Mohon tunggu...
Agus Setiyanto
Agus Setiyanto Mohon Tunggu... Jurnalis -

Warga Negara Indonesia yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sarjana Dilarang Jadi Pimpinan HMI

9 Januari 2016   15:34 Diperbarui: 9 Januari 2016   15:34 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tapi sebenarnya jauh hari sebelum Kongres memalukan itu, Saya sudah pisimistis HMI akan bisa kembali bermanfaat untuk rakyat. Bagaimana caranya HMI bisa bersaing dengan LSM, partai politik, lembaga penelitian, ormas kepemudaan yang mapan seperti Pemuda Pancasila, GP Ansor, KNPI, dan tentunya kehadiran media massa yang begitu massif sekarang ini.

Sebenarnya perkembangan HMI di kampus Islam seperti UIN dan Muhammadiyah juga memprihatinkan. Kader HMI tertinggal oleh kader PMII, apalagi setelah munculnya kelompok NU liberal-Jaringan Islam Liberal (JIL). Sementara kader-kader IMM lebih mencitrakan diri sebagai kelompok lslam modernis (Muhammadiyah). Peran HMI di kampus-kampus Islam ini tidak lebih dari sekadar penggembira.

Kampus dan Cabang Kecil

Perkembangan HMI di perguruan tinggi swasta seperti Tegal, Bumiayu, Brebes, Pemalang, dan Kebumen justru menggembirakan. Tapi sehebat apapun pola berfikir aktivis HMI di kampus-sekaligus cabang kecil ini-tidak akan cukup signifikan bagi masa depan organisasi.[20] Selain sebagian besar kampus tersebut merupakan kampus Islam[21], jumlah mahasiswanya pun belum terlalu banyak.

Perkembangan HMI di kampus dan cabang kecil di atas justru semakin memperjelas kemunduran HMI. Contohnya di Badko Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta (Jateng-DIY). Dalam dua periode terakhir, Ketua Badko-nya tidak diduduki kader-kader dari kampus UGM, UNY, UNDIP, UNNES, dan UNS. Padahal belum pernah terjadi sebelumnya-Cabang besar (tua) seperti Yogyakarta, Bulaksumur, Solo, dan Semarang dipecundangi Cabang kecil (muda) seperti Tegal dan Purwokerto.

Banyak alumni HMI setempat kecewa. Bagi mereka ini merupakan kemunduran luar biasa di tubuh HMI, khususnya di Jateng-DIY. [22]

Saya yakin apa yang terjadi di Badko Jateng-DIY juga terjadi di Badko lainnya. Bahkan fenomena kemunduran ini juga sudah lama terjadi di Cabang[23] apalagi PB HMI. Sangat sulit kader-kader HMI dari kampus ternama untuk bisa bersaing menjadi pimpinan tertinggi HMI. Padahal menurut Amidhan[24] di Cabang Yogyakarta sejak 1960-an tidak pernah terpilih Ketua Umum dari kalangan mahasiswa agama seperti IAIN (UIN) atau Universitas Muhammadiyah. Demikian juga di tingkat PB HMI dari awal selalu yang terpilih dari mahasiswa umum, barulah ketika Kongres VIII HMI di Solo Ketua PB HMI dimenangkan kader dari kampus agama (Nurcholish Madjid). Satu dan lain hal karena memang HMI didirikan terutama pada waktu itu untuk perguruan tinggi umum.[25]

PB HMI Sibuk Ngurusi Perut

Pada 2009, saya pernah beberapa hari menginap di kontrakan seorang petinggi PB HMI. Kontrakan dua lantai di tengah Jakarta itu berisi 10-15 orang. Mereka merupakan kader HMI dari daerah yang duduk sebagai PB HMI. Selain menjadi pengurus, ada di antara kader-kader itu yang sedang melanjutkan S2, mencari pekerjaan, dan sebagian besar lainnya (agaknya) pengangguran. Entah bagaimana caranya mereka bisa makan minum serta memperoleh koneksi internet gratis selama dua tahun di tempat itu.

Mereka sudah sarjana, usia semakin tua, bahkan ada yang sudah berkeluarga. Siang hari personil PB HMI itu tidur, baca buku, diskusi, kuliah, dan menonton berita politik Tanah Air. Sedangkan di malam hari, saya sempat lihat satu di antara mereka, pergi pamit untuk menemani seorang senior menghadiri pertemuan partai politik di satu hotel besar Jakarta.

Belakangan, setelah Bos Besar di markas tersebut gagal di Kongres Depok, semua penghuni bubar jalan. Banyak di antara mereka terpaksa terjun sebagai broker politik kelas teri, merapat ke senior di berbagai partai politik, mendirikan LSM, dan tentunya berusaha kembali masuk sebagai fungsionaris PB HMI. Bagi para aktivis pejuang sekaligus petualang ini, semua bisa digarap asal bisa tetap survive di Jakarta. Ada juga di antara mereka yang pulang kampung sekaligus gagal lulus S2 di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun