tersebut di laut, karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk berkembang biak dan mempertahankan populasi mereka. Akibatnya, kelestarian ekosistem laut yang bergantung pada keberadaan predator puncak seperti hiu dan pari juga semakin terancam (Cooke & Cowx 2004; Hall 1996).
3. Kurangnya Regulasi Perikanan
Di banyak negara, regulasi terkait perikanan hiu dan pari masih lemah atau tidak ditegakkan dengan baik, sehingga memungkinkan praktik penangkapan berlebihan dan perdagangan sirip hiu terus berlanjut tanpa pengendalian yang memadai. Meskipun beberapa spesies hiu dan pari telah dilindungi oleh hukum internasional, seperti Konvensi Perdagangan Spesies Terancam Punah atau Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), kurangnya pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang efektif menghambat upaya konservasi untuk melindungi spesies ini. Banyak negara masih menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan kebijakan yang memadai untuk mengatasi ancaman terhadap hiu dan pari, terutama terkait dengan penangkapan ilegal dan perdagangan sirip hiu yang melibatkan negara-negara yang tidak memiliki regulasi yang cukup ketat. Oleh karena itu, penguatan regulasi perikanan dan penegakan hukum yang lebih efektif sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup spesies hiu dan pari di seluruh dunia (Clarke et al. 2006; Simpfendorfer et al. 2011).
Perubahan Iklim dan Dampaknya pada Elasmobranch
1. Peningkatan Suhu Laut
Kenaikan suhu laut akibat perubahan iklim memiliki dampak signifikan terhadap distribusi spesies elasmobranch. Banyak spesies elasmobranch yang bergantung pada suhu laut tertentu untuk bertahan hidup dan berkembang biak, sehingga perubahan suhu dapat mempengaruhi pola migrasi mereka. Beberapa spesies yang lebih sensitif terhadap perubahan suhu ini terpaksa bergerak ke perairan yang lebih dingin atau lebih dalam untuk mencari kondisi yang lebih sesuai dengan kebutuhan suhu tubuh mereka (Heithaus et al. 2010). Perubahan pola migrasi ini tidak hanya berdampak pada ketersediaan makanan yang dapat dijangkau oleh spesies tersebut, tetapi juga mengganggu kestabilan habitat mereka. Perubahan ini berpotensi menyebabkan pergeseran ekosistem laut, yang dapat mengarah pada ketidakseimbangan dalam rantai makanan dan mengancam kelangsungan hidup elasmobranch di beberapa wilayah (Dulvy et al. 2014). Selain itu, pengaruh perubahan iklim terhadap suhu laut dapat memperburuk stres lingkungan yang sudah dihadapi oleh spesies-spesies ini, memperburuk risiko kepunahan mereka.
2. Pengasaman Laut
Meningkatnya kadar karbon dioksida di atmosfer menyebabkan pengasaman laut, yang memiliki dampak langsung pada ekosistem laut, termasuk terhadap spesies elasmobranch. Pengasaman laut ini dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan metabolisme elasmobranch, terutama pada spesies yang bergantung pada keseimbangan pH dalam air untuk bertahan hidup (Heithaus et al. 2010). Perubahan pH ini dapat mengganggu proses fisiologis dasar mereka, seperti pertukaran gas dan penyerapan oksigen, yang berpotensi mengurangi efisiensi metabolisme. Selain itu, pengasaman laut dapat mengganggu perkembangan embrio pada beberapa spesies elasmobranch, yang berdampak pada tingkat kelangsungan hidup dan kemampuan reproduksi mereka (Otake et al. 2018). Dampak ini berpotensi memperburuk kondisi kelangsungan hidup spesies-spesies ini di masa depan, mengingat bahwa gangguan terhadap pertumbuhan dan reproduksi dapat mempengaruhi stabilitas populasi mereka secara keseluruhan.
3. Gangguan pada Rantai Makanan
Perubahan iklim juga berdampak pada populasi mangsa utama elasmobranch, seperti ikan kecil dan krustasea. Penurunan suhu laut atau perubahan distribusi mangsa dapat mempengaruhi ketersediaan makanan bagi predator ini (Heithaus et al. 2010). Jika populasi mangsa menurun, predator seperti hiu dan pari akan kesulitan memperoleh makanan, yang dapat menyebabkan penurunan populasi mereka (Dulvy et al. 2014). Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan elasmobranch pada kestabilan ekosistem sangat rentan terhadap perubahan iklim yang mengubah dinamika rantai makanan di lautan.
Kehilangan Habitat: Ancaman yang Tak Terelakkan
1. Kerusakan Terumbu Karang dan Padang Lamun
Banyak spesies hiu dan pari bergantung pada ekosistem penting seperti terumbu karang dan padang lamun untuk mencari makan dan berkembang biak. Terumbu karang menyediakan tempat perlindungan dan sumber makanan bagi berbagai spesies elasmobranch, sementara padang lamun merupakan habitat penting untuk pemijahan dan perawatan muda. Namun, pemutihan karang yang disebabkan oleh perubahan iklim, bersama dengan aktivitas manusia seperti penambangan pasir dan pembangunan pesisir, telah mengancam kelangsungan habitat-habitat ini (Heithaus et al. 2010). Kehilangan atau degradasi habitat-habitat kritis ini dapat mengurangi ketersediaan makanan dan tempat berlindung bagi hiu dan pari, serta mengganggu siklus hidup mereka, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan populasi secara signifikan (Dulvy et al. 2014).
2. Polusi Laut
Pencemaran laut yang berasal dari limbah industri, plastik, dan tumpahan minyak dapat merusak habitat penting bagi elasmobranch, seperti terumbu karang dan padang lamun, yang merupakan tempat pencarian makan dan pemijahan bagi spesies ini. Mikroplastik yang terurai di laut dan masuk ke dalam rantai makanan juga dapat memiliki dampak yang merugikan, mengganggu sistem fisiologis elasmobranch. Mikroplastik ini dapat terakumulasi dalam tubuh mereka, mempengaruhi kesehatan organ internal, dan mengganggu proses metabolisme serta sistem pencernaan mereka (Rochman et al. 2015). Selain itu, paparan terhadap zat beracun dari limbah industri dan tumpahan minyak dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka, meningkatkan stres dan mengurangi daya tahan terhadap perubahan lingkungan (Heithaus et al. 2010).
3. Degradasi Estuari dan Muara Sungai
Banyak spesies pari dan hiu muda menggunakan muara sungai dan estuari sebagai tempat bertelur dan berkembang biak, karena daerah-daerah ini menawarkan perlindungan dari predator dan sumber makanan yang melimpah. Namun, degradasi wilayah ini akibat urbanisasi dan konversi lahan, seperti pembangunan pesisir dan pengalihan fungsi lahan untuk pertanian, telah mengurangi ruang bagi populasi elasmobranch untuk bereproduksi. Kehilangan habitat kritis ini membatasi kemampuan spesies-spesies tersebut untuk berkembang biak dengan sukses, yang pada gilirannya mengancam kelangsungan hidup mereka (Heithaus et al. 2010). Selain itu, perubahan kualitas air akibat polusi dan sedimentasi juga dapat memperburuk kondisi untuk pemijahan dan pertumbuhan muda elasmobranch, mengurangi tingkat kelangsungan hidup mereka di masa depan (Dulvy et al. 2014).
Upaya Konservasi dan Solusi
Untuk mengatasi ancaman terhadap elasmobranch, berbagai langkah konservasi dapat dilakukan, antara lain:
- Penerapan Regulasi Perikanan yang Ketat
- Pelarangan praktik finning dan perdagangan sirip hiu.
- Pembatasan kuota tangkapan bagi spesies yang rentan.
- Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan untuk mengurangi bycatch.
- Peningkatan Kawasan Konservasi Laut
- Penetapan kawasan konservasi yang melindungi habitat utama elasmobranch.
- Pengelolaan berbasis komunitas untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal.
- Penelitian dan Monitoring Populasi
- Penggunaan teknologi seperti tagging satelit dan pemetaan GIS untuk melacak pola migrasi dan distribusi spesies.
- Studi ekologi dan genetika untuk memahami dinamika populasi dan faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup elasmobranch.
- Edukasi dan Kampanye Kesadaran Publik
- Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya elasmobranch dalam ekosistem laut.
- Mempromosikan ekowisata hiu dan pari sebagai alternatif ekonomi yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Elasmobranch menghadapi berbagai ancaman serius akibat aktivitas manusia, mulai dari overfishing hingga perubahan iklim dan kehilangan habitat. Jika tidak ada tindakan konservasi yang lebih serius, banyak spesies hiu dan pari berisiko mengalami kepunahan. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, ilmuwan, NGO, dan masyarakat untuk melindungi elasmobranch serta menjaga keseimbangan ekosistem laut secara keseluruhan.
- Clarke, S.C., et al. (2006). "Global estimates of shark catches using trade records from commercial markets." Ecology Letters, 9(10), 1115-1126.
- Cooke, S. J., & Cowx, I. G. (2004). "The role of bycatch in the decline of elasmobranch populations." Marine and Freshwater Research, 55(4), 407-415.
- Dulvy, N. K., et al. (2014). "Extinction risk and conservation of the world's sharks and rays." eLife, 3, e00590.
- Hall, M. A. (1996). "On bycatch and the bycatch problem." Marine Pollution Bulletin, 32(1), 9-16.
- Heithaus, M. R., et al. (2010). "A review of the effects of climate change on sharks." Marine Biology, 157(3), 121-133.
- Lack, M., & Sant, G. (2009). "Sharks and rays: The global situation." IUCN Shark Specialist Group.
- Otake, S., et al. (2018). "Effects of ocean acidification on the early life stages of sharks." Environmental Science & Technology, 52(16), 9299-9307.
- Rochman, C. M., et al. (2015). "Classify plastic waste as hazardous." Science, 339(6121), 1135-1136.
- Roff, G. et al. (2016). "The role of sharks in the ecosystem." Marine Ecology Progress Series, 547, 1-13.
- Simpfendorfer, C.A., et al. (2011). "The role of sharks in marine ecosystems." Marine and Freshwater Research, 62(7), 668-674.
- Techera, E. J., & Klein, A. (2010). "Sharks, rays, and international law." Australian & New Zealand Journal of Environmental Law, 17(1), 21-41.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI