Jika Sampek kita biasa menggunakan jari-jari dari kedua belah tangan. Dan lagi, jika Gitar memiliki 6 senar, alat petik Sampek hanya terdapat 3-4 senar saja.
Alat musik petik Sampek dahulu hanya menggunakan tali dari serat pohon Enau, sebelum kini sudah berganti dengan kawat kecil sebagai dawainya. Jika diperhatikan alat musk Sampek di sisi ujung gagangnya, ada semacam hiasan ukiran yang serupa dengan taring dan kepala burung Enggangnya.
Karakter itu yang melekat pada alat musik tradisional Sampek. Maksudnya dengan begitu kita mudah mengenali entitas alat musik sampek ini!
Nah, alat musik Sampek dan semua hasil turunannya, berupa irama musiknya dan tariannya pastilah sudah mampu menjadi kekayaan Nusantara, dan mewakili entitas suku dayak yang ada di seluruh Kalimantan. Inilah yang menjadi item menu wonderful Indonesia yang wajib dunia sesapi?
Namun, ternyata pulau Kalimantan tidak dimiliki oleh bangsa Indonesia sajakan? Negara Malaysia juga memiliki sebagian pulau Kalimantan itu, dan lagi entitas suku dayak juga menyebar di wilayah Malaysia timur.
Bertanya lebih dalam kembali, kekayaan kebudayaan, berupa alat musik Sampek dan turunannya berupa iramanya dan tariannya itu, sebenarnya milik siapa? Milik Indonesia atau milik  bangsa Malayasia?
Menjawabnya, semangat Nasionalisme pastilah menyala-nyala, untuk yakin 100% membela alat musik Sampek tadi sebagai kekayaan kebudayaan kita.
Tak jarang, jika overdosis, klaim-klaim atas pembelaan kita --baik dari mereka atau kita- bisa saja menimbulkan konflik kebudayaan. Tanpa sadar, hal ini malah menjadi masalah sensitiv, yang menjalar pada konflik perbedaan yang semakin melebar antar bangsa.
Namun, sejatinya nilai-nilai kebudayaan itu harusnya mampu mempersatukan dong, dan bukan malah mencerai-beraikan? Terlebih meruntuhkan peradaban masyarakat adat dayak yang terbangun dan terjalin lama di antara bangsa Indonesia dan Malaysia sendiri kan?
Namun di sisi lain, pengakuan resmi atas siapa yang berhak atas kepemilikan kebudayaan dari alat musik sampek ini, pastilah diidam-idamkankan oleh siapa saja. Dan selanjutnya pengakuan atas kekayaan kebudayaan tadi  bisa saja dikapitalisasikan dalam konteks-konteks industri Pariwisata, menggeliatkan roda ekonomi negara.