Mohon tunggu...
Saskia Aprilia
Saskia Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psikologi

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universita Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Emosi Bipolar dalam Kehidupan Remaja dan Perspektifnya dalam Islam

23 Juni 2021   20:00 Diperbarui: 23 Juni 2021   20:05 2577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan data WHO menyebutkan bahwa gangguan bipolar berada dalam urutan ke-6 dalam penyakit utama yang dapat menyebabkan disabilitas di seluruh dunia. Sekitar 5,7 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan bipolar. Atau sekitar 1% dari seluruh populasi di seluruh dunia. Sebanyak 25-50% penderita gangguan bipolar pernah melakukan percobaan bunuh diri paling sedikit sekali selama hidupnya. Gejala gangguan bipolar ini dapat pertama kali muncul mulai remaja hingga dewasa. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda yang berusia sekistar 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar, maka risiko penyakit akan lebih besar dan penyakit tersebut dapat bertahan lebih lama dan lebih sering menyerang.

Pada umumnya setiap orang pernah mengalami perubahan suasana hati, baik itu dalam kondisi suasana hati yang baik atau sebaliknya. Namun hal yang berbeda terjadi pada remaja dengan gangguan bipolar, mereka mengalami perubahan suasana hati yang drastis atau ekstrem yang dikenal dengan istilah mood swing. Banyak faktor yang menyebabkan penderita gangguan bipolar mengalami kondisi tersebut, baik faktor biologis maupun faktor yang berasal dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi kondisi individu dengan gangguan bipolar (Smith,2011). 

Masyarakat awam terutama remaja-remaja yang mengidap gangguan bipolar itu sendiri, kadang tidak menyadari tanda-tanda dan gejala gangguan bipolar tersebut. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan dan informasi tentang gangguan bipolar. Selain itu ketidakpedulian masyarakat secara umum akan pentingnya kesehatan jiwa dan mental juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sedikitnya masyarakat yang memahaminya.

Tidak terlepas dari sudut pandang Islam, para ulama kontemporer baru memberikan perhatian secara khusus terkait kasus bipolar akhir-akhir ini. Diantaranya adalah Yunus Abdul Qawi, ulama mazhab Syafii. Di dalam kitabnya yang berjudul Al-Jarimah wa Al-'Iqab Fi Al-Fiqh Al-Islami, beliau berpendapat bahwa penderita histeria, epilepsi, dan gangguan mental lainnya memiliki hukum yang sama dengan orang gila. Konsekuensinya, apabila ia tidak sadar ketika melakukan suatu perbuatan, maka ia terbebas dari hukum fikih. Namun akan dihukumi sama dengan orang yang normal (meski terpaksa) apabila ia memiliki kesadaran terhadap apa yang ia lakukan, meskipun ia tidak menghendakinya. Di sisi lain, para ahli berpendapat bahwa bipolar disebabkan oleh beberapa faktor. 

Lalu bagaimana kita mengatasinya?

Gangguan bipolar merupakan penyakit yang membutuhkan terapi jangka panjang. Mood stabilizer antipsikotik dan antidepresan merupakan agen yang paling direkomendasikan dan sering digunakan dalam pengobatan gangguan bipolar. Penanganan dalam penyembuhan gangguan bipolar dapat dilakukan selain dengan pemberian obat-obatan ataupun perawatan menggunakan terapi tertentu, dapat pula dilakukan dengan memberikan dukungan sosial dari keluarga. Namun sebagai orang tua sebaiknya melakukan konsultasi dahulu untuk mengambil langkah selanjutnya mengenai terapi atau pengobatan yang akan dilakukan. Semua emosi memegang peranan penting dalam kehidupan remaja karena pengaruhnya terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Ada baiknya mengenali diri sendiri lebih dalam dan tidak takut untuk membicarakan kepada orang tua atau orang terdekat jika mengalami gangguan emosi yang berlebihan.

REFERENSI

Barret, L. F & Fossum, T. 2001. Mental representations of affect Knowledge. Cognition and Emotion, Vol 15, hal: 333363

Davison, G. C., Neale, J. M., & King, A. M. (2010). Psikologi abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ekman, P. 1992. Facial expression of emotion, Journal of American Pschologist, Vol. 48, No.4, hal. 384 392.

Feldmen, R. S. (1997). Understanding Psychology. Third edition. USA : McGraw Hill

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun