Mohon tunggu...
Sarah R
Sarah R Mohon Tunggu... -

A Dreamer, mencoba menuangkan segala sesuatu dalam sebuah catatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gubernur Natural ala The Massive

12 Agustus 2012   10:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:54 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rame.... itu yang saya perhatikan dari euforia Jakarta saat ini, termasuk salah satunya rumah menulis keroyokan seperti Kompasiana ini. Tidak heran lah, karena semua reporter warga jadi satu di sini. Berbagai opini, pendapat dan artikel terus muncul di bagian home dengan berbagai tema.

Saya termasuk salah satu yang mengagumi blog keroyokan ini karena banyak sekali manfaat yang bisa saya dapat dari setiap artikelnya. Dan yang lebih menarik adalah ketika tulisan-tulisan yang berbau dengan euforia pemilihan semakin banyak bermunculan. Berbagai spekulasi terus mencuat.

Namun sepertinya, jika saya melihat beberapa artikel yang muncul, mereka lebih banyak berspekulasi atau memberikan tulisan yang berbau menyudutkan. Contoh ketika saya membaca sebuah artikel dan pemberitaan saat ini tentang sindiran Fauzi Bowo di tempat pengungsian korban kebakaran Benhil. Dalam berita-berita tersebut, disebutkan bahwa Fauzi terang-terangan menyindir lawan dalam pernyataannya yang seolah-olah berkampanye. Dan hal tersebut terekam kamera salah satu televisi swasta, bahkan akhirnya tayang juga di Youtube.

Inilah yang selalu menggelitik saya ketika berita yang sepertinya sepele bisa menjadi isu yang besar. Setelah membaca tulisan tersebut, saya meneruskan pencarian tulisan terkait agar bisa mencari info lebih detil. Ternyata, pada saat Fauzi Bowo mengucapkan hal tersebut kondisinya memang sedang dalam tahap dialog hangat dengan para korban. Tidak heran jika kata-kata tersebut keluar dari mulutnya, beliau kan memang betawi asli, gayanya ceplas ceplos dan tidak ditutup-tutupi (Sumber). Bisa dibayangkan logat dan cara penyampaiannya yang santai dan menghibur.

Itulah gaya seorang pemimpin yang natural, seperti lagunya The Massive “Natural” yang sebagian liriknya diubah untuk memberikan dukungan kepada pasangan Fauzi dan Nachrowi (Sumber).

Bagi saya sendiri, menjadi natural dan apa adanya itu penting lho. Bukan hanya pada saat pemilihan seorang pemimpin saja. Tak sedikit pada saat sedang kampanye, ada yang seolah-olah menjadi pribadi lain dengan berpura-pura memberikan spekulasi yang mengundang simpatisan. Nah, ini yang membuat saya kurang nyaman. Apalagi selalu mengatakan dirinya dekat dengan rakyat, sehingga dengan begitu rakyat pun mudah sekali termakan rayuan.

Lalu bagaimana dengan program yang akan dicanangkan? Jika semua itu dilakukan hanya untuk mendapatkan simpatisan, bagaimana ketika dibenturkan pada kompleksitas masalah ibukota? Oleh karenanya, kita semua harus cerdas memilih produk yang berkualitas, bukan hanya sebatas pada citra produk tersebut seperti yang ditulis di sini dan di sini.

Mari budayakan hidup apa adanya namun tetap memiliki prinsip kuat dan visi yang jelas. Bagaimana pun setiap daerah, setiap kota tidak bisa disamaratakan karakternya. Jakarta harus memiliki pemimpin yang natural, sekalipun dianggap tidak dekat dengan rakyat, yang penting Jakarta bisa terus berkembang sesuai dengan program jangka panjang, buka program saat ini saja.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun