"Assalamu'alaikum," terdengar suara dua anak lelaki itu bersamaan.
Aku berdiri dari sofa empuk di ruang tamu rumah Idoy.
"Udah hampir subuh. Yuk, kita berangkat," kata Sansan.
Idoy mematikan televisi lalu menyusul langkah kaki kami menuju masjid.
***
Usai salat subuh berjamaah, aku, Idoy, Sansan, dan Jeje berbaris di posisi masing-masing untuk mendapat giliran belajar ngaji Al-Qur'an. Aku berbaris dalam shaf perempuan sedangkan teman-temanku berbaris di shaf laki-laki. Kami mulai membaca doa sebelum belajar dengan suara lantang sebelum Pak Ustadz mulai menunjuk siapa yang akan mendapat giliran pertama untuk membaca.
"Karena Santo suaranya paling keras, hari ini Santo duluan," kata Pak Ustadz.
"Yah ..." Aku dan teman-teman lainnya sontak mengeluh.
"Tidak ada yang boleh protes atau dia akan berada di urutan terakhir. Karena ini hari pertama puasa, kalian harus mulai bisa menahan diri agar tidak terbawa hawa nafsu, atau mudah marah. Paham?"
"Iya, Pak Ustadz ..."
Sansan mulai membaca surah kedua dalam Al-Qur'an dengan suara nyaring. Dengan bacaan belum terlalu lancar dia tetap berusaha membaca hingga Pak Ustadz menyuruhnya untuk menyelesaikan ayat terakhirnya.