Mohon tunggu...
Alfian Arbi
Alfian Arbi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aquaqulture Engineer

Aquaqulture Engineer I Narablog

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mana yang Lebih Penting untuk Anak Magang, Pengalaman atau Gaji?

10 Desember 2019   21:46 Diperbarui: 6 Maret 2020   07:31 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Magang (Sumber: www.careeraddict.com)

Pilihan terbaik bagi calon sarjana atau sarjana yang baru lulus, ada 3 pilihan, bisa magang atau langsung kerja atau bahkan menikah. Bagi calon sarjana atau seorang sarjana, selembar ijazah memang sangat penting untuk melamar kerja. 

Namun melamar kerja itu tidak semudah yang dibayangkan, sebab persaingannya lah yang menjadi susah. Faktor pengalaman dan keahlian sang sarjana atau calon sarjana, bisa saja menjadi batu sandungan, meski gelar sarjana sudah melekat erat belakang nama kita. Oleh karena itu, magang dapat jadi salah satu alternatif yang dapat dicoba, terutama bagi calon sarjana yang minim pengalaman dalam dunia kerja. 

Namun, terkadang masih saja ada ada calon pelamar magang yang dilema saat akan memutuskan magang. Satu sisi, magang dapat memperindah CV, namun satu sisi gajinya yang kecil atau bahkan tanpa digaji, yang pada akhirnya membuat calon pelamar mengurungkan niat melamar magang. 

Magang dan presepsinya
Dalam sudut pandang umum sih bisa saja kita berpendapat program magang yang diselenggarakan oleh perusahaan adalah kesempatan emas yang diberikan untuk mahasisiwa akhir, atau sarjana baru agar bisa belajar --lagi- tentang praktik bekerja di lapangan sesuai kompetensi, sesuai sistem yang dibuat oleh perusahaan sendiri.

Sebaliknya, dari sudut pandang perusaahaan, anak magang yang memiliki skil kompeten merupakan suatu anugerah, sebab perusahaan tidak perlu lagi mencari pegawai lain dari luar. 

Namun jika kita lihat yang terjadi saat ini, untuk program magang dalam posisi tertentu --tenaga admin misalnya. Perusaahaan malah bisa saja merekrut calon anak magang yang berlatar belakang apa saja dan mau bekerja sebagai prasyarat.

Ada anggapan sih, jika di dalam dunia kerja tidak memerlukan latar belakang pendidikan, karenan nantinya ketika magang, mereka juga akan dilatih dan belajar, sehingga nantinya siap untuk bekerja. 

Namun akibat dari hal tersebut, tak jarang kita menemukan sarjana dari latar belakang jurusan yang berbeda, bekerja di perusahaan yang tidak sesuai dengan jurusan saat kuliah dulu. 

Poinnya, meskipun hal tersebut memang sering terjadi di kehidupan nyata, namun terkadang hal tersebut sering menjadi dilema bagi anak magang, Satu sisi butuh ilmu, namun satu sisi upah yang diterima sebagai anak magang, terkadang suka tidak cukup untuk sekadang jajan atau ongkos pulang pergi dari rumah ke tempat magang dan sebaliknya. 

Uang atau ilmu?
Dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, sebenarnya sudah gamblang menceritakan jika perusahaan diminta memberikan uang saku dan transportasi pada anak magang. Namun ya praktiknya masih ada saja yang tidak mengindahkannya.

Ya soal kompensasi ini memang agak seksi sih dibahas, di mana pada faktanya peserta magang untuk keperluan akademis saja belum termasuk ke dalam definisi magang UU Ketenagakerjaan, sehingga hal tersebut membuat daya tawar anak magang menjadi lemah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun