Mohon tunggu...
Elisabeth Murni
Elisabeth Murni Mohon Tunggu... Editor - dream - journey - discover

Ngeblog di RanselHitam.Com, berkolaborasi di Maioloo.Com, editor my-best.id, jualan wedang rempah budhe sumar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Djogjabulary Part II: M Sampai Z

6 Agustus 2010   08:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_217737" align="aligncenter" width="322" caption="Coretan Sash"][/caption]

Sesuai dengan janji saya untuk menuliskan Djogjabulary: dari M hingga Z, maka inilah hasilnya. Monggo dinikmati hehhe.

M, Maridjan: Juru kunci Merapi yang pernah menolak permintaan Sultan untuk meninggalkan Merapi yang kala itu sedang dalam kondisi batuk-batuk dan memutuskan untuk tetap bertahan di Kinahredjo. Namanya meroket lantaran menjadi bintang iklan salah satu produk karya anak bangsa. Roso, roso!

N, Nol Kilometer: Jantung Kota Jogja dan menjadi kawasan yang paling asyik buat nongkrong serta foto-foto. Obyek-obyek menarik yang ada di Titik Nol Kilometer antara lain Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Umum 1 Maret, Gedung Agung, BI, Kantor Pos Besar, Kraton, Taman Pintar, dll. Anak-anak canting juga paling suka nongkrong di kawasan ini. Katanya sih, mengosongkan diri di titik nol. Oya, saat malam minggu atau musim liburan sekolah kawasan ini akan menjadi amat sangat padat sekali. Satu hal lagi yang saya suka dari titik nol, kadang ada pengamen yang full team dengan suara yang bagus. Melewatkan senja di sini sangat menyenangkan lho.

O, Oseng-oseng Mercon: Walau sama-sama memicu kegaduhan, mercon yang satu ini tak bakal dirazia oleh petugas. Karena terkadang perazianya merupakan penggemar makanan ini. Berbahan dasar kikil sapi berbalur bumbu merah merekah dari berbagai rempah, oseng-oseng ini akan membuat Anda merasakan sensahi ‘hot’ yang tiada duanya. Anda harus menyiapkan fisik dan mental sebelum bertemu dnegan makanan ini. Yang jelas ledakan itu pasti akan terjadi. Baik di lidah, di lambung, maupun di kaskus. Berjaga-jagalah.

P, Permata: "Tahu Permata?" Jangan sampai bilang tidak atau terlihat tulalit tatkala ditanya macam itu. Tak bisa mengaku anak gaul Jogja kalau tak tahu bioskop Permata. Tapi itu dulu, waktu tv hitam putih pun belum banyak yang punya dan tontonannya cuma TVRI. Pada era 70-an, bioskop di bilangan Sultan Agung ini menjadi jujugan muda-mudi Jogja untuk menghabiskan waktu luang. Menonton film di Bioskop Permata merupakan prestise tersendiri. Kabar terkini permata sudah tidak lagi beroprasi. Padahal saya masih terobsesi untuk nonton film di sana lho. Hikz.

Q, Q Hajar Dewantara: Ini versi gaulnya. Versi aslinya tetap saja Ki Hajar Dewantara. Meskipun tidak lulus dari Stovia, dia dikenal sebagai bapak pendidikan Indonesia. Pendiri sekolah Taman Siswa di Yogyakarta pada tahun 1922, yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Q Hajar ini pulalah yang merumuskan formula canggih yang mencerahakan anak bangsa. Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), ing madya mangun karsa (di tengah membangun prakarsa), tut wuri handayani (di belakang member dorongan).

R, Radio: Itu judul lagu yang dipopulerkan grub band Sheila on Seven yang adalah warga Jogja asli. Saya kok jadi iseng ya, jika redominasi rupiah benar-benar dilaksanakan maka Sheila on Seven akan ganti nama menjadi Sheila on zero point zero zero seven hehehe.

S, Sego Segawe: Sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe. Gerakan bersepeda yang dicanangkan oleh pak HaZet, Walikota Yogyakarta. Setiap hari Jumat pegawai pemkot dan instansi lain diharapkan berangkat dan pulang kerja menggunakan sepeda. Anak sekolah juga. Jadinya tiap Jumat pagi saya slelau bertemu iring-iringan pesepeda. Semoga impian untuk mengembalikan Jogja ke fitrahnya sebagai Kota Sepeda bisa terwujud. Semoga.

T, Tugu: Tugu memiliki makna ganda. Yang pertama adalah Stasiun Tugu , tempat pemberhentian dan pemberangkatan gerbong-gerbong besi dariberbagai penjuru. Tugu yang berupa stasiun ini menjadi saksi mati orang-orang yang patah hati karena perpisahan, maupun orang yang gembira karena pada akhirnya bertemu kembali dengan sang pujaan. Sedangkan makna yang kedua adalah Tugu Pal Putih yang terletak di perempatan dekat PH. Menjadi tempat favorit kawula muda untuk berfoto ria dengan berbagai macam gaya.

U, Unggah-Ungguh: Katanya Jogja itu jantung kebudayaan Jawa. Penduduk asli biasanya terus mematuhi unggah-ungguh atau tata krama yang berlaku dalam masyarakat. Tapi terkadang para pendatang tidak mempedulikan itu. Jika ditambah prefix L maka akan menjadi Lunggah-Lungguh yang artinya nongkrong.

V, Vredeburg: Benteng yang berada di titik nol ini awalnya bernama benteng rustenberg yang artinya benteng peristirahatan. Kemudian benteng yang memiliki 4 bastion ini diganti menjadi benteng vredeburg yang artinya adalah benteng perdamaian. Dulu tiket masuk benteng ini hanya 750 perak, sekarang sudah naik, tapi saya lupa nominalnya. Yang jelas benteng ini asyik buat nongkrong dan foto-foto.

W, Wijilan: Pusat pedagang gudeg yang ada di Jogja. Dekat dengan alun-alun kidul. Selain gudeg, di tempat ini ada juga angkringan yang asyik. Belum lama ini anak-anak canting baru saja mengadakan makan malam dambil nonton bareng di angkringan wijilan. Kala itu kita rame-rame nonton video yang sednag booming dan menjadi pembicaraan dimana-mana. Jangan perfikiran yang anah-aneh dulu. Kami Cuma nonton bareng video keong racun kok. hehehe

X, X-Code: Ini bukanlah tentang barang bekas. Bukan pula film biru dengan judul Code. Dalam kasus ini, X dibaca sebagai ‘kali’ yang dalam bahasa Jawa berarti sungai. Ada 3 Sungai yang membelah Kota Jogja, yakni X-Winongo, X-Gajah Wong, dan X-Code. Bagi warga Jogja, Code memiliki arti yang sangat penting dan mesti dijaga. Setiap tahun penduduk pinggiran Code selalu menggelar Merti Code untuk merawat Code. Tiap kali melewati jembatan Code saya selalu berandai-andai. Membayangkan seumpama X-Code bebas sampah dan mengalir lancar, kemudian menyusuri aliran sungai yang bening namun tak deras dengan kerlip bintang dan lampu kota sebagai penerang. Ah kapan ya impian ini bisa terwujud?

Y, Yowis: Orang Jogja punya dua kata yang bermiripan bunyi untuk menggambarkan ujung sebuah harapan. Yang satu diambil dari bahasa Inggris, dipakai jika sukses: As you wish. Kalau gagal? Muncullah kata kedua, khas orang Jogja yang biasa bersikap legowo menerima segala sesuatunya: Ah, yo wiiiis.... Kemudian Bondan Prakoso mempopulerkan kata ini dalam bahasa Indonesia “Ya sudahlah..”

Z, Zzzzzzzzt: Zulit Zekali. Zudah zampai zini zaja. Zekian. Zuwun. Zalam.

Terharu rasanya bisa menyelesaikan Djogjabulary ini. Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. upah kalian besar di surga. Hahahaha lebay,,, Buat yang pesan namanya dimasukin dalam Djogjabulary ini saya minta maaf, saya tidak bisa memenuhi permintaan Anda semua hahaha.

Selamat Hari Jumat kawan!

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun