1. Edukasi yang Kreatif dan Menjangkau Semua Kalangan
Program edukasi harus bertransformasi dari yang formal dan kaku menjadi lebih modern dan mudah dicerna:
Literasi Digital: Menggunakan media sosial (TikTok, Instagram, YouTube) untuk konten edukatif berupa video singkat, infografis, dan meme yang menarik, menjangkau Generasi Z dan milenial.
Edukasi Berbasis Komunitas: Melibatkan tokoh agama, ulama, dan pesantren sebagai agen penyebar literasi. Program khusus di lingkungan pesantren (Ekosistem Pesantren Keuangan Syariah/EPIKS) terbukti efektif.
Kurikulum Terstruktur: Memasukkan materi keuangan syariah ke dalam kurikulum pendidikan formal, bahkan sejak dini.
Pelatihan Spesifik: Menyediakan modul literasi yang disesuaikan dengan profesi, misalnya "Keuangan Halal untuk UMKM" atau "Investasi Syariah untuk Karyawan".
2. Inovasi Produk dan Optimalisasi Teknologi
Industri keuangan syariah harus meningkatkan daya saing dan inovasi:
Digitalisasi Layanan: Mengembangkan aplikasi perbankan dan investasi syariah yang secepat dan semudah layanan konvensional. Digitalisasi memungkinkan jangkauan ke wilayah-wilayah yang tidak terlayani kantor cabang fisik.
Produk yang Relevan: Menciptakan produk keuangan syariah yang spesifik dan solutif sesuai kebutuhan masyarakat, seperti pembiayaan kepemilikan rumah yang lebih kompetitif atau produk investasi syariah yang mendukung transisi menuju ekonomi hijau.
Akses Investasi Ritel Syariah: Mendorong penjualan instrumen investasi syariah ritel seperti Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ritel secara online untuk mempermudah masyarakat berinvestasi sekaligus berkontribusi pada pembangunan negara.
3. Kolaborasi Ekosistem yang Kuat
Peningkatan literasi dan inklusi bukan tanggung jawab satu pihak. Sinergi adalah kunci:
Pemerintah dan Regulator (OJK, BI, KNEKS): Menyusun Strategi Nasional yang terkoordinasi dan memfasilitasi regulasi yang mendukung inovasi.