Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Orangtua Harus Siap Mendidik Anak di Era Digital

27 Februari 2020   20:50 Diperbarui: 28 Februari 2020   17:02 3109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendidik anak di era digital (Sumber: familyapp.com)

Menjadi orangtua itu tidak mudah, tetapi mereka harus siap mendidik anak-anak mereka.

Didiklah anak sesuai dengan zamannya, demikianlah pesan Ali bin Abi Thalib. Maka mendidik anak adalah PR bagi semua orangtua untuk terus belajar mengikuti perkembangan zaman dan mengikuti perkembangan anak.

Anak-anak zaman now lebih melek teknologi, bahkan orangtua pun ada yang lebih dini mengenalkan mereka dengan gadget. Seperti misal ketika anak nangis, orangtua langsung memberi handphonenya dan anak pun diam. Gadget pun telah menjadi candu bagi mereka.

Orangtua tidak peduli dengan anak yang kecanduan gadget, ada pula yang peduli dengan mengingatkan anaknya untuk tidak mainan hp terus tetapi anak malah marah jika diingatkan. Atau ada juga karena gadget hubungan orangtua dan anak pun menjadi tidak baik. Anak terlalu tertutup, sedang orangtua tidak melek teknologi. Atau orangtua melek teknologi, tetapi juga sibuk sendiri dengan gadgetnya.

Inilah PR bagi orangtua untuk sadar bahwa memiliki anak berarti harus siap belajar untuk mendidiknya.

Figur teladan anak-anak zaman now bukan lagi para nabi, para sahabat nabi, para pahlawan kemerdekaan, atau guru-guru mereka. Jika kita bertanya kepada mereka, mereka lebih mengenal para YouTuber seperti Atta Halilintar, Ria Ricis, Via Vallen, Awkarin, dan sebagainya. Atau para ustaz media sosial seperti Khalid Basalamah, Felix Y. Siaw, Ustadz Abdul Shomad, dan lain-lain. Sebenarnya tidak salah jika figur teladannya adalah para YouTuber atau para ustaz sosmed, hanya saja yang jadi masalah adalah ketika anak-anak tidak bisa menyaring mana yang sesuai dengan logika dan mana yang di luar logika. Karena tentu tidak semua yang dilakukan para public figur tersebut bisa kita benarkan.

Fenomena yang ada saat ini adalah anak-anak hidup di dunia maya lebih banyak dibanding di dunia nyata. Raga mereka memang ada di dunia nyata, tapi tidak dengan pola berfikir mereka. Bukan orangtua yang akhirnya menjadi tuntunan mereka, tetapi apa yang mereka tontonlah yang akhirnya menuntun mereka. Mudah meniru, mengikuti gaya hidup public figur, dan mudah terprovokasi.

Sedangkan yang terjadi pada orangtua adalah mereka lambat dalam informasi, lambat dalam mengontrol anak, dan masih kaku mendidik anak-anak mereka. Sehingga yang ada adalah hubungan anak dan orangtua yang tidak begitu akrab. 

Orangtua merasa sudah memberikan apa yang anak butuhkan seperti sandang, papan, pangan, dan materi lainnya, tetapi sebenarnya belum dalam hal edukasi. Atau merasa sudah memberi edukasi, tetapi caranya keliru dan mereka tidak sadar, malah merasa paling benar sendiri.

Orangtua harus sadar bahwa saat ini segala sesuatu cepat sekali berubah. 

Lihat toko fisik telah beralih menjadi market place online (Bukalapak, Tokopedia, Shopee, dan lain-lain). Ojek dan taksi konvensional beralih menjadi ojek online (Gojek, Grab,Uber, dan lain-lain). Sekolah pun harus beranjak dari bangunan tertutup ke tempat terbuka. Guru harus beralih fungsi dari pemberi informasi menjadi fasilitator. Siswa dari belajar pasif di kelas menjadi aktif belajar dimana saja. Belajar dahulu menggunakan buku teks, sekarang bisa belajar menggunakan apa saja.

Orangtua harus menyadari itu. Maka sebenarnya tantangan ke depan untuk anak lebih besar dengan perubahan-perubahan yang begitu cepat.

Ke depannya anak-anak membutuhkan kemampuan untuk memecahkan masalah (complex problem solving), kemampuan untuk berkoordinasi (social skill), kemampuan untuk aktif mendengar, aktif berbicara efektif dan efisien, memiliki logika berfikir yang bagus, kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, dan kemampuan untuk terus mengasah kreativitas.

Oleh sebab itu, maka orangtua harus mampu untuk membekali anak-anak mereka agar tidak tertinggal dan mampu berkompetisi dalam hidupnya.

Berdasarkan hasil diskusi yang saya ikuti di grup telegram "Komunitas Orangtua Penggerak Merdeka Belajar", berikut saya rangkum hal-hal yang perlu dilakukan orangtua untuk membekali anak-anaknya.

1) Membekali pengetahuan agama sejak dini
Entah perubahan-perubahan apa yang akan terjadi selanjutnya, membekali anak pengetahuan sejak dini adalah yang utama. 

Pengajaran tentang kewajiban-kewajiban sebagai pemeluk agama seperti tidak meninggalkan sholat jika muslim, dan penanaman moral adalah yang utama. Karena sesibuk apapun mereka kelak, sesulit apapun, seluarbiasa apapun jalan hidup yang akan mereka alami, tetap beribadah dan berlaku terpuji, serta selalu bersyukur tidak boleh ditinggalkan. Jadilah orangtua yang bisa menjadi teladan dan guru bagi mereka.

2) Menanamkan pola pikir yang kritis dan tetap santun
Mengajarkan pola berfikir yang kritis dan tetap santun adalah penting untuk mereka. Pola berfikir yang kritis bisa dilakukan dengan cara mengarahkan penggunaan teknologi informasi kepada konten-konten yang bermanfaat. Bantu mereka untuk bisa memfilter situs yang bermanfaat, dan ajaklah mereka untuk berdiskusi tentang konten yang mereka tonton atau baca. Dampingi dan ikutlah menonton atau membaca informasi yang mereka dapatkan.

Ajarkan pada anak untuk berlaku santun di media sosial. Mendidik mereka untuk menghargai privasi orang lain di media sosial, tidak berkomentar negatif, dan tidak terlalu terbuka di instastory atau status. Karena tidak semua hal terjadi harus diketahui orang lain, tidak semua orang harus tahu berita menyedihkan dari kita, ataupun kabar bahagia. 

Pahamkan kepada anak bahwa bisa jadi saat kita bahagia, orang-orang yang melihat postingan kita sedang sedih dan mungkin bisa menambah kesedihan mereka atau bisa menyakiti mereka. Pun saat kita sedang sedih, belum tentu orang-orang yang melihat akan peduli, bisa jadi mereka senang dengan kesedihan kita. Jadi bersikap biasa-biasa saja di media sosial mungkin lebih baik.

3) Memfasilitasi kemampuan anak untuk berkreativitas
Bantulah anak untuk menggali potensinya dan dukunglah dia. Sekecil apapun atau sesepele apapu hal-hal yang dia lakukan, tetap dukung dan bantu mereka mengembangkan potensinya tersebut. Karena kita tidak pernah tahu kesuksesan seperti apa yang akan mereka dapatkan. 

Jika mereka suka menulis, membuat puisi, bercerita, bantulah mengirimkan karya mereka ke media massa. Jika mereka suka menyanyi, dukunglah mereka dengan mengenalkan berbagai musik. 

Jangan pernah paksa mereka untuk mengikuti kemauan kita, tetapi kitalah yang seharusnya mengikuti apa yang mereka inginkan. Karena apa yang kita mau belum tentu itu yang mereka suka. Mereka bisa tertekan jika kita memaksakan hal-hal yang sebenarnya tidak pernah mereka inginkan.

4) Membiasakan mereka untuk bergaul dengan siapa saja
Jangan melarang anak untuk bermain dengan temannya, dan jangan paksa mereka untuk duduk diam di kamar, belajar. Biarkan mereka mengenal banyak orang untuk membantunya membangun relasi. 

Jangan pernah kita mengklaim orang lain buruk, dan melarang anak kita untuk bergaul dengan mereka. Biarkan anak mampu menilai dan menyaring sendiri teman yang tepat untuk dia.

5) Mendorong anak untuk memiliki kegiatan yang bermanfaat
Ajaklah anak untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti bangun pagi, olahraga pagi, memasak bersama, merapikan rumah bersama, dan lain-lain. Ajarkan mereka untuk mampu menilai mana kegiatan yang benar-benar bermanfaat, dan yang tidak. Ajarkan mereka untuk mampu melakukan kegiatan yang bersifat kolaborasi sehingga anak akan terbiasa dengan hal-hal yang dilakukan secara bersama-sama.

6) Jadilah pendengar dan teman ngobrol yang baik
Jadilah orangtua yang tidak menyebalkan, tidak mudah memarahi anak, tidak memotong pembicaraan anak, dan tidak selalu menganggap dirinya paling benar. Juga ketika anak mengajak bicara, jangan sibuk sendiri. Jadilah pendengar yang baik dan jadilah teman ngobrol yang menyenangkan bagi anak.

Jangan bersikap kasar kepadanya, jangan mempermalukan, menghina, mengolok-olok, meremehkan, membanding-bandingkan, terlalu mengekang, bahkan memaksakan pilihan. Itu hanya akan menjadikan anak tidak percaya diri dan membenci orangtuanya.

7) Jadilah orangtua yang mau untuk terus belajar
Jadilah orangtua yang mau untuk terus belajar. Belajar apapun, termasuk perkembangan teknologi, memantau tren dikalangan anak, membangun kemampuan memilah dan memilih konten, dan lain-lain.

Bersama pasangan teruslah belajar cara-cara pengasuhan yang efektif untuk membangun karakter dan kompetensi anak.

Artikel terkait:

 Orangtua Harus Belajar Sepanjang Hayat

Ibu Bagaimana Aku Harus Memahamimu?

"Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini", Ayah Mengapa Kau Selalu Ingin Menang?

Orangtua, Belajarlah Pendidikan Seks Demi Anak Anda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun