30 itu pilu. Bukan hanya untuk tim dan fans Barca yang mengalaminya saat pertandingan. Konon di sebuah negeri pada tahun 1965, ada kisah tentang 7 anak manusia yang di bunuh.
Sejujurnya, saya tidak melihat peristiwa itu secara langsung, seperti pertandingan Barca yang dibantai Benfica hari ini, walaupun hanya dalam siaran lewat kamera, live streaming. Tapi saya sempat mendengar dan membaca tentang kisah-kisah jendral itu.
Itulah alasan mengapa 30 September itu menjadi kisah pilu, bukan karena 0 3 tapi karena ada yang mati untuk Negeri. Jauh melampau 0 3 di Da Luz.
Ketika Sekolah Dasar, guru-guru saya sering menceritakan tentang peristiwa G30SPKI. Saya sedih dan takut mendengar kisah ini. Sebagai anak SD, dengan kepolosan, kala itu saya berpikir ini adalah satu contoh kejahatan paling kejam yang ada di dunia.
Ternyata dugaan saya salah, saat saya sudah bisa membaca tulisan, mendengar berita dengan baik, melihat dengan benar, ada beribu kisah pilu di dunia ini yang luput dari liputan mata dan kepala saya.
Dari kisah rezim fasisme Benito Musolini di Italia selama periode 1924-1943, Nazi di Jerman (1933-1945) yang menyebabkan peristiwa holokaus, melenyapkan enam juta orang Yahudi, Perang sipil Bosnia selama periode 1992-1995, kasus apartheid di Afrika selatan sektar tahun 1960 dan mungkin yang paling segar tentang kisah kekerasan atas etnis Rohingya Myanmar.
Itu potretan umum saja. Ada banyak kisah-kisah lain yang lebih mengerikan, tapi luput dari sejarah. Dari sini saya paham, ternyata sebelum saya ada, dunia sudah bergejolak dalam kisah pilu. Tragedi demi tragedi terjadi, yang mati akhirnya tinggal dalam sejarah.
Baca Demokrasi Orang Mangggarai di sini
Potret peristiwa tunaetika ini, akhirnya menyadarkan saya, bahwasannya kekalahan Barca, bukanlah apa-apa, dan tidak ada apa-apanya.
Sebagai penggemar sepak bola, Kekalahan dalam bermain bola atau kalahnya tim favorite, tidak ada arti apa-apanya dengan peristiwa-peristiwa keji yang menghilankan nyawa manusia.
Bola hanya mengajarkan kita bagaimana belajar untuk hidup, belajar untuk menang, belajar untuk bertahan, belajar untuk berjuag, bukan untuk membunuh seperti kisah G30SPKI.