"Bukankah Presiden Prabowo telah mengeluarkan kebijakan efisiensi, yang salah satunya mengurangi kegiatan rapat-rapat di hotel?".
"Apa DPR sudah berubah menjadi oposisi dalam hal ini, atau justru ini bentuk diskriminasi?".
Saya yakin, mereka cukup cerdas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Biar saya tebak, jawaban yang pertama yang keluar adalah aturannya masih membolehkan.
Aturan macam apa yang membolehkan negara harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk sebuah rapat yang bisa dilakukan di dalam gedung DPR?
Dengan kelakuan aparat pemerintah yang semacam ini-sebagaimana telah saya jelaskan sebelumnya-delik kerugian negara sepertinya masih diperlukan.
Penyamaan Persepsi
Pasalnya orang-orang semacam ini akan selalu berlindung di balik aturan yang membolehkan.
Oleh karena itu-menurut saya-bukan delik kerugian yang harus dihilangkan, namun persepsi tentangnya yang perlu disamakan.
Perlu ada penyamaan persepsi terkait penerapan delik kerugian negara, baik kalangan APH, akademisi, maupun pelaku pengadaan.
Contoh yang saya sebutkan di atas pun terdapat peran pelaku pengadaan di dalamnya.
Tidak mungkin rapat yang dilangsungkan di hotel dilakukan tanpa peran pejabat pengadaan/kelompok kerja pemilihan dan pejabat pembuat komitmen.