Mohon tunggu...
Sarianto Togatorop
Sarianto Togatorop Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang menyukai kebebasan

Seseorang yang tak tahu kalau dia ada

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keterampilan Bahasa Kunci Memahami Konsep Matematika

26 Mei 2020   16:16 Diperbarui: 26 Mei 2020   16:12 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.additudemag.com/dyscalculia/

Hingga kini matematika masih dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit untuk dipahami. Selain faktor sugesti dari orang lain yang mengalami kesulitan memahami matematika sehingga banyak yang juga meyakini matematika itu sulit, setelah mempelajarinya pun lebih banyak yang menyerah dan sebisanya menghindar.

Buat saya matematika memang memerlukan bakat. Untuk menjadi cerdas di matematika memang harus ada bakat alami. Kita belajar matematika agar mampu berlogika secara benar dan membantu kita mengambil kesimpulan dengan analisa yang tepat. Seperti dalam transaksi jual beli, tanpa dasar logika yang tepat kita bisa keliru dalam mengambil keputusan tentang untung rugi.

Secara tidak langsung, dalam banyak aspek kehidupan kita, kita pasti melibatkan matematika di dalamnya. Jadi menyampingkan belajar matematika adalah kekeliruan besar. Seberapa pun sulitnya memahaminya kita harus tetap mempelajarinya. Sudah belajar sungguh-sungguh pun nyatanya masih sulit, bagaimana lagi jika kita jadikan sekedar lewat.

Beberapa waktu lalu, pernah terjadi perdebatan ketika seorang guru menganggap salah hasil pekerjaan rumah siswa tatkala siswa diberi tugas untuk menguraikan 6 x 3 ke dalam penjumlahan. Siswa menjawab bahwa 6 x 3 itu sebagai 6 + 6 + 6. Sontak orang tua tidak bisa menerima hal ini. Guru berargumen bahwa  6 x 3 itu harusnya 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3. Lalu orang tua berdalih bahwa itu sama saja akan menghasilkan 18. Guru tetap yakin bahwa itu salah.

Perdebatan ini akhirnya ramai setelah diunggah ke media sosial. Ramai-ramai netzen memberi tanggapan membenarkan guru, ada juga yang membenarkan orang tua. Bahkan ada yang sampai mengatakan “Guru Goblokkk”.

Dalam memahami matematika sangat perlu keterampilan berbahasa. Kurang terampil berbahasa menjadi salah sat penyebab sulitnya memahami konsep matematika. Dalam kasus di atas, saya menilai guru sedang menanamkan konsep matematika secara benar. Ya, bahwa 6 x 3 itu harus 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3, tidak boleh 6 + 6 + 6. Harus.

Mengapa demikian? Sebenarnya 6 x 3 itu adalah bentuk penyederhanaan kalimat bahasa yang dituliskan ke dalam rumusan matematika. Jika saya mengatakan enam kali  maka secara logika ada sesuatu yang berulang sebanyak enam. 

Jadi enam kali tiga itu berarti bahwa angka tiga berulang sebanyak enam kali. Maka tepatlah kalau 6 x 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3, bukan 6 + 6 + 6. Sebab 6 + 6 + 6 itu berarti angka 6 berulang sebanyak tiga kali, atau 3 x 6. Dengan kata lain mereka adalah dua hal yang berbeda. Mengkonsumsi satu obat 3 kali dalam sehari tentu berbeda dengan mengkonsumsi tiga obat sekali dalam sehari. Sebab 3 x 1 berbeda dengan 1 x 3.

Bukankah hasil penjumlahannya sama? Konsep bukanlah berapa hasilnya, tapi bagaimana proses berpikir yang dilalui untuk mendapatkan hasil. Sebagai contoh jika kita misalkan 6 x 3 itu dalam kasus berikut: Pak Husein seorang tukang becak. Ia diminta mengangkut 18 karung beras yang tidak dapat diangkut sekaligus. Biaya mengangkut sekali jalan Rp.10.000,00. Berapakah biaya angkut yang diterima pak Husein?

Anggaplah untuk mengangkut 18 karung beras itu, Pak Husein mempertimbangkan dua cara yaitu 6 x 3 (enam kali perjalanan masing-masing 3 karung) dan 3 x 6 (tiga kali perjalanan dengan masing-masing 6 karung). Siswa akan menghitung ongkos yang diterima Pak Husein. 

Untuk 6 x 3, Pak Husein akan menerima Rp.60.000,00 sedangkan untuk 3 x 6 Pak Husein akan menerima Rp.30.000,00. Berbeda bukan? Itulah alasan mengapa konsep seperti ini tidak boleh dianggap sama apalagi bagi anak-anak yang baru belajar konsep matematika. Jadi sangat tepat jika guru tersebut tetap berpendirian bahwa 6 x 3 itu sebagai 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 bukan 6 + 6 + 6.

Contoh lain peran keterampilan berbahasa dalam konsep matematika adalah dalam menentukan lawan dari (dalam matematika disebut negasi). Misalnya yang selama ini kita tahu bahwa negasi dari lebih besar adalah lebih kecil dan sebaliknya. Namun sudah tepatkah hal itu?

Mari kita perhatikan contoh berikut ini. Dalam sebuah kotak terdapat angka 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Dona diminta mengambil angka genap yang lebih besar dari 4. Dona mengambil hanya angka 6. Dona melakukan hal yang benar. Kemudian Joni diminta mengambil angka genap yang tidak lebih besar dari 4 (artinya Joni melakukan lawan dari apa yang dilakukan Dona). Joni mengambil angka 2. Sudah tepatkah Joni? Belum, harusnya Joni mengambil angka 2 dan 4. Sebab angka 4 tidak lebih besar dari 4. Tidak lebih besar bukan berarti harus lebih kecil, tetapi lebih kecil dan boleh menyamai.

Contoh lain, jika siswa di dalam kelas diminta membeli benda yang harganya tidak lebih dari Rp.2.000,00 maka siswa bebas membeli benda yang harganya di bawah Rp.2.000,00 hingga yang harganya tepat Rp.2.000,00

Bahasa memegang peran penting dalam menanamkan konsep matematika kepada anak-anak yang baru belajar matematika. Melatih keterampilan bahasa membuat mereka mampu menguasai konsep dasar dengan benar akan memudahkan mereka memahami konsep matematika yang lebih rumit.

Note: Mohon maaf jika ada yang bernama Pak Husein, maaf ya pak ini hanya contoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun