Mohon tunggu...
Alfian Arbi
Alfian Arbi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aquaqulture Engineer

Aquaqulture Engineer I Narablog

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sampek, Konflik Kebudayaan, dan Sound of Borobudur

15 Mei 2021   16:02 Diperbarui: 15 Mei 2021   16:16 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dombra alat musik Kazakhstan yang ditemukan pada rilief Candi Borobudur I Screenshot Yutube 

Jika Sampek kita biasa menggunakan jari-jari dari kedua belah tangan. Dan lagi, jika Gitar memiliki 6 senar, alat petik Sampek hanya terdapat 3-4 senar saja.

Alat musik petik Sampek dahulu hanya menggunakan tali dari serat pohon Enau, sebelum kini sudah berganti dengan kawat kecil sebagai dawainya. Jika diperhatikan alat musk Sampek di sisi ujung gagangnya, ada semacam hiasan ukiran yang serupa dengan taring dan kepala burung Enggangnya.

Karakter itu yang melekat pada alat musik tradisional Sampek. Maksudnya dengan begitu kita mudah mengenali entitas alat musik sampek ini!

Sampek sudah menjadi alat musik modern dalam setiap pertunjukkan seni I Dok IG @exotickaltim
Sampek sudah menjadi alat musik modern dalam setiap pertunjukkan seni I Dok IG @exotickaltim

Nah, alat musik Sampek dan semua hasil turunannya, berupa irama musiknya dan tariannya pastilah sudah mampu menjadi kekayaan Nusantara, dan mewakili entitas suku dayak yang ada di seluruh Kalimantan. Inilah yang menjadi item menu wonderful Indonesia yang wajib dunia sesapi?

Namun, ternyata pulau Kalimantan tidak dimiliki oleh bangsa Indonesia sajakan? Negara Malaysia juga memiliki sebagian pulau Kalimantan itu, dan lagi entitas suku dayak juga menyebar di wilayah Malaysia timur.

Bertanya lebih dalam kembali, kekayaan kebudayaan, berupa alat musik Sampek dan turunannya berupa iramanya dan tariannya itu, sebenarnya milik siapa? Milik Indonesia atau milik  bangsa Malayasia?

Menjawabnya, semangat Nasionalisme pastilah menyala-nyala, untuk yakin 100% membela alat musik Sampek tadi sebagai kekayaan kebudayaan kita.

Tak jarang, jika overdosis, klaim-klaim atas pembelaan kita --baik dari mereka atau kita- bisa saja menimbulkan konflik kebudayaan. Tanpa sadar, hal ini malah menjadi masalah sensitiv, yang menjalar pada konflik perbedaan yang semakin melebar antar bangsa.

Namun, sejatinya nilai-nilai kebudayaan itu harusnya mampu mempersatukan dong, dan bukan malah mencerai-beraikan? Terlebih meruntuhkan peradaban masyarakat adat dayak yang terbangun dan terjalin lama di antara bangsa Indonesia dan Malaysia sendiri kan?

Namun di sisi lain, pengakuan resmi atas siapa yang berhak atas kepemilikan kebudayaan dari alat musik sampek ini, pastilah diidam-idamkankan oleh siapa saja. Dan selanjutnya pengakuan atas kekayaan kebudayaan tadi  bisa saja dikapitalisasikan dalam konteks-konteks industri Pariwisata, menggeliatkan roda ekonomi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun