Mohon tunggu...
Lipur_Sarie
Lipur_Sarie Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Indonesia adalah potongan surga yang dikirimkan Sang Pencipta untuk rakyatnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pertapaan Pringgondani,Tempat Sakral Bagi Masyarakat Jawa. Apa Manfaatnya Pergi Kesana ? ?

14 Mei 2025   13:41 Diperbarui: 22 Mei 2025   09:38 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 1 Keterangan tentang Pertapaan Pringgondani (koleksi pribadi)

Baru hari ini kita kembali ke rutinitas masing-masing. Setelah empat hari sebelumnya kita mendapatkan libur panjang karena peringatan hari Waisak pada tanggal 12 Mei dan sehari setelahnya ditetapkan menjadi hari libur nasional. Sehingga terhitung mulai hari Sabtu -- Selasa (10 -- 13 Mei 2025 ) kita libur. Pertanyaannya, kemana saja selama 4 hari tersebut ?

Pasti beragam jawabnya. Pergi keluar kota bersama keluarga, silaturahmi ke rumah nenek, menikmati indahnya pantai sampai menyewa villa, nge-mall, atau hanya dirumah saja. Bersih-bersih sambil nonton film secara online dan sebagainya. Semua sah-sah saja.

Bagi sebagian besar, libur panjang digunakan untuk keluar dari rutinitas sehari-hari yang terkadang membuat jenuh. Baik yang sekolah, kuliah, bekerja maupun Ibu rumah tangga. Bahkan sampai ada yang merogoh kocek begitu banyak demi me-refresh otak maupun fisik untuk kegiatan yang bernama refresing. Semua menjadi wajar kalau sesuai kemampuan, namun akan menjadi sesuatu yang sangat disayangkan jika hal tersebut terkesan dipaksakan. Karena...sebenarnya istilah refreshing adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk menyegarkan kembali fisik, pikiran, dan jiwa setelah mengalami rutinitas yang melelahkan. Ini dapat berupa istirahat, liburan, atau aktivitas lain yang membantu memulihkan energi dan semangat dan tidak selalu harus keluar biaya.

Begitupun yang saya lakukan dengan suami. Setelah melalui perencanaan 1-2 minggu sebelumnya, kami memutuskan untuk Pringgondani lagi. Terakhir kami kesana tahun lalu, tepatnya pada tanggal 1 Muharam (1 Suro) 2024. Silakan baca artikelnya pada

https://www.kompasiana.com/sarie/62ece3af3555e40374393002/antara-eyang-koconegoro-pringgondani-dan-gatotkaca?page=2&page_images=2 dan https://www.kompasiana.com/sarie/64b8bcd508a8b54845596392/suran-di-pringgondani?page=1&page_images=3.

Lha ? Mengapa kesana lagi ? Bukankah obyek wisata sangat banyak dan beragam ? Kami berdua termasuk orang yang menyukai kegiatan alam. Terutama saya, menyukai kegiatan alam yang berhubungan dengan pegunungan atau gunung. Nah, yang paling dekat dari Solo ya Lawu.

Hari itu, Minggu 11 Mei 2025 setelah selesai dari menghadiri acara pernikahan yang bertempat di Hotel Taman Sari, kami langsung menuju desa Blumbang, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Namun, sebelumnya kami ke masjid dulu untuk ganti pakaian sekalian sholat Dhuhur disana. Sampai dilokasi kurang lebih jam 13.15 wib. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sekarang untuk masuk ke obyek wisata Pringgondani harus membayar tiket @ Rp. 10.000,- dan mengisi buku tamu.

Meski bernama obyek wisata Pringgondani, sebenarnya lokasi tersebut untuk tetirah. Menurut KBBI, tetirah diartikan sebagai 1. pergi ke tempat lain dantinggal sementara waktu (memulihkan kesehata dan sebagainya), dan 2. Pergi mengungsi. Berdasar pengertian tersebut, kata tetirah memeliki rentang waktu yang lama. Meski pada kenyataanya banyak yang kesana hanya sebentar saja.

Pertapaan Pringgondani berada di desa Tambak, Lawu Utara dengan petak 63y, luas 1,0 HA dikelola oleh Perum Perhutani KPH Surakarta masuk dalam wilayah bernilai konservasi tinggi, NKT 6 Situs Budaya. Ada beberapa lokasi disana yang bisa dikunjungi. Masing-masing mempunyai latar belakang cerita yang berbeda dan semua menarik untuk disampaikan.

Setelah melewati pintu masuk, setapak demi setapak kami melewati jalanan menuju pertapaan Pringgondani yang berupa tanjakan, tikungan dan turunan yang manja dan menggemaskan. Sampai mampu membuat keringat bercucuran bukan hanya pada badan tapi sampai pada wajah. Namun sebelum sampai pada jalanan yang berupa anak tangga, di tengah perjalanan kami disambut dan ditemani aroma wangi bunga yang lembut.

Foto 2. Ruas jalan bebatuan yang diduga terkena dampak tanah longsor tahun 2024 (koleksi pribadi)
Foto 2. Ruas jalan bebatuan yang diduga terkena dampak tanah longsor tahun 2024 (koleksi pribadi)

Ditengah perjalanan pula kami mendapati dua ruas jalan yang berbeda keadaannya dengan tahun kemarin saat kami kesini. Jalanan itu sekarang berupa bebatuan. Hal tersebut sangat mungkin akibat tanah longsor yang terjadi pada tahun 2024.

Foto 3 Sendang Gedang (koleksi pribadi)
Foto 3 Sendang Gedang (koleksi pribadi)

Tidak terasa kami sudah sampai di depan Sendang Gedang. Menurut obrolan kami dengan salah satu warlok (warga lokal), menurut sejarah lisan yang beliau terima, dahulu Sendang Gedang bernama Guyangan Gedang. Guyangan artinya tempat memandikan/mencuci, sedangkan gedang artinya pisang. Dahulu, bagi mereka yang akan tetirah ke Pertapaan Pringgondani disarankan membawa uba rampe, yaitu perlengkapan atau sesaji yang digunakan dalam suatu upacara atau ritual adat budaya. Isinya bisa beraneka ragam, dalam hal ini salah satunya adalah pisang. Nah, uba rampe inilah yang dibersihkan di Sendang Gedang.

Setelah dari Sendang Gedang, kami naik lagi. Namun, tidak lurus ke utara, tapi belok ke kanan, menuju Sendang Temanten. Setelah ubo rampe yang dibersihkan di Sendang Gedang tadi, sekarang giliran orangnya yang mandi di Sendang Temanten. Salah satu tempat ritual yang menjadi tujuan masyarakat, terutama untuk mandi, bersuci, dan mencari pengobatan alternatif. Sendang ini memiliki pancuran tujuh yang airnya dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan dan sebagai tempat meditasi atau semedi. Awalnya, pancuran di Sendang Temanten hanya ada dua, namun seiring waktu berkembang menjadi tujuh pancuran.

Foto 4 Sendang Temanten (koleksi pribadi)
Foto 4 Sendang Temanten (koleksi pribadi)

Dari sisi sains, mengonsumsi air pegunungan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan, di antaranya menjaga kesehatan tulang, membantu pembentukan inti sel, menjaga keseimbangan cairan, dan menjaga kesehatan jantung. Selain itu, air pegunungan juga mengandung mineral alami yang penting untuk tubuh, seperti kalsium, magnesium, dan silika.

Setelah dari Sendang Temanten, kami melanjutkan perjalanan lagi. Waktu pada jam tangan saya menunjukkan angka 14.05 wib. Kurang lebih 30 menit kami sampai di Pertapaan Pringgondani. Kami istirahat sebentar di pendopo kecil sebelah timurnya. Di depan pertapaan ada beberapa warung yang menyediakan minuman sachet, mie dan nasi goreng. Kamipun segera bergegas menuju salah satu warung dan memesan kopi hitam dan gula, mie goreng dan mie rebus. Sambil menikmati sejuknya udara tanpa polusi dengan keheningannya pada 1300 Mdpl sambal sesekali terdengar suara burung. Damai rasanya. Tampak Karanganyar dan kota Solo dengan bangunan-bangunannya dari sini.  

Foto 5 Bagian dalam pertapaan Pringgondani (koleksi pribadi)
Foto 5 Bagian dalam pertapaan Pringgondani (koleksi pribadi)

Ada beberapa alasan mengapa masyakarat mendatangi ke tempat ini. Ada yang sekedar jalan-jalan sambil menikmati suasana pegunungan yang jauh dari hiruk pikuk, olahraga lari atau kesini dengan membawa hajad-hajad tertentu. Misalnya ingin usahanya lancar, cepat naik pangkat dan lainnya. Tidak dipungkiri tempat ini banyak didatangi oleh pengusaha, pegawai, aparat ataupun lainnya bahkan sampai tokoh-tokoh baik yang lingkupnya lokal sampai nasional. Begitu masyur lokasi ini. Pertapaan Pringgodani memiliki latar belakang yang kaya, yaitu sebagai tempat pertapaan dan petilasan Eyang Kotjo Negoro yang dipandang sakral oleh masyarakat Jawa. Nama Pringgodani sendiri memiliki arti "tempat memperbaiki diri", yang mengindikasikan fungsinya sebagai tempat untuk menguji diri, prihatin, dan menenangkan diri.

Kiranya kita tidak perlu menjustifikasi bahwa mereka yang kesana pasti bla bla bla, yang terbaik dan benar adalah yang bla bla bla. Biarlah semua menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. Hidup itu pilihan dan setiap pilihan ada konsekuensinya.

Bukankah Indonesia besar dan dikenal di kancah internasional karena keberagaman budayanya ?

Salam budaya

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun