Mohon tunggu...
sarah fauziah
sarah fauziah Mohon Tunggu... Penulis

Saya Sarah Fauziah, seorang ibu rumah tangga kelahiran 1996 yang meniti karir menjadi penulis. Awalnya, menulis adalah hobi semata, tetapi alhamdulillah seiring waktu menjadi profesi. Saya sudah menerbitkan 3 buku solo dan lebih dari 40 buku antologi. Senang berkenalan dengan Anda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gedung Ponpes Ambruk, Bagaimana Tata Kelola Pendidikan Saat Ini?

12 Oktober 2025   15:30 Diperbarui: 12 Oktober 2025   15:30 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Beberapa waktu lalu, bangsa ini dikejutkan oleh ambruknya gedung lantai 4 Pondok Pesantren Al Khaziny. Peristiwa memilukan ini terjadi saat para santri sedang melaksanakan salat Ashar di lantai 2. Bangunan yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu justru menjadi sumber bencana. Dari sekitar 160 korban, tercatat 37 santri meninggal dunia (news.detik.com, 5-10-2025). Tragedi ini bukan sekadar musibah, tetapi cermin dari persoalan tata kelola pendidikan dan tanggung jawab negara terhadap keselamatan rakyatnya.

Jika dikaji lebih dalam, runtuhnya bangunan ini disinyalir akibat konstruksi yang tidak kuat dan lemahnya pengawasan pembangunan (ums.ac.id, 9-10-2025). Dalam banyak kasus, pondok pesantren dibangun secara swadaya oleh masyarakat, wali santri, dan donatur. Dana yang terbatas membuat pembangunan dilakukan bertahap, kadang tanpa standar konstruksi profesional.

Selain itu, izin dan pengawasan dari pemerintah seringkali sekadar formalitas tanpa audit teknis mendalam. Diketahui ada ribuan ponpes yang tidak berizin, sehingga beroperasi padahal tidak memiliki stabdar kelayakan dan audit kelayakan bangunan (metrotvnews.com, 11-10-2025). Akhirnya, bangunan yang tampak kokoh dari luar ternyata rapuh di dalam.

Kondisi ini terjadi karena beban penyediaan fasilitas pendidikan seolah dilempar ke masyarakat. Pesantren dan sekolah swasta harus berjuang sendiri untuk membangun sarana prasarana, sementara negara hanya hadir sebagai regulator, bukan penanggung jawab. Padahal para santri dan siswa adalah warga negara yang memiliki hak yang sama atas pendidikan yang aman, layak, dan berkualitas. Tragedi ini menjadi bukti bahwa ketika negara lalai, nyawa generasi muda menjadi taruhannya.

Dalam pandangan Islam, penyediaan fasilitas pendidikan bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban negara. Pendidikan adalah kebutuhan mendasar umat, dan negara wajib menjamin proses belajar berlangsung dalam kondisi aman, nyaman, dan bermutu. Islam menetapkan bahwa pendanaan fasilitas pendidikan harus diambil dari baitul mal (kas negara), bukan dibebankan kepada individu atau donatur sukarela. Dengan sistem keuangan negara yang berbasis syariah, fasilitas pendidikan dapat dibangun dengan standar konstruksi yang kuat dan pengawasan ketat.

Lebih dari itu, Islam tidak membedakan antara sekolah negeri atau swasta dalam hal tanggung jawab negara. Selama lembaga tersebut melayani pendidikan umat, maka negara wajib memastikan sarana prasarana, kesejahteraan guru, dan keamanan peserta didik. Negara dalam Islam bertindak sebagai pelindung, bukan pengamat. Penguasa akan dimintai pertanggungjawaban jika ada rakyat yang terzalimi akibat kelalaian sistem.

Oleh karena itu, solusi hakiki bukan hanya memperbaiki bangunan, tetapi memperbaiki sistem. Pemerintah harus mengambil alih tanggung jawab penuh terhadap penyediaan fasilitas pendidikan, bukan membiarkannya dikelola secara swadaya tanpa standar keamanan. Anggaran harus dialokasikan secara adil dan berbasis kebutuhan, bukan kepentingan politik. Pengawasan konstruksi harus profesional dan transparan, bukan sekadar formalitas administrasi.

Tragedi ini seharusnya menjadi momentum perubahan. Dalam Islam, menjaga nyawa satu orang lebih berharga daripada seluruh isi dunia. Maka, menyediakan pendidikan yang aman bukan sekadar program, melainkan amanah besar. Saat negara menerapkan sistem Islam secara kaffah, pendidikan tidak lagi menjadi beban masyarakat, tetapi hak yang dijamin penuh. Hanya dengan itu, tragedi seperti runtuhnya Ponpes Al Khaziny tidak akan terulang, dan generasi masa depan dapat belajar dengan tenang tanpa takut bangunan tempat mereka menimba ilmu justru merenggut nyawa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun