Tapi, ketika sudah berada di sana, apa yang biasa dan bisa kita lakukan ya? Datang dan hanya melihat-lihat stupa candi saja? Lantas akhirnya berswa-photo gitu saja? Dan setelahnya pulang?
Hiks, hal tadi adalah bisa jadi pengalaman saya sendiri kok, ketika bertandang ke sana. Dan akhirnya saya-punh berseloroh, apa sih istimewanya Borobudur yang dunia puja itu?
Semakin kemari lagi, Borobudur –katanya- sudah kawasan wisata Super prioritas, dengan cost investasi yang berlimpah-ruah. Harapannya, modal pembangunan itu akan menjadi magnet wisata untuk lekas landing di YIA, Kulon Progo ini. Dan menyeruput semua menu  wonderful Indonesia, wisata Borobudur tadi.
Nah, dalam rilis detik.com pernah menyibak jika Borobudur nanti akan menjelma menjadi kawasaan wisata modern, yang dinamakan Borobduur Higland. Dimana –katanya- akan terdapat 5 zona, yakni gerbang  masuk, zona resort eksklusif, zona wsaita petualangan, zona wisata budaya dan zona Ekstreem.
Sampai di titik ini, bisa saja kita membayangkan dan memimpikan kemegahan Borobodur-kan?
Lantas, apakah Borobudur-Highland nanti, berhasil menjadi katalisator semangat berwisata di Borobudur lagi. Dan berhasil meleburkan essensi kebudayaan jawa kuno dan kehidupan modern kita, agar mampu bersatu padu untuk meracik semangat toleransi yang kita singgung diatas?
Atau malah sebaliknya, Candi Borobudur-lah yang akan menjadi pemantik Borobudur-Higland yang megah tadi, untuk menghidupi sisi-sisi sosial-ekonomi warga lokal kita, dan memenuhi target pajak-pajak komersil bagi modal pembangunan daerah?
Nah kolaborasi keduanya, antara dimensi modern-kuno bisa saja menjadi semangat baru dan niatan awal kita sebagai wisatawan untuk mengunjungi Borobudur kapan saja kan?
Nah jawaban itulah, yang sekaligus menjawab tabir yang disemburkan Gamelan jawa dalam mewujudkan keharmonisan Nusantara yang sudah dimulai pada abad ke-8? Nyambung gak sih?