Mohon tunggu...
Sarah Jauhari
Sarah Jauhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

-

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Yang Tak Tergantikan dalam Karya Hirata

4 Oktober 2022   19:21 Diperbarui: 4 Oktober 2022   19:32 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

"Macam buku keluaran muda-mudi senja, indie, apalah itu,"

Adalah hal yang terlintas dalam benak saya saat pertama kali melihat buku ini di jejeran karya Andrea Hirata, berdampingan dengan Orang-orang Biasa, Sirkus Pohon, dan Guru Aini.

Ketiga buku itu sudah saya baca dan karsa khas buku karangan Andrea Hirata masih kental terasa ketika saya ikut menelusuri kisah tokoh-tokohnya. 

Sesuatu yang menurut saya tak lekang oleh waktu, membawa banyak kenangan kala pertama tenggelam dalam cerita Ikal, Lintang, dan kawan-kawan Belitungnya.

Buku Besar Peminum Kopi bukan tentang senja, kopi, musik indie, atau pun puisi-puisi yang entah mengapa kerap salahkan semesta dalam bait-baitnya. Buku Besar Peminum Kopi adalah sebenar-benarnya buku yang Ikaludin garap kala menjaga kedai kopi milik Pamannya di Desa Ketumbi.

Kedai kopi itu mempertemukan Ikaludin dengan beragam insan unik di desa terpencil itu. Sebab di kedai kopi lah seluruh warga berkumpul dan lepas penat tiap sore. 

Meminum kopi di Desa Ketumbi bukan sekedar persoalan menahan kantuk, melainkan sebenar-benarnya budaya mengakar pada masyarakat setempat. Akan tetapi, jangan samakan dengan budaya minum es kopi susu---yang kopinya nyaris tak terasa---dengan harga selangit mu itu.

Buku Besar Peminum Kopi bukan tipikal buku dengan satu plot besar, super mendebarkan, dan penuh konflik amat rumit. Ceritanya ringan, penuh gambaran detail tentang budaya masyarakat Desa Ketumbi, Bangka Belitung. 

Hal yang selalu saya suka dari karya Andrea Hirata adalah bagaimana beliau menggambarkan tokoh-tokohnya. Mereka jarang sekali digambarkan sebagai sosok rupawan nan sempurna, sehingga bagi saya terasa amat nyata. Begitu nyata, hingga rasanya dapat saya dengar suara dengan logat khas Belitung saat tokoh-tokoh itu tengah berdialog.

Dalam buku ini dikisahkan si Nong, pendulang timah perempuan pertama serta pecatur perempuan pertama di Desa Ketumbi. Bagaimana Ia berakhir mendulang timah hingga masa senjanya? Bukankah itu sebenar-benarnya pekerjaan yang umum dikerjakan lelaki? Usah ku ceritakan dengan detail, sebab sungguh sedih jika ku ingat nasib si Nong. Jelasnya, jika menggunakan istilah para "ahli" di Twitter, Nong ini sebenar-benarnya contoh sandwich generation.

Dikisahkan pula si Selamot, wanita yang sedari muda hingga renta sibuk habiskan waktu menunggu sang suami yang tak pulang. Suaminya yang seorang pelaut hanya pulang beberapa bulan sekali. Sampai kemudian, sang suami tak datang sama sekali. Malang betul nasib Selamot.

Dikisahkan pula si Ikaludin. Pemuda yang baru pulang dari studinya di luar negeri nan jauh sana. Mengantongi gelar prestisius dan beragam surat rekomendasi. 

Mengantongi pula mimpi besar untuk membangun negeri tercinta, untuk bekerja dengan gaji dua digit dan buat bangga mamaknya, serta untuk tidak pernah lagi menduduki kursi penumpang pesawat ekonomi. 

Malang nasib Ikaludin, kepulangannya ke Tanah Air disambut krisis moneter 1998. Luntang-lantung mencari kerja, ke sana ke mari gadaikan harta demi bertahan hidup di ibu kota. 

Sampai akhirnya, saat hartanya yang tersisa hanya tumpukan buku dalam koper---sebab tak laku digadaikan---dipaksalah si Ikaludin pulang oleh mamaknya. Sebab bagi mamaknya, tak ada yang lebih memalukan dari pemuda bugar yang menganggur.

Setelah melewati perjalanan yang begitu penuh adrenalin, sampailah Ia di Desa Ketumbi. Ia terpaksa menjaga kedai kopi milik pamannya yang---sudah jadi rahasia umum---punya temperamen buruk. 

Tugas Ikaludin di kedai adalah mengurus keuangan, administrasi, dan gaji pegawai, membuat kopi, melayani pelanggan, dan mencuci gelas. Ia sebut posisinya itu sebagai general manager, saking umumnya pekerjaan yang Ia lakukan di sana.

Rutinitas baru Ikaludin sebagai penjaga kedai kopi di Desa Ketumbi membawanya pada begitu banyak cerita unik warga lokal. Dari sana lah pembaca diajak untuk turut menjadi bagian dari Desa Ketumbi dan merasakan beragam intrik di dalamnya. Kisah masing-masing tokoh dikisahkan dengan hangat dan menyentuh, membuat pembaca turut merasakan pahit manis perjalanannya.

Kalau biasa menikmati karya Andrea Hirata, Buku Besar Peminum Kopi bisa menjadi pilihan bacaan untuk temani waktu senggangmu sembari menyesap secangkir kopi hangat:)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun